"Aku sadar kita hanya sebatas sahabatan. Tapi, hatiku tak bisa berbohong kalau aku sudah jatuh terlalu dalam pada rasa yang tak seharusnya ada dalam persahabatan."
-Aretha Khanza Pramudita-♥♡♥
Suara langkah kaki terdengar meskipun hujan begitu deras di luar sana. Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri sambil berjalan memasuki rumahnya. Dengan tubuh menggigil ia menguatkan tubuhnya agar bisa sampai di kamarnya. Namun, langkah kaki itu terhenti ketika mendengar suara gaduh dari kamar orang tuanya. Dengan langkah pelan ia berjalan menuju sumber suara gaduh itu. Dengan tubuh yang bergetar, serta degup jantung yang hampir terdengar. Ia meraih knop pintu kamar itu.
Ia memejamkan matanya ketika membuka pintu kamar itu. Suara teriakan-teriakan masih terdengar di telinganya. Dan ketika pintu terbuka sempurna ia melihat orang yang melahirkannya ditampar oleh ayahnya.
"STOP." teriak Aretha dengan air mata yang kini membasahi pipinya.
"Aretha." panggil Brian, Ayahnya Aretha.
"Kalian gak capek apa? Bertengkar terus. Retha gak sanggup setiap hari dengar kalian adu mulut. Maaf jika Retha gak sopan, Mah, Pah." ucap Aretha dengan masih memegang knop pintu rumah itu dan air mata yang semakin deras keluar dari mata indahnya itu.
Kedua orang tuanya terdiam di sana. Merasa bersalah melihat anaknya yang kini terlihat tersiksa. Dan kini hanya suara isak tangis yang terdengar. Arerha menangis menatap kedua orang tuanya. Ia rindu bisa memeluk Ibunya, ataupun Ayahnya ketika ia bersedih. Namun, mereka sekarang menjadi sumber kesedihannya. Ia rindu pelukan hangat itu. Ia rindu dengan mereka yang dulu.
Kini hatinya semakin hancur. Ia pulang dengan kehancuran, dan sekarang di tempatnya berpulang tidak mendapatkan pelukan hangat justru luka yang tersiram oleh air garam. Tubuhnya yang menggigil semakin menggigil. Namun, rasa dingin itu terkalahkan oleh rasa sakit yang teramat sakit.
"Aretha." panggil Sonia lirih dengan air mata yang menetes di pipinya.
"Aretha lelah." ucap Aretha pelan lalu rasa pusing pun menyerang. Dan pandangannya pun menggelap hingga pada akhirnya tubuhnya kini ambruk di lantai. Membuat kedua orang tuanya berteriak dan menghampiri anak semata wayangnya itu.
♥♡♥
"Assalamu'alaikum." salam Verro memasuki rumah Aretha.
"Wa'alaikum salam." jawab Sonia menghampiri Verro yang kini berada di ruang tamu.
"Ver, Aretha sakit." ucap Sonia dengan raut wajah khawatir.
"Sakit? Sakit apa Tan?" tanya Verro kaget.
"Demam. Biasa kalau kehujanankan Retha demam Ver." balas Sonia.
"Kamu lihat gih, di kamarnya. Bujuk jangan masuk sekolah. Tadi minta masuk sekolah, padahal tante larang." lanjut Sonia. Lalu Verro pergi ke kamar Aretha sesuai dengan permintaan Sonia.
Saat membuka kamar yang bertemakan biru itu, Verro melihat gadis yang terduduk di kasur. Gadis itu memegang kepalanya yang pusing. Serta suara bersin-bersin terdengar dari gadis itu. Gadis itu mencoba untuk berdiri, ia belum sadar akan kehadiran Verro di kamarnya. Saat Verro melanglahkan kakinya menghampiri gadis itu, tubuh gadis itu akan ambruk. Namun, dengan cepat Verro berlari ke arah gadis itu dan kini gadis itu dalam pelukan Verro.
"Kalau sakit jangan dipaksa masuk sekolah." ucap Verro.
Gadis itu mendongakan kepalanya dan menatap Verro. Mata mereka bertemu. Entah berapa detik mereka hanya saling memandang satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vriend [Selesai]
Teen Fiction#108 dalam sahabat [13/08/2018] #137 dalam sahabat [11/08/2018] #01 dalam Friendzone (24/02/2019) dari 11,7 ribu cerita [BELUM DIREVISI] Aretha Khanza Pramudita dan Adelard Verro Richardo bersahabat sejak berusia 10 tahun. Berawal dari Verro yang me...