"Jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Kamu boleh menangis hari ini. Menangislah sepuasnya. Tapi esok, kamu harus bisa tersenyum. Semangatlah, katakan pada dunia bahwa kau baik-baik saja."
Ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Semua di dunia ini tidak ada yang abadi. Datang lalu pergi. Meskipun kepergian pasti meninggalkan luka yang begitu menyakiti diri. Yang hanya bisa dilakukan adalah mencoba tuk mengikhlaskan.
Dua minggu telah berlalu semenjak kepergian Sonia. Aretha benar-benar terpukul. Ia bahkan mengurung diri di kamar selama seminggu. Tubuhnya kini terlihat begitu kurus. Mata yang menghitam akibat kurang tidur. Semangatnya hilang, semuanya telah hilang.
Aretha masih tak percaya, jika Sonia meninggalkan dia selamanya. Meninggalkan penyesalan yang begitu mendalam. Andai dulu ia tahu alasan Sonia berubah. Andai ia mencoba mencari tahu yang sebenarnya. Ia mungkin tak semenyesal seperti ini. Namun, ia tahu, kata andai tidak mampu mengembalikan semuanya.
Ia tak mengerti dengan hidupnya kini. Semua rasanya berjalan begitu cepat. Namun, ia tak bisa melupakan semuanya. Rasa sakit hatinya, luka di hatinya, serta rasa duka yang mendalam akibat kepergian ibunya.
"Tha, makan ya." ucap seseorang di belakang Aretha.
Aretha hanya diam dengan pandangan kosong. Duduk di pinggir kolam renang di rumahnya.
"Dari pagi lo belum makan, Tha." ucap orang itu lagi. Dan kini sudah duduk di samping Aretha dan ia meletakan nampan di sampingnya.
"Kemana sahabat gue yang bawel, yang cerewet, yang ceria. Gue kangen Aretha yang dulu. Kangen banget, Tha." ucap orang itu, dan tanpa sadar air matanya jatuh.
Aretha yang mendengar ucapan sahabatnya itu juga meneteskan air matanya. Lalu menoleh, melihat sahabatnya yang kini menangis menatapnya.
"Gak gue gak boleh nangis. Gue harus kuat untunk nguatin lo." ucap orang itu lalu menghapus air matanya.
"Mauren." panggil Aretha lirih.
Mauren memeluk sahabatnya itu. Aretha benar-benar mengindar dari semua orang semenjak kepergian sang ibu. Aretha hanya diam tak berbicara satu katapun. Dan Mauren baru mendengar suara Aretha hari ini.
Aretha kini menangis dipelukan Mauren. Meluapkan kesedihannya selama ini. Tak lama kemudian Bryna datang dan ikut memeluk Aretha.
"Kita semua sayang lo, Tha. Lo harus kuat. Ikhlaskan Tante Sonia ya." ucap Bryna.
Aretha melepaskan pelukannya lalu menatap kedua sahabatnya itu. Yang selalu datang menemuninya meskipun ia abaikan. Yang selalu menarwakan makan kepadanya meskilun ia tak akan memakannya. Yang selalu menyemangatinya meskipun ia terus saja diam.
"Makasih." ucap Aretha dengan suara serak habis menangis.
"Aretha gak boleh sedih lagi ya. Lo harus kuat. Lo tunjukin kepada semua orang lo baik-baik saja. Lo harus bahagia, Tha." ucap Bryna.
"Ikhlaskan yang telah pergi, Tha. Tante bakal sedih lihat lo kayak gini." ucap Mauren.
Aretha tersenyum tipis lalu menganggukan kepalanya pelan. Lalu ia menjawab, "Terima kasih."
"Udah gak ada sedih-sedihan oke." ucap Mauren.
"Dan lo harus makan, Tha. Lihat deh tubuh lo kering gitu. Jelek lo." sahut Bryna sambil terkekeh.
"Atau mandi dulu gih. Kayaknya lo gak mandi ya selama ini. Dekil banget." ucap Mauren juga terkekeh.
"Enak aja. Gue mandi tauk tiap hari." balas Aretha lalu cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vriend [Selesai]
Teen Fiction#108 dalam sahabat [13/08/2018] #137 dalam sahabat [11/08/2018] #01 dalam Friendzone (24/02/2019) dari 11,7 ribu cerita [BELUM DIREVISI] Aretha Khanza Pramudita dan Adelard Verro Richardo bersahabat sejak berusia 10 tahun. Berawal dari Verro yang me...