Vriend :: 23

15K 807 25
                                    

"Sebuah masalah datang tanpa diundang. Tiba-tiba hadir menghancurkan semua harapan. Membuat terluka dan meninggalkan rasa sakit yang menyakitkan."
-Aretha Khanza Pramudita-

"Gue di sini. Di belakang lo, memperhatikan lo yang mencintainya. Tapi lo, tak pernah menengok ke belakang, di sana ada orang yang mencintai lo seperti lo yang mencintainya."
-Unknown-

Aretha masih saja diam. Ia menatap Mauren seolah bertanya, 'gue harus jawab apa?' dan Mauren hanya mengedikan bahunya.

"Eh itu tadi gue mampir dulu. Di suruh Mamah nganter kue di rumah tante Gina." jawab Mauren sekenanya. Entah dari mana ia mendapat kalimat-kalimat itu. Seketika muncul saja diotaknya.

"Naik apa lo?" giliran Naufal yang bertanya.

"Naik taksi." jawab Aretha berbohong.

Mauren, Naufal dan Verro menatap ke arah Aretha. Mereka tak percaya dengan ucapan Aretha. Seperti ada yang di sembunyikan. Dan tatapan Verro jatuh ke mata Aretha yang sembab. Ia ingin mengajukan pertanyaan tapi tidak jadi karena guru yang mengajar sudah berasa di depan kelas.

***

Saat jam istirahat Aretha memilih ke perpustakan daripada ke kantin. Meskipun ia sendirian berada di perpustakan yang sepi, hanya beberapa orang yang suka membaca saja di sini. Aretha berdoa semoga saja tak ada tugas yang mengharuskan ke perpustakaan. Karena itu akan membuat perpustakaan ramai. Setidaknya untuk hari ini saja.

Aretha membaca sebuah novel bergenre fiksi remaja. Genre yang paling disukainya. Terkadang gadis itu ingin membaca genre horror atau fantasy agar ia tak terlalu menghayal tinggi tentang cinta. Namun, nyatanya Aretha gadis yang penakut. Gadis bawel itu takut dengan sesuatu yang berbau horror.

"Tha." panggil seseorang yang entah dari kapan duduk di depannya. Kemudian Aretha menatap seseorang yang berada di depannya itu.

"Lo kok gak ikut ke kantin?" tanya Aretha.

"Males, lo ngapain di sini?" balasnya.

"Naufal, coba deh lo baca di depan ruangan ini ada tulisan apa?" ucap Aretha.

"Hmm.. Ada tulisan perpustakaan." balas Naufal.

"Lo udah SMA bahkan sebentar lagi akan luluskan. Masa gak tahu orang ke perpustakaan ngapain. Masa iya ke perpus beli nasi uduk." balas Aretha kesal.

"Hahaha, lucu Tha. Astaga gue ngakak." ucap Naufal dan tertawa.

"Gak jelas lo, sana deh jauh-jauh dari gue." balas Aretha sambil mengibaskan tangannya mengusir cowom itu.

"Nanti kalau gue beneran pergi lo kangen lagi. Nangis-nangis manggil nama gue." ucap Naufal sambil terkekeh.

"Najis."

Setelah menjawab dengan kesal Aretha melanjutkan membaca buku lagi. Dan tanpa Aretha sadari Naufal memperhatikannya dengan senyum yang tak pudar.

"Lo baca apa sih, Tha?" tanya Naufal sambil mengambil novel yang Aretha baca. Membuat gadis itu melototkan matanya ke arah Naufal.

"Fal gak usah usil deh." ucap Aretha marah.

"Wih romantis banget ya ceritanya. Coba aja di dunia ini ceritanya seromantis novel-novel ya, Tha." ucap Naufal sambil membaca novel itu.

"Di dunia nyata gue mah adanya cuma sakit, Fal. Terkadang gue bertanya. Kapan sih gue bahagia?"

"Suatu saat nanti, Tha." balas Naufal sambil tersenyum.

"Luka yang sekarang lo rasakan akan berganti bahagia suatu saat nanti. Meskipun kehidupan kita tak seindah di novel-novel. Setidaknya kita harus bersyukur, kita masih bisa bernafas. Yakinlah lo akan bahagia seperti diakhir novel itu. Namun, yang harus lo tahu. Semua gak semudah itu. Berjuanglah dulu." lanjut Naufal. Membuat Aretha menatap Naufal dan mendengar setiap kata yang terucap dari bibir cowok itu.

Vriend [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang