Sebelumnya maaf jika ada typo ataupun kalimat yang gak nyambung, soalnya aku revisinya cuma sekali dan itupun juga asal-asalan😂
Gak tau kenapa lagi badmood terus. Juga badan lagi gak sehat😪
Happy reading
"Ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan. Dan perpisahan pasti akan meninggalkan luka yang menyakitkan."
♥♡♥
Beberapa bulan kemudian
Senja kini berganti malam. Terlihat ribuan bintang yang hiasi kegelapan malam. Serta rembulan yang menerangi malam hari ini. Di sana di bawah ribuan kilauan bintang yang indah itu, ada seorang gadis yang menunggu salah satu dari ribuan bintang itu jatuh. Berharap satu permintaannya bisa terwujudkan.
Entah sudah berapa hari, berapa minggu, berapa bulan, gadis itu selalu terduduk di sana. Di sebuah bangku taman. Rasanya seperti sudah menjadi kebiasaan. Duduk di sana, menikmati gelap malam yang terhiasi bintang, serta rasa sunyi yang akan mengerti akan kesedihan yang mendalam.
Di waktu seperti ini, taman itu telah sepi. Mana ada yang mau ke sana di saat waktu menunjukan pukul 02.00 dini hari. Mungkin, hanya gadis itu. Gadis yang selalu terbangun dari tidurnya di tengah malam. Atau bahkan tak bisa tertidur sama sekali.
Gadis itu memejamkan matanya. Menghembuskan nafas perlahan. Air matanya menetes di wajah cantiknya. Rambutnya yang terurai berterbangan tertepa angin malam. Ia masih memejamlan matanya, berharap, semua yang ia alami selama ini hanya mimpi semata.
"Aretha." panggil seseorang di belakang gadis itu. Merasa dipanggil gadis itu pun menoleh ke belakang.
"Di sini dingin, masuk yuk." ucap seseorang itu. Aretha tak menjawab, ia bangkit dari duduknya lalu berjalan melewati seseorang itu.
Aretha memasuki sebuah ruangan yang selama hampir 3 bulan ini menjadi rumah keduanya. Hampir setiap hari, ia menghabiskan waktunya di sana. Menemani orang yang sangat di sayanginya terbaring lemah dengan berbagai alat yang tak diketahuinya.
Aretha menoleh ke sebuah sofa, di sana ada sang Papah yang tertidur. Gadis itu lalu duduk di sebua kursi tempat orang yang di sayanginya terbaring di sana. Aretha menggengam tangan orang itu.
"Cepat sembuh, Mah. Retha kangen Mamah." ucap Aretha lalu mengecup tangan Sonia.
"Tha." panggil seseorang yang dari tadi hanya memperhatikan Aretha dari pintu.
"Lihatlah lo sekarang, lo tuh harus jaga diri lo." lanjut orang itu.
Aretha tahu, sekarang dirinya berbeda. Tubuhnya kurus mata yang menghitam. Benar-benar berbeda dari Aretha yang dulu ceria.
"Hmm." balas Aretha tanpa melihat seseorang itu.
"Tha,--"
"Udah deh, Fal. Gue tahu kok. Lo udah ngomong itu udah ratusan kali. Lo, Mauren, sama Bryna gak usah nemenin gue di sini. Terima kasih selama ini kalian selalu menemani gue." potong Aretha sambil melihat ke arah orang itu.
"Tha, kita sahabat lo. Udah seharusnya ki--"
"Naufal, sudah cukup. Ini yang terakhir lo nemeni gue di Rumah sakit jaga Mamah. Bukan hanya lo, Mauren sama Bryna juga. Gue tahu kok kalian melakukan semua itu tulus. Tapi, kalian juga harus jaga kesehatan. Kalian. Sebentar lagi Ujian Nasional. Gue gak mau kalian sakit." potong Aretha lagi.
"Oke, tapi lo juga harus janji. Lo bakal jaga kesehatan lo. Lo juga mau Ujian Nasional, Tha." balas Naufal sambil menyilangkan kedua kengannya.
Aretha membalas dengan anggukan kepala. Memang, selama ini Naufal, Mauren dan Bryna bergantian menemani Aretha yang menjaga ibunya. Mereka yang selalu menyemangati Aretha selain Brian.
Entah sudah berapa bulan Sonia koma. Entah sudah berapa liter air mata yang dikeluarkan Aretha. Aretha selalu di rumah sakit menemani sang Mamah. Selalu setia menggengam tangannya. Berharap ada sebuah keajaiban, Mamahnya sadar.
Tentang, Verro. Cowok itu sampai sekarang belum berbicara dengan Aretha. Lebih tepatnya, Aretha selalu menjauhi Verro. Aretha sangat kecewa dengan sikap Verro veberapa bulan yang lalu.
♥♡♥
Ujian Nasional telah berakhir, tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Sekarang Aretha sedang berjalan menuju ruangan Mamahnya dengan membawa sebuket bunga. Sesampainya di tempat yang dituju Aretha langsung duduk di kursi.
"Selamat Siang, Mah. Hari ini Aretha bawa bunga kesukaan Mamah. Mah, Aretha hari ini sudah selesai Ujian Nasionalnya. Doakan Retha lulus ya, Mah." ucap Aretha.
"Mamah cepat bangun, Ya. Nanti Mamah bisa bantu Aretha milih universitas dan jurusan apa. Mamah tahukan Aretha susah banget milih, jurusan. Mamah cepet bangun, Yah. Aretha kangen." Lanjut Aretha lalu menghapus Air mata yabg tak sadar menetes.
"Aretha, sayang Mamah."
"Aretha." panggil seseorang yang baru memasuki ruanga. Itu membuat Aretga menoleh.
"Papah." panggil Aretha balik.
"Bagaimana ujian nasionalnya?" tanya Brian sambil menghamliri Aretha.
"Lancar, Pah. Sepertinya." balas Aretha.
"Kok sepertinya? Yang yakin dong."
"Lancar, Papah." ucap Aretha.
"Nah gitu dong baru anak Papah." balas Brian sambil mengusap rambut anak semata wayangnya itu.
"Kak Aretha." pangil seseorang yang memasuki ruangan itu.
"Ada apa Ara?" tanya Aretha.
"Gimana kak ujiannya? Lancarkan? Ara belum ujian nih, duh rasanya lebih grogi daripada ketemu doi." ucap Ara dengan sifat sepeeti biasanya.
"B aja kali, Ra." balas Aretha sambil tersenyum tipis. Sangat tipis.
"Kak kalau senyum tuh yang ikhlas. Kakak jarang senyum tau. Kak Aretha cantik kalau senyum. Iyakan, Om?" ucap Ara lalu bertanya ke Brian.
"Iya bener banget, Ra. Tuh kakak kamu tuh kalau disuruh senyum sekarang susah. Jelek banget ya." sahut Brian.
"Tuh kan, Om Brian aja setuju kak." ucap Ara.
"Bagaimana bisa aku senyum. Saat melihat orang yang paling aku sayang terbaring lemah di sini." balas Aretha lirih.
"Kak jangan sedih dong." uvap Ara lalu memeluk Aretha.
"Aku rindu, Mamah." balas Areyha yang kini sudah terisak.
"Sonia." panggil Brian kaget aaar mengwtahui sang istri kini telah membuka matanya. Aretha yang memdengar Papahnya memanggil mamahnya pun menoleh ke arah sonia.
"Mamah, Mamah udag bangun? Aretha kangen Mamah." ucap Aretha dan Sonia pun tersenyum.
"Aretha maafin, Mamah. Brian Maafin aku." ucap Sonia lirih.
"Brian jaga Aretha. Jangan sampai dia menangis. Aretha sayang, jangan sedih ya. Mamah akan sedih jika Aretha sedih. Jaga diri baik-baik ya." lanjutnya.
"Mamah." panggil Aretha.
"Aretha sayang Mamah."
"Mamah juga sayang Aretha. Sayang kalian semua." ucap Sonia sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
Aretha yang melihat itu menangis. Mengguncang-guncangkan tubuh Sonia. Brian pun ikut menangis. Aretha benar-benar tak menyangka jika Mamahnya akan pergi secepat ini. Jujur ia belum sangat siap ditinggalkan. Ia rindu bercerita keluh kesahnya ke Mamahnya. Rindu dihibur ketika sedih. Rindu dengan saran-sarannya. Rindu pelukan hangatnya. Rindu senyum mamahnya yang selalu membuatnya semangat. Aretha terisak dipelukan Mamahnya untuk terakhir kalinya. Tubuh Aretha serasa lemas. Lalu tubuhnya tiba-tiba ambruk. Ia pun tak sadarkan diri.
♥♡♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Vriend [Selesai]
Teen Fiction#108 dalam sahabat [13/08/2018] #137 dalam sahabat [11/08/2018] #01 dalam Friendzone (24/02/2019) dari 11,7 ribu cerita [BELUM DIREVISI] Aretha Khanza Pramudita dan Adelard Verro Richardo bersahabat sejak berusia 10 tahun. Berawal dari Verro yang me...