"Jangan makin perhatian dong, nanti gue tambah sayang, eh nyaman maksudnya."
-Aretha Kanza Pramudita-Aretha mematung di tempat. Tubuhnya sulit tuk digerakan. Dia bahkan tak mampu menatap mata yang menatapnya bingung itu. Sedangkan seseorang yang di depannya, juga belum membuka suara. Dan pada akhirnya mereka saling diam dengan pikiran masing-masing.
"Lo kenapa?" tanya seseorang itu.
"Hah?" Aretha tersadar dari lamunannya.
"Lo kelihatan pucat sejak tadi. Lo sakit?"
"Nggak kok." jawab Aretha.
"Beneran? Ke UKS aja ya, kalau lo gak enak badan. Gak usah dipaksa."
"Gue gak papa kok. Ke kelas yuk." balas Aretha lalu berjalan menuju ke kelas.
Sesampainya di kelas. Aretha lebih banyak diam. Tidak seperti biasanya, yang selalu bicara tanpa henti. Kepalanya kini dipenuhi hal-hal yang mengganggu pikirannya. Bahkan, saat waktu istirahat dia menyendiri di perpustakan.
Mauren, sahabat Aretha itu bingung dengan tingkah Aretha hari ini. Dan dia yakin, dengan pemikiranya. Tentang penyebab keterdiaman Aretha. Mauren mengerti apa yang dirasakan sahabatnya itu.
Sedangkan Verro, ia lebih memilih diam dan memperhatikan Aretha. Ia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Ia tak tahu, penyebab Aretha yang tak seperti biasanya hari ini. Aretha yang selalu bawel, tiba-tiba diam.
Hingga akhir pelajaran, Aretha masih saja tak bersuara. Hingga kini ia sudah berada di mobil Verro. Verro sejak tadi hanya melirik gadis yang duduk di sampingnya. Gadis yang kini sedang melamun menatap ke arah luar. Verro hendak bersuara, namun mulutnya entah mengapa enggan tuk terbuka. Sampai akhirnya mereka sama-sama diam hingga sampai ke rumah masing- masing.
Aretha menghela nafas setelah memasuki kamarnya. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya ke kasur. Matanya menatap langit di kamarnya. Lalu memejamkan mata sejenak. Hingga sebuah suara yang memanggilnya, membuatnya langsung terduduk.
"ARETHA." teriak seseorang.
Aretha berjalan menuju balkon di kamarnya. Sesampainya di luar dia melihat seseorang yang selalu mengganggu fikirannya berdiri di sebrang sana. Balkon ini bersebrangan dengan balkon di kamar seseorang yang memangilnya itu.
"Apa?" balas Aretha malas sambil menatap cowok yang kini berdiri di sebrang sana.
"Katanya mau diajarin main basket." ujar cowok itu.
"Oh iya, lupa. Tapi gue malas Ver, ngantuk pengen tidur."
"Tadi siapa ya yang mengeluh soal pelajaran olahraga. Kalau mau bisa ya jangan malas lah."
"Iya-iya gue ganti baju dulu." balas Aretha.
"Gue tunggu di tempat biasa." ucap cowok itu lalu masuk ke dalam kamarnya.
Begitu juga dengan Aretha, gadis itu berjalan memasuki kamarnya. Kemudian ia berganti baju. Setelah berganti baju ia berjalan keluar rumah. Dan sesampainya ia di depan pintu rumahnya, dia bertemu dengan seorang wanita paruh baya.
"Mau kemana Tha?" tanya wanita itu.
"Mau main basket sama Verro Mah." jawab Aretha lembut.
"Kamu udah makan? Makan dulu gih."
"Belum laper Mah, nanti aja. Assalamu'alaikum Mamah." ucap Aretha lalu pergi berjalan menuju ke rumah Verro yang berada di samping rumahnya.
"Assalamu'alaikum." salam gadis itu ketika memasuki rumah besar itu.
"Wa'alaikum salam." jawab seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di sofa di ruang keluarga.
"Tante Vira, Aretha main basket sama Verro dulu ya Tan." ucap gadis itu.
"Iya Tha, Verro udah nungguin kamu dari tadi." balas Vira.
Aretha kemudian berjalan menuju belakang rumah Verro. Di belakang rumah cowok itu memang ada lapangan basket yang tak terlalu besar. Karena hobby cowok itu yang suka bermain basket, Ayahnya membuatkan lapangan basket kecil di belakang rumah itu.
Aretha sangat menyukai tempat ini ketika sore hari. Suasana yang sejuk, nyaman, dengan pepohonan yang hijau membuat tempat ini asri. Aretha menghentikan langkahnya ketika melihat seseorang yang kini sedang mendribbel bola di sana.
"Lo ngapain diam di situ?" tanya seseorang itu menghentikan aktivitasnya dan menatap gadis itu.
"Eh ayo mulai, ajarain sampai bisa ya." balas Aretha lalu berjalan ke arah cowom itu.
"Kita mulai dasarnya dulu ya, gini..." cowok itu melatih Aretha dengan sabar. Meskipun, Aretha selalu salah dalam memainkan bola basket itu.
"Verro gue capek." ucap Aretha lalu duduk di bawah.
Verro terkekeh pelan lalu berjalan ke arah kursi panjang yang tak jauh dari sana. Ia mengambil sebotol air minum yang ada di sana dan juga sebuah handuk kecil. Kemudian ia berikan kepada Aretha.
"Nih minum dulu." ucap Verro sambil menyerahkan sebotol air putih itu. Dengan cepat Aretha mengambilnya lalu meminuknya.
Verro duduk di samping Aretha. Ia terkekeh melihat Aretha yang kini meminum air putih itu hingga hampir habis. Aretha meletakan botol air minum itu di sampingnya. Setelah itu menghapus keringat yang membanjiri tubuhnya.
Verro menahan tangan Aretha yang ingin menghapus keringatnya. Kemudian tangan Verro yang membawa handuk kecil tadi terulur ke arah gadis itu. Dengan pelan-pelan ia menghapus keringat di wajah gadis itu.
Aretha terdiam, matanya kini menatap wajah Verro yang hanya beberapa senti dari pandangannya. Rasanya, tubuhnya kini tak bisa digerakan. Tiba-tiba ia susah untuk bernafas.
"Lo sepertinya lelah banget." ucap Verro membuyarkan lamunan Aretha.
"Eh Iya, lelah." jawab Aretha dengan suara bergetar, menahan kegugupannya.
"Yaudah kapan-kapan gue ajarin lagi, sebelum pelajaran olahraga."
"Tapi maunya bisa sekarang Ver." ucap Aretha lalu menundukan wajahnya.
Verro menghela nafas, lalu meraih wajah Aretha. Membuat mereka saling menatap. Dengan kedua telapak tangan Verro yang berada di kedua pipi tembem gadis itu. Namun, Aretha tak sanggup menatap mata itu. Membuat ia menatap ke arah lain.
"Lihat gue." ucap Verro.
Dengan ragu-ragu ia menatap Verro. Kini sepasang mata Verro bertemu dengan sepasang mata Aretha.
"Semua butuh proses Tha. Gak mungkin apa yang lo inginkan langsung terjadi. Jangan menyerah. Lama-lama nanti lo juga bisa." ucap Verro.
"Hidup ini gak seperti mie instan. Yang secara singkat, bisa langsung jadi dan enak dimakan. Semua butuh proses. Jika mau yang terbaik, maka berusahalah. Dan yang terpenting, jangan menyerah." lanjut cowok itu.
Aretha terdiam menatap sepasang mata itu. Kata-kata Verro membuatnya teringat akan hidupnya kini. Dan sebuah pertanyaan muncul dalam pikirannya. Apakah ia akan mendapatkan apa yang dia inginkan, setelah menunggu bertahun-tahun?
"Ayo balik ke rumah. Udah hampir magrib." ucap Verro lalu bangkit dari duduknya dan diikuti Aretha.
"Makasih Ver." sahut Aretha.
Cowok itu membalas dengan sebuah senyuman manis yang jarang ia tampilkan untuk semua orang. Sebuah senyuman yang membuat jantung gadis itu semakin berdetal kencang. Kemuadian cowok itu mengacak rambut Aretha.
"Verro, rambut gue acak-acakan nih." ucap Aretha kesal.
Verro terkekeh pelan.
"Buruan pulang, terus mandi. Lo bau banget." balas Verro lalu berlari memasuki rumahnya.
"VERRO NYEBELIN, LO LEBIH BAU." teriak Aretha kezal.
***
24 Januari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Vriend [Selesai]
Teen Fiction#108 dalam sahabat [13/08/2018] #137 dalam sahabat [11/08/2018] #01 dalam Friendzone (24/02/2019) dari 11,7 ribu cerita [BELUM DIREVISI] Aretha Khanza Pramudita dan Adelard Verro Richardo bersahabat sejak berusia 10 tahun. Berawal dari Verro yang me...