Merepotkan. Itulah yang kupikirkan ketika Aku melihat remaja-remaja yang bercanda ria.
Pertemanan adalah sebuah hal yang sangat merepotkan. Itulah mengapa Aku, yang sekarang kelas satu SMA memilih untuk menyendiri.
Tidak seperti orang-orang yang selalu berkumpul tiga meja disampingku.
Mereka merupakan sebuah eksistensi yang dipanggil dengan sebutan "murid SMA normal." Selalu membicarakan hal-hal yang tidak penting seperti selebritis, lagu hits atau apalah itu.
Sebenarnya aku tidak peduli, tapi suara mereka ketika berbicara terlalu keras sampai-sampai aku pikir mereka mempunyai gangguan pendengaran.
"Haa..." Aku menghela nafas pelan. Biarlah, jika Aku berdiri kemudian menghampiri mereka agar diam Aku hanya akan menjadi sebuah bahan ejekan.
Aku kembali membaca buku.
Sebuah suara tawa terdengar jelas seperti suara guntur di siang hari yang tenang.Aku hampir saja terjatuh dari kursi karena kaget. Benar-benar deh, Aku membatin.
Jika itu yang dipanggil dengan murid SMA normal maka monyet pelolong juga termasuk murid SMA normal. Apakah mereka sengaja melakukannya agar Aku pergi dari kelas?
Aku beruntung, bel tanda masuk berbunyi. Aku menutup buku lalu memasukkannya kedalam tas.
Akhiri hari ini dengan cepat, Aku berharap dengan sungguh-sungguh. Tentu saja itu tidak terwujud. Aku melihat jam tanganku, tiga jam lagi ya.
Aku menghela nafas lagi. Entah yang ke berapa kali hari itu. Aku akhirnya pasrah dan mengikuti pelajaran.
Setelah hampir tiga jam pelajaran, bel tanda pulang berbunyi. Aku merapikan mejaku dan segera pulang.
Aku tidak mau berada disini lebih dari yang dibutuhkan. Sambil membaca sebuah buku Aku melangkahkan kakiku ke rumah.
∅*****∅
Rumahku terletak agak jauh dari sekolah. Aku menguap sedikit. Hidupku memang agak membosankan. Mungkin kehidupan seekor kucing lebih menyenangkan daripada hidupku.
Aku berjalan sendirian. Toko-toko mulai sepi. Jalanan terlihat lenggang. Tidak ada siapa-siapa selain diriku.
Aku masih tenggelam dengan bukuku saat aku mendengar suara dari sebuah gang didepanku. Aku menutup buku lalu perlahan mendekati gang itu.
"Dasar cewek sialan!" Aku mendengar suara seorang laki-laki.
"T-tidak! Aku minta maaf." Suara seorang perempuan terdengar dari gang. Apakah ini penindasan?
"Bos, bagusnya Kita apakan Dia?" Sebuah suara lain? Berarti lebih dari satu?
Aku melihat ke arah gang. Ada tiga orang. Dua orang laki-laki terlihat sedang menyudutkan seorang perempuan. Jadi ini benar-benar penindasan ya?
Aku harus melakukan sesuatu. Aku berjalan menghampiri mereka.
"Maaf, bisakah kalian berhenti menakuti perempuan itu?" Tanyaku.
Mereka bertiga menatapku. Terlebih lagi yang laki-laki menatapku dengan tajam. Menakutkan.
"Hah?!? Kau mau bersikap keren bocah!?" Salah satu dari mereka menanyaiku. "Pergi jika kau tidak mau mati!"
Aku membalikan badan lalu berjalan menjauhi mereka. Aku berdiri didepan gang lalu menarik nafas dalam-dalam.
"Paman! Tolong! ada perampokan!" Teriakku dengan keras. "Mereka kesini lho."
"O-oi!? Dasar bocah sialan!? Bos ayo cepat kita pergi." Laki-laki yang tadi menanyaiku panik.
"Iya, Awas kau bocah!" Mereka segera berlari pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Neighbour Vol.1 [End]
Romance[Belum direvisi] [Typo, Plot hole ada dimana-mana, mohon pengertiannya] Setelah Menyelamatkan seorang gadis, Aku mengetahui bahwa Dia adalah tetangga baruku yang akan bersekolah denganku. Terlebih lagi, Dia sekelas denganku?! Apa-apaan setting klise...