Chapter 3

11K 573 12
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Chapter Tiga

Aku pikir aku sudah pingsan. Apalagi ketika bibirnya naik ke sepanjang daguku, ke sudut bibirku, membuat cecapan-cecapan kecil yang begitu sensual. Sejujurnya, aroma tubuhnya benar-benar memabukkan, parfum aftershave, aroma wine, bahkan mint yang bercampur menjadi satu. Aku bisa saja seperti ini untuk selamanya.

"Aku tidak mau terburu-buru sebenarnya," ia membuyarkan fantasi di kepalaku. "Kita harus memanaskan suasana dahulu." Tangannya meraih tanganku lalu ia menarikku untuk mengikutinya keluar dari tempat ini. Di tengah malam ini, orang-orang semakin padat, Xander menghentikan langkahnya di tengah-tengah lantai dansa. Dia mulai menaruh kedua tangannya di pinggangku. "Ikuti musiknya."

Melanie tidak pernah mengizinkanku untuk pergi ke klub lagi setelah ini, atau untuk seumur hidupku. Tapi aku tidak peduli, aku belas menaruh tanganku di bahunya, lalu mendekap lehernya seiring tubuh kami yang bergerak. Mulanya tarian kami begiiu pelan, sampai aku bisa menghirup lekukan lehernya, seperti yang ia lakukan padaku, dan ia mengusap punggungku. Namun kelamaan, musik semakin memuncak di udara, dia pun mulai bergerak lebih lincah, dan aku pun hanya bisa mengikutinya.

"Kau menyukainya?"

Aku hanya mengangguk cepat, menggoyangkan pinggulku lantas menyandarkan punggungku di depan tubuhnya, dan tertawa pelan.

"Sayang, yah, gerakan tubuhmu," ia mendesah, seiring tubuhku terus bergerak di hadapannya. "Shit—apa kau coba menggodaku? Hah?"

Aku hanya balas tertawa, mulai membalikkan badan lagi lalu merangkul lehernya. "Mereka salah."

Ia mengangkat satu alisnya.

"Kau ternyata bukan biang masalah seperti yang mereka katakan," ia masih menungguku. "Ternyata kau lebih dari itu. Kau benar-benar," aku mengecup rahangnya. "Masalah yang besar."

"Apa kau menyukainya?"

"Aku belum tahu," kataku, setengah menyeringai.

*

"Apa kau tidak pernah minum?" Xander bertanya ketika kami duduk di depan bar yang lebih luas. Kepalaku berputar, ini gelas ketiga, dan setiap kali aku meneguknya rasanya aku menenggak bara api sekaligus. "Aku tidak tahu, ada gadis di New York yang belum pernah minum."

Aku hanya terkekeh, meratapi gelasku kemudian mengarahkan padanya. "Apa aku gadis yang ... aneh?" tanyaku dengan suara tawa samar. Kepalaku kembali berputar, "Apa setiap gadis maksudnya yang selalu berkencan padamu selalu—" gelas tadi seperti pesawat terbang ketika aku mengangkatnya tinggi? Atau aku benar-benar memgeang pesawat? "Apa mereka begitu ahli ... minum?"

Xander menarik tanganku, membuatku menghadap padanya. "Kalau kau tidak terbiasa minum, aku mengarti," ia menaruk gelas di tanganku, calon keempatku, "Tidak perlu ..."

Rogues (2017) ✔ (Akan Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang