(there's a mature content)
Ternyata klub ini lumayan besar. Menyusuri lorong, kami pun sampai di aula yang lebih besar, dengan lebih banyak orang, dengan hiburan yag lebih banyak lagi. Aku masih menatap Xander mempertanyakan apa maksudnya.
"Aku juga bisa menyewa gadis untuk menari striptease untukku," gumamnya dengan lirikan jahil.
"Kau gila. Jangan berani—"
Beberapa pria menghampiri Xander, tersenyum padanya, sewaktu mereka hendak berbisik sesuatu, mereka mendapatiku. "Wah, gadis yang mana lagi ini, Alfonso?"
"Ah, ini gadisku," Ia mengangkat genggaman tangan kami. Tipe pamer. Padahal sejak kapan kami berpacaran? "Apa semuanya sudah berkumpul?"
"Apa kau gila? Kau membawa gadismu tapi..."
"Gadisku yang justru penasaran," umumnya, membuat wajahku panas. Apa-apaan itu? "Dia ingin tahu agenda kita, semacam membongkar rahasia antara pasangan."
Mereka tertawa cukup keras, kemudian menunjukkan jalan pada kami. Jujur saja, aku jadi merinding sendiri. "Kau tidak berniat mengotori mataku kan?"
"Kalau aku yang mau mengotorimu bagaimana?"
"Dasar gila!" Aku menggeram pelan. "Dengar, kalau aku sampai mendapati benar-benar ada wanita seperti yang kau bilang, jangan pernah datang ke tempatku lagi, jangan pernah menghubungi Melanie, dan jangan pernah mengatakan kau adalah kekasihku, mengerti? Aku bahkan akan menendangmu setelah ini!"
Xander justru menunjukkan ekspresi gelinya. "Wah, itu sangat manis, sayang." Ia lantas menarikku untuk memasuki tirai besar itu dimana semua orang sudah berkumpul di sofa panjang. Aku seperti merasakan dejavu, ini persis seperti waktu pertama kali bertemu. Xander menarikku duduk ke dekatnya, setelah satu pria ikut masuk sendirian, dan beberapa gadis mulai berteriak dengan heboh. Dari arah tirai lain, mereka memainkan musik yang lebih keras.
Orang di sebelah Xander nampak tertawa keras. "Kau membawa siapa?"
"Kekasihku, jangan macam-macam," ancamnya dengan seringai kecil. Kemudian aku fokus pada apa yang di hadapan kami. Ketika beberapa gadis mulai berpakaian tidak senonoh masuk, hanya mengenakan pakaian dalam dengan jubah trasparan, mataku sudah terasa panas. Aku membuka mulutku, ketika Xander menoleh, dengan wajah tanpa bersalah. "Rileks, sayang."
"Ini?"
Xander menyandar di sofa, ketika kerumunan gadis-gadis itu mulai bergoyang liar, menunjukkan kemolekan tubuh mereka. Bahkan di antara mereka secara seduktif mulai melepas bra serta celana dalam tipis mereka, menunjukkan buah dada yang padat serta pusat sensitif mereka yang sengaja dipamerkan secara terbuka itu. Aku tidak dapat menahan umpatan kasarku."Sial!"
"Aku takkan mengizinkan kau seperti itu." Artmosfir di sini mendadak semakin panas, ketika mereka semua kompak untuk melepas seluruh pakaian, membuat semua orang bersorak sedangkan aku coba mengalihkan pandanganku. Apalagi para laki-laki pun tidak mau kalah, ada yang datang dari tirai lain dengan bertelanjang dada atau pun yang bangkit dari sofa.
Xander menjadi salah satunya, yang hendak bangkit mendekati penari-penari yang sudah melucuti pakaiannya itu.
Aku melotot berang. "Jangan berani-berani," Aku meremas pahanya, menahannya.
"Sayang, kenapa begitu tegang? Aku hanya akan menyapa mereka. Ini pesta yang menyenangkan."
"Aku memperingatimu!"
"Kau tidak senang?"
Aku terkekeh kering. "Kau pikir aku senang?" Setelah kulihat lagi, beberapa penari itu mendekati kami, aku betul-betul membelakangi mereka untuk menghadap lurus pada pria di hadapanku. "Kita. Pergi dari sini. Atau aku akan benar-benar tidak menganggapmu ada."
Xander terlihat tersinggung. "Kau sangat kejam. Apa kau tidak suka aku bersenang-senang," Ia mengigit bibir bawahnya dalam. "Lihatlah, gerakan tubuh mereka..." Ia melenguh pelan.
Aku cepat menutup mata Xander, membuatnya tertawa, kemudian aku menariknya bangun. Tapi tidak, ia malah mendorongku, menuju tempat di mana para penari itu mengerumuni kami. Demi Tuhan! Tidak ada yang lebih menjijikkan daripada semua ini. Xander menaruh tangannya di pinggangku, menggerakkan bokongku ke kanan dan kiri seiring cekikan para gadis ini memenuhi telingaku. Aku mengucurkan keringat, apalagi para pria itu tersenyum sinis padaku.
"Aku mau pulang."
"Apa kau mau melakukannya hanya denganku?" tanya Xander. Apa dia tidak menyadari bagaimana wajahku sekarang? Aku betul-betul malu, merah padam, dan aku merasa aku benar-benar berada di neraka dikerumuni oleh orang-orang ini. "Sayang...jawab aku."
Kulihat Xander mulai melempar senyuman menggoda kepada satu gadis berambut pendek terdekat kami. Gadis itu membelai sisi tubuh Xander sampai tubuhnya berjongkok di depan kami. Aku benar-benar panas dingin menyaksinya, apalagi gadis itu mengigit bibir bawahnya dalam dengan tangan membelai dada serta bagian dalam pahanya sendiri.
"Xander.. kau ingin melihatku marah? Aku ingin.."
Gadis itu mendesah, semakin liar menyentuh tubuhnya sendiri sampai aku perlu menahan napasku.
"Baiklah, cukup untuk malam ini."
Beberapa pria menyoraki kami ketika kami sudah keluar darI bagian penari itu. Si gadis berambut pendek hendak mengikuti kami, masih dengan kabut gairah melingkupinya. Ia pun hendak meraih bahu Xander, membuatku ingin sekali memukul kepalanya.
"Maaf, sayang," ucap Xander seraya mengecup pipi gadis itu, lalu beralih padaku. "Aku sudah ada jadwal dnegan kekasihku." Akhirnya, kami benar-benar keluar, denganku yang berkeringat hebat. Xander mengetahui itu, dia langsung mengusap keningku, membuatku menepis tangannya cepat. "Kau baik-baik saja, baby?"
"Ini sama sekali tidak lucu."
Xander menarik senyum. "Aku tidak menginginkan kau tertawa, aku menginginkan kau menikmatinya."
Aku menghempaskan tangannya lagi, kemudian coba berjalan mendahuluinya.
"Reene!"
"Jangan bicara kepadaku," Entahlah, aku tidak emngerti, aku hanya ... astaga, ini adalah mimpi buruk. Berntung, aku bisa mengingat jalan yang sempat Xander ambil sewaktu masuk ke sini sehingga aku pun terbebas dari tempat tersebut, lantas bernapas pelan. Xander mendekapku dari belakang, menempelkan tubuhnya di punggungku, mengunciku dalam kungkungannya. "Xander..."
"Maaf."
"Aku tidak senang kau seperti ini, kau pikir kau bisa mengoroti matamu seperti itu? Apalagi gadis itu..." Aku berbalik padanya, mendongakkan wajahnya. "Aku. Tidak. Suka."
Xander mengangguk kepala, menyapukan bibirnya di kelopak mataku. "Aku hanya mencoba mengujimu," Ia pun mengecup sudut bibirku. "Aku ingin tahu bagaimna reaksimu."
"Aku sama sekali tidak menyukainya."
"Dan itu bagus," Xander berbisik lembut. "Artinya kau peduli padaku, artinya kau menginginkanku." Ia pun cepat membopong tubuhku menuju salah satu mobil terdekat. Beberapa orang memperhatikan kami tapi aku tidak mau ambil pusing, Xander sudah melumat bibirku lantas mendudukkanku di kursi belakangnya. Dia mendorongku masuk, hingga kami sama-sama memojokkan diri di kursi belakang.
Aku terengah-engah sampai akhirnya, aku mencoba menatap matanya, yang berkilat.
"Aku hanya menginginkamu, Reene, tidak pernah sebesar ini," katanya berupa erangan pelan.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogues (2017) ✔ (Akan Diterbitkan)
RomanceDemi mendapatkan uangnya kembali, Reene rela melakukan apapun. Mulai dari mencari sosok Matt, si kekasih kakaknya yang terkenal brengsek, sampai mendatangi klab tersohor di kota bernama Rogues. Namun, siapa sangka karena tindakan nekatnya tersebut...