CHAPTER DUA
Xander pun berdeham pelan. Dia menundukkan wajahnya untuk beberapa saat, membuatku berdebar di tempat. Astaga, apa yang sedang ia pikirkan..
"Mengapa kau bertanya, huh?" Nada bicaranya berubah ketus. Aku hanya dapat membasahi bibirku dalam sesaat dia menatapku lurus. Xander yang semula manis kepadaku, berubah tajam seperti sekarang.
Astaga, pria ini..
Aku mengangkat daguku tinggi. "Mengapa aku tidak boleh tahu? Mengapa kau dapat mencampuri segala urusanku sedangkan untuk urusanmu aku perlu repot meminta izin dan ...." Aku kehilangan napasku. Mengapa aku peduli? Ah ya, karena aku sudah sejauh ini, karena kami sebelumnya bertengkar karena masalah Leonard dan sejujurnya ... aku penasaran. "...mengapa kau jadi berubah dingin seperti ini kepadaku? Kau terganggu?"
Xander tergelak pelan. "Aku? Terganggu? Tidak tentu saja, untuk apa aku terganggu? Ini hanya bahasan konyol, dan aku benar-benar tidak habis pikirkau akan mengulasnya."
"Dan inilah alasan mengapa aku belum menerimamu," aku berucap cepat.
Xander mengerjap di tempatnya. terpaku.
"Kau membuat jarak, Xander. Kau tidak mau urusanmu dibahas olehku padahal .. aku perlu tahu," kataku berubah lirih. Begitu banyak berita mengenai Xander—kebanyakan buruk, itu jelas—tapi seberapa banyak yang aku ketahui dari dirinya? Nol besar. Sekarang aku merasa hubungan ini timpang—ah ini bahkan tidak terasa seperti hubungan nyata. "Aku perlu tahu."
"Baiklah," sahutnya kemudian. "Aku akan membahasnya tapi hanya jika kau tinggal bersamaku selama yang aku mau, deal?" ia mengangkat satu alisnya, menantangku.
"Oke!" Aku memekik cepat lantas menjabat tangannya. Hish, pria ini memang tidak mau rugi. Aku mendelik dalam kepadanya. "Kau akan menyesal meminta untuk tinggal denganku."
Ia menjabat tanganku dengan kekehan pelan. "Kau akan tahu akibatnya karena menginginkan semua ini." Aku kembali menarik tanganku lantasmengangkat dagu untuk menunggu penjelasannya.
"Tell me."
*
Teman priaku tidak banyak. Maksudku, selain karena aku begitu sibuk menghidupi kami berdua, jangkauanku akan pria benar-benar tidak pernah berhasil. Aku memang—nyaris—berkencan dengan satu dua pria, tetapi aku hanya dekat dengan beberapa saja, seperti Robin dan Fawn, yang kuanggap tidak masuk hitungan. Namun karena fakta selama ini aku dekat dengan Xander—anggap saja itu poin baru—aku pun dapat membaca bagaimana sosok pria pada umumnya.
Mereka cerdik, manipulatif, dan pandai berkilah.
"Dia bajingan, aku tidak pernah bisa mempercayai dirinya. Kau tahu? Kau sebaiknya tidak mendekatinya pula."
Xander mewakili semua sifat yang telah kusebutkan.
Aku mendengus. "Itu absurd. Kau hanya membahas sisi buruknya, sedangkan aku ingin tahu masalah kalian...bagaimana dengan Bianca?" rengekku. Jujur saja, mengucapkan satu nama perempuan itu membuat lidahku gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogues (2017) ✔ (Akan Diterbitkan)
RomanceDemi mendapatkan uangnya kembali, Reene rela melakukan apapun. Mulai dari mencari sosok Matt, si kekasih kakaknya yang terkenal brengsek, sampai mendatangi klab tersohor di kota bernama Rogues. Namun, siapa sangka karena tindakan nekatnya tersebut...