Xander sudah meneguk segelas alkohol. Dia cepat menciumi sekitar wajahku, sampai aku berkali-kali mengerang. Ia tidak berhenti, justru menghirup rambutku kemudian menempelkan bibirnya di sudut bibirku, berulang kali, sampai aku takut jika aku bergerak sesenti saja maka bencana akan terjadi. "Sayang..."
"Kau gila! Lepaskan aku!"
Xander menggeleng samar. "Kau sudah memancingku, dan aku takkan pernah mundur darimu walau sedetik." Ia langsung menarikku ke dalam dekapannya, mengecup sebelah pipiku.
"Kau gila! Bnegsek!" umpatku dengan keras, tapi Xander justru tertawa.
"Marahlah sayang, kau terlihat makin cantik," godanya kemudian menunduk untuk melihat pada mataku. Sialan dengan tingginya yang menjulang, karena sekarang aku seperti anak kecil yag terperangkap dalam kuasanya.
Aku melebarkan mata. "Lepaskan. Aku."
"Tidak akan."
"Jangan sampai membuatku—"
Xander malah memajukan wajahnya. "Kau bisa apa?" Pria itu terkekeh pelan, aku bahkan bisa mencium bau alkohol yang menguar tajam. Ia mengusap pipiku dengan telunjuknya, mengelusnya perlahan. "Kau begitu rapuh, naif, dan begitu ... menggoda. Apa kau tahu itu?"
Aku menghempaskan tangannya seraya memalingkan wajah.
"Oh, jangan seperti itu. Sebelumnya kau menyukai ini," Xander menyentuh bibirku dengan jemarinya. "Kau suka ketika aku mendekatimu, bermain-main denganmu, kau juga suka ketika aku terus mendesakmu, menggodamu, membuaimu—"
Sebuah tamparan terdengar keras. Xander memegangi pipinya dengan terkejut sementara aku mulai terengah-engah dan bergerak mundur dengan tanganku yang masih terangkat. Aku menujuk wajahnya dengan wajah geram. "Sekali lagi kau coba mencoba melecehkanku, aku takkan segan untuk melawanmu!"
"Reene!"
"Diamlah!" teriakku kemudian membulatkan tanganku dan berbalik. Amarahku meluap hingga ke ubun-ubun. Ternyata seperti ini, seperti ini kepalsuan yang aku pikir indah, ternyata seperti ini yang selama ini membuatku terbuai. Aku membencinya ... aku membencinya karena semua itu benar. Aku suka saat dia justru bermain-main denganku, membuatku terbuai sekaligus merasa naif dalam satu waktu. Bahwa aku sangat menikmati semua waktu itu, meskipun di lain sisi aku mengutuknya.
Xander mencekal tanganku, membuatku berbalik padanya, rahangnya mengeras. "Lepaskan aku!" Aku meronta keras, mendorongnya ke belakang, kemudian lanjut berjalan.
Air mataku mendidih, sedangkan aku terus memacu langkahku. Ini kelewatan. Aku akhirnya terisak ketika aku mencoba untuk keluar dari sana, aku menunduk kemudian merapatkan tubuhku pada dinding. Bukan yang seperti ini yang aku harapkan. Hatiku terasa sakit, seperti tertusuk pedang yang dalam. Aku mengusap tangisku, menatap nanar diriku sendiri. "Ini tidak benar.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogues (2017) ✔ (Akan Diterbitkan)
RomanceDemi mendapatkan uangnya kembali, Reene rela melakukan apapun. Mulai dari mencari sosok Matt, si kekasih kakaknya yang terkenal brengsek, sampai mendatangi klab tersohor di kota bernama Rogues. Namun, siapa sangka karena tindakan nekatnya tersebut...