CHAPTER 7"Mom akan berada di rumah sakit, kita akan menjenguknya besok pagi. Aku tahu kau sangat lelah." Ucapan Melanie seperti berasal dari sudut lain di kepalaku namun aku tahu, itu nyata dan sekarang hal yang paling mustahil dalam pikiranku justru menjadi kenyataan pula; aku kembali pulang. "Ayolah."
Aku merenggut. "Bukankah sebaiknya kita pulang saja? Maksudku, kita bisa naik taksi lagi..."
Melanie memutar bola matanya. "Ini hanya sementara, Reene. Lagipula ini sudah larut malam, aku tidak mau naik taksi lagi hingga ke flat di waktu seperti sekarang ini dan kita tidak mungkin mengemudi pula. Hanya malam ini, dan malam besok saja. Hei, lagipula lebih baik tinggal di sini sampai kita tahu perkembangan terbaru Dad."
Seolah itu hal penting sekarang.
Namun aku tidak mendebatnya lebih jauh. Aku betul-betul ingin berbaring sekarang ini. Melanie pun mengikutiku hingga kami mendekat ke pagar hitam. Seorang penjaga menyambut kami dengan senyuman seraya menemani kami hingga masuk melewati pagar. Aku balas tersenyum kecut. "Terimakasih." Setelah ia pergi, aku berbisik pelan kepada kakakku. "Apakah mereka tidak pernah tidur? Atau setidaknya ... tidak menampilkan wajah mengerikan itu?"
"Dia bekerja malam di sini, Reene." Melanie menarik senyuman kecil kepada sang penjaga sementara aku mengekori kakakku dengan ragu. Kami melewati jalanan beraspal hitam dengan sisi kanan dan kiri penuh dengan pohon rindang. Aku merinding sesaat kami berada di lapangan luas depan rumah kami. Ada kolam air mancur luas dengan patung-patung yang memantulkan cahaya dari lampu-lampu tinggi yang ada. Ketika kami menapaki bagian pelataran istana tersebut, aku menggosok lenganku yang makin kedinginan.
Melanie maju selangkah untuk membuka kunci sementara aku melipat bibirku dalam. Segala hal mengenai rumah ini sudah terkubur dalam ingatanku, sekarang justru kembali.
What a perfect night!
"Ayolah, kau bilang ingin istirahat. Ayo." Melanie menarikku masuk ke ruang tamu yang luas dan temaram. Tanpa kuduga, ternyata foto keluarga kami masih terpasang apik. Saat itu adalah pesta ulang tahun Melanie, dia masih sekitar delapan tahun dan aku enam tahun, gaun kami mengembang bagaikan permen kapas yang menggiurkan. Di sisiku, ada Mom yang tersenyum ke arah kamera dan di sisi Melanie terdapat pria tersebut. Aku berubah cemberut.
Bahkan foto ini terlihat seperti cibiran; mengapa masih dipasang sih?
"Kau akan tetap di situ atau bagaimana?" Beberapa pelayan mendekati kami. Dua wanita muda yang tersenyum. Oh, aku tidak ingat siapa mereka... aku menyipitkan mataku ketika salah satunya tersenyum kemudian menunjukkan kamar kami di lantai dua. Sejujurnya, bekas 'jatuh Dad' tidak terlihat lagi. Hanya tersisa sedikit serpihan vas di lantai bawah, selebihnya, tidak ada jejak berarti.
Aku kembali mengigil ketika mengenggam pengangan tangan. Mengingat bagaimana rumah ini menjadi tempat bermainku, atau bagaimana aku dan Melanie menghabiskan waktu dengan tawa dan canda yang membumbung hingga ke langit-langitnya yang tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogues (2017) ✔ (Akan Diterbitkan)
RomanceDemi mendapatkan uangnya kembali, Reene rela melakukan apapun. Mulai dari mencari sosok Matt, si kekasih kakaknya yang terkenal brengsek, sampai mendatangi klab tersohor di kota bernama Rogues. Namun, siapa sangka karena tindakan nekatnya tersebut...