Chapter 14

7.1K 469 27
                                    


Nafsu menyulutku dan menghanguskanku bagaikan kobaran api yang besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nafsu menyulutku dan menghanguskanku bagaikan kobaran api yang besar. Namun, akhirnya, aku cepat mendorong tubuhnya sewaktu ia mulai menciumi bahuku yang terbuka, dan semakin turun ke dekat dadaku. Napasku memburu, dengan suhu tubuhnya yang panas. Xander pun mengangkat wajah dengan mimik keheranan. "Baby."

"Kumohon, kita pulang saja," kataku, masih kesulitan mengatur napas. "Aku benar-benar mengantuk."

Xander mengusap kedua pipiku, dan mengecup bibirku sekilas. "Aku tahu kau takut, tapi ini adalah aku, kau tidak perlu takut." Ia bahkan mengecup punggung tanganku. "Tapi aku takkan memaksanya, aku mengerti." Kalimatnya semakin membuatku meremang. Sementara ini, aku sudah terbiasa menghadapi Xander yang begitu jahil, dan ketika ia berkata seserius ini, aku tidak bisa berpikir lagi. Aku betul-betul bergidik ngeri. "Mari, kita pulang."

Aku menahan tangannya dan mencoba menatap ke dalam matanya. "Jangan tersinggung."

Xander mengulas senyum. "Aku mengerti, Reene." Ia mengecup keningku. "Lagipula apa enaknya kalau partner kita tidak menikmatinya nanti?" Ia mengedipkan matanya sebelum akhirnya membantuku untuk keluar dari kursi belakang. Dia mendorong tubuhku sewaktu di luar, menempel dengan mobil. "Tapi aku takkan menyerah."

"Mengapa?"

"Karena ... aku penasaran, karena kau adalah gadis yang ..." Ia mengeram di sepanjang leherku. "Gadis yang selalu hadir dalam malam-malamku."

Kakiku lemah seperti jeli, sewaktu ia kembali menghujaniku dengan kecupan panas. Namun aku pun berhasil menarik tubuhku untuk kemudian bergerak untuk mencari mobil hitam kami—bukan mobil yang sembarangan kami temui dan terbuka seperti tadi. Setelah dapat, aku pun membiarkan Xander membukakan pintu untukku sampai aku terduduk di kursi depan. Xander mengikutiku dengan duduk pula di balik kemudinya. Rasanya napasnya masih berjejak di sekitar leherku, membakarku.

"Oke, kita sebaiknya kita pulang," Aku mulai mengusulkan. "Ini sudah malam, dan Melanie pun..."

"Kau akan kembali ke rumahku," katanya mulai menyalakan mesin mobil lantas membuat mobil itu bergerak, melaju bebas. "Aku sudah menyiapkan kamar untukmu."

Aku terlonjak. "Apa? Kau—" Aku menggeleng keras.

Xander menoleh singkat. "Aku sudah memutuskan, bahwa tidak ada yang harus disembunyikan lagi di antara kita, dan aku benar-benar ingin kau tinggal bersamaku." Ia membelokkan setirnya dengan mulus. "Tidak ada protesan."

"Kau bahkan tidak berhak memutuskan itu," jawabku seraya melipat tangan di depan dada.

"Tapi aku bisa, sayang." Ia mengedip singkat, membuatku ingin meninju wajahnya sekaligus menenandangya jauh. Tapi, mengingat kejadian itu, desir darahku masih saja tak urung berkurang. Aku menginginkannya, sangat, tapi ... ini sama sekali tidak benar. "Aku tidak sabar, saat kita tidur bersama. Maksudku," Ia menyadari pelototan tajamku. "Tinggal satu atap."

Rogues (2017) ✔ (Akan Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang