Xander menempati kamarku dengan sepihak. Walaupun aku berteriak, memarahinya, itu sama sekali tidak mempengaruhinya. Xander melanggar otoritasku seolah aku hanyalah debu tak kasar mata. Dengan nyamannya, pria itu menghempaskan tubuh di atas tempat tidurku, tanpa bersalah sama sekali. "Kamarmu nyaman sekali, sayang. Kemarilah."
"Cih."
Ia menumpu kepalanya seraya memandangiku yang masih berdiri di pintu. "Kita bisa tinggal di ruangan ini bersama karena kau pun telah menolak tinggal di rumahku," dengan tangan lain ia menepuk kasurku. "Kemarilah, jangan sungkan-sungkan."
Aku menggeleng pelan. "Yang benar saja, hei, jangan—" Xander sudah menaikkan kedua kakinya, padahal sudah tertulis jelas tidak ada yang boleh menaikkan kakinya sebelum mencuci kaki! "Ah, kau bisa mengotori sperainya, bodoh!"
"Aku mau mengotorinya bersamamu," Ia mengerling singkat. "Itu akan menyenangkan."
"Oh, Xander, yang benar saja." Pria satu ini selalu berhasil membuat hormon dan emosiku jadi tidak karuan begini. Aku memukul kakinya "Kau pikir bisa seenaknya di sini?"
Xander mengedarkan pandangan lalu berhenti pada mataku. "Ini rumahmu, berarti ini rumahku juga. Rumahku adalah tempat yang aku bisa bertindak seenaknya. Jadi, tentu saja aku bisa berbuat seenaknya," ia menyeringai penuh. "Aku sangat senang." Ia pun terduduk sedangkan aku hanya memandanginya. "Kau tidak senang?"
"Tentu saja tidak," Aku mengerang pelan, kemudian terduduk di dekatnya. "Ini adalah rumahku dan Melanie, kami sudah cukup berdua, dan kau berani kemari. Apa kau sadar apa yang kau lakukan? Bahkan aku tidak bisa merasa normal lagi sekarang. Aku bisa saja mati muda!"
Xander cepat merangkul bahuku, "Sayang, kau memang tidak berhak diperlakukan normal." Aku melotot padanya. "Kau berhak diperlakukan istimewa." Ia menyandar di bahuku, mendekap tanganku untuk dibawa ke dekat dadanya. "Aku tidak bisa mengungkapnya padamu, tapi kau tahu alasannya... aku mau denganmu."
"Lalu?"
"Aku mau bersamamu," Ia memiringkan wajah lantas mencolek daguku. "Aku mau menghabiskan waktuku denganmu, berdua denganmu."
Aku terkekeh pelan lalu mendorong tangannya. "Ayolah, berhenti berkata hal konyol."
"Ayolah," ulangnya lantas menarik tubuhku untuk tetap terduduk. "Ayolah ... ayolah, apa lagi yang kau tunggu? Apa yang kau mau dariku? Katakan saja. Kau mau aku romantis? Atau kau mau aku jadi pria yang gentleman? Aku bisa semuanya."
Aku tertawa pelan lantas mendorong tubuhnya lagi. "Yang benar saja."
Xander mengerling. "Aku suka saat kau tertawa, seperti suara dari surga," ia langsung menghentakkan tubuhku agar terjatuh di pangkuannya, lalu ia membelai pipiku. "Kau tahu itu kan?"
Mataku lurus padanya ketika ia pun merengkuh daguku. Hembusan napasnya begitu hangat mengenai pipiku sementara hidung kami berdekatan dengan bibirnya yang miring. Aku bahkan rela menahan napasku, ketika tinggal beberapa senti lagi bibirnya mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogues (2017) ✔ (Akan Diterbitkan)
RomanceDemi mendapatkan uangnya kembali, Reene rela melakukan apapun. Mulai dari mencari sosok Matt, si kekasih kakaknya yang terkenal brengsek, sampai mendatangi klab tersohor di kota bernama Rogues. Namun, siapa sangka karena tindakan nekatnya tersebut...