****
"Halo?" ucap Sekar saat ponsel bergambar apel itu menempel di telinganya.
"Iya, ada apa kar?" jawab Vito dari seberang telepon.
"Lo ajak Adel ke taman kota ya!"
"Emang mau ngapain?"
"Nggak usah banyak tanya. Lo nurut aja, kan Lo udah janji."
"Oke, deh."
"Tunggu, Lo shareloc rumahnya kak Alex ya!"
"Iya-iya.. gue otw."
Sekar mematikan sambungan telepon seluler yang baru saja ia gunakan untuk menelepon Vito.
Malam Minggu biasanya di taman kota banyak anak muda yang nongkrong bersama teman maupun pacar. Kali ini, Sekar tidak mau membuang kesempatan menghancurkan hubungan Adel dan Alex.
Sekar memakai kaos putih dibalut dengan jaket jeans, dipadukan dengan celana pendek sobek-sobek favoritnya. Tak lupa membawa tas selempang warna pink dan kunci motornya.
Sekar membuka aplikasi maps, untuk menemukan alamat rumah Alex. Mencari jalan yang lebih dekat, agar bisa berlama-lama di taman kota bersama.
Sekar juga mengetikan pesan singkat kepada Vito.
To : Vito Azhar
Lo nanti mesra-mesra'an sama si Adel. Nggak usah nolak, kalo nolak. Mendingan Lo jauh-jauh sama gue.
//Send//
Sekar menuju rumah Alex.
****
Vito mengacak rambutnya kesal. Sejenak dia berpikir, bagaimana bisa dia bermesraan dengan pacar temanya sendiri?
Keegoisan Vito pun muncul. menurut Vito, mungkin dengan dia membantu Sekar mendapatkan Alex. Lama-kelamaan Sekar akan sadar, jika Vito benar-benar mencintainya dengan tulus. Mungkin tidak sekarang Sekar akan menyadari cinta Vito, namun Vito percaya dengan anggapan itu.
Meninggalkan semua imaginasinya lalu segera mengambil tindakan. Memikirkan saja tidak cukup, seperti halnya teori yang tidak dibuktikan dengan praktek. Akan menjadi omong kosong!
Vito meraih kunci motor sport warna merah miliknya, berjalan menuruni tangga rumahnya yang mewah. Lalu mengeluarkan motornya dari area halaman rumah.
Vito yang keturunan keluarga berada. Sepertinya tidak cukup untuk Sekar sebagai alasan menerima cintanya, terbukti Sekar bukan cewek matre.
****
"Hai kak," sapa Sekar saat sosok bertubuh jangkung berambut acak-acakan itu membuka pintu yang baru saja ia ketok.
Ya, benar. Sekar sudah tiba di rumah Alex. Alex yang belum mengetahui akan kedatangan Sekar, tidak mempersiapkan apapun. Memang itu tujuan Sekar, dia datang tiba-tiba pada malam hari agar tidak menerima penolakan dari Alex.
Alex sambil mengusap wajahnya, "Eh, Elu Kar. Masuk!"
Sekar melangkahkan kakinya memasuki lingkup rumah Alex, yang Adel saja belum pernah memasukinya. Sekar tersenyum kemenangan, karena dia berhasil mendahului Adel.
"Siapa ini cantik banget?" tanya sekonyong-konyong oleh wanita yang usianya sedikit lebih tua dari mama Sekar.
Sekar reflek mencium tangan wanita itu yang ia tebak sebagai ibunya Alex, "Sekar tante."
Iyek! Sekar menampilkan senyum kebanggaannya, sok imut, sok cantik, dan sok baik. Ibu Alex menyuruh Sekar untuk duduk di sofa ruang tamu.
"Mau kemana malem-malem?" tanya Ibu Alex.
Sekar menyingkirkan anak rambut yang sedikit menutupi wajahnya ke belakang telinga, "Kak aku ajak yuk, ke taman kota.. sekalian hangout."
Alex masih duduk di sofa yang berbeda di samping Sekar duduk. Masih dengan celana hitam pendeknya dan kaos oblong dengan tulisan 'Alumni SMP Pelita Bangsa'.
Alex memasuki seri sekolah dari SMP nya dulu, Pelita Bangsa. Pelita Bangsa merupakan yayasan yang besar di kota yang Alex dan teman-temannya tinggali sejak kecil. Sekolahnya pun semuanya unggulan, dan berkualitas internasional.
"Nggak ah kar. Males gue, mau lanjut game," jawab alex dengan khas ngantuknya.
Sekar mengerucutkan bibir kesal. Ibu Alex yang melihat kejadian itu memaksa agar anaknya mau diajak oleh adik kelasnya itu.
Kasihan, cewek malam-malam datang kerumahnya cowok, ngajak jalan lagi, kalo ditolak ya nasibnya lagi apes aja. Begitu kiranya ibu Alex.
"Sana, pergi aja. Udah di samperin masa ngga berangkat," paksa ibu Alex.
"Tapi Bu?"
"Berangkat aja Lex, ibu dirumah aman kok. Sebentar lagi ayah kamu pulang," jawaban Ibu Alex ramah.
Mendengar pembicaraan ibu dan anak tadi, seolah Sekar berteriak senang dan salut karena sudah menggebet orang yang benar.
Ibunya aja disayang, apalagi pacarnya. Batin Sekar.
Alex menuruti perintah sang ibu. Sekar hanya tersenyum-senyum sendiri, sedangkan ibu Alex lanjut menonton televisi di program kesayangannya, karma.
Alex keluar kamar membawa kunci motor ninja hitamnya dan tidak lupa mengenakan jaket kulit dan celana jeans kesukaannya. Sekar membatin, Subhanallah.
"Lo naik motor Lo sendiri ya?"
"Nggak boncengan aja?" Sekar malah membalik bertanya kepada Alex.
"Karena boncengan motor gue cuma Adel sama nyokap gue yang boleh naik."
Jleb. Sekar tidak punya pilihan lain jika tidak ingin batal berjalan-jalan dengan Alex.
"Iya kak."
Sekar mencium punggung tangan ibu Alex, Alex pun begitu.
Yes, kak Alex nyium bekas gue. Batin Sekar girang saat mengetahui tangan ibu Alex yang bekas ia cium dicium oleh Alex.
Sekar dan Alex keluar rumah. Sekar dengan motor matic hijaunya melaju duluan, sedangkan Alex mengekornya dari belakang.
Alex sebenarnya tidak ingin keluar rumah malam Minggu begini tanpa Adel. Tapi karena ibunya sudah menyuruh ia pergi, apa boleh buat. Alex sangat menurut dengan kedua orangtuanya terutama sang ibu.
Sekar berharap nanti pada saat di taman kota ia dan Alex datang saat waktu yang tepat. Agar kesalahan pahaman antara pasangan itu terjadi, dan Sekar bisa masuk ke kehidupan Alex.
"Yes, gue nyolong start duluan dari Adel. Semoga Vito sukses nih, buat mereka berantakan," gumam sebagai ditengah-tengah ia mengemudikan motor.
Merek melesat dengan kendaraan beroda dua menuju taman kota yang jaraknya cukup jauh. Memang sengaja, agar dia bisa berlama-lama berboncengan, namun harapannya yang ini gagal. Lihat nanti saat di taman.
****
Agak nggak pede sih sama chapter ini..
Semoga suka aja ya, tadi itu aku capek banget. Jadi molor deh, sebenarnya udah di draf tadi.
Ya udahlah ya..
Doain semoga nilai ujian aku bagus, Amiiiiiinnnnnnnnn❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Stupid ? [END]
RomanceTAMAT✓ Kadang merelakan itu perlu. Daripada harus bertahan dengan kesedihan. Datang tanpa permisi, lalu pergi tanpa pamit. Itulah dirimu, seperti jalangkung. Entah aku yang bodoh atau takdir yang membuatku semakin bodoh? Tidak tahu. Kisah klise rema...