28 • Restoran Jepang

261 21 3
                                    

****

Vito mengangguk setuju, "Iya deh. Gue bakal nurutin kemauan Lo."

Bel masuk pelajaran pertama berdenging, semua siswa sibuk masuk ke dalam kelas masing-masing. Namun, tidak bagi Sekar dan Vito. Mereka masih setia mengobrolkan sesuatu di atas rooftop.

"Mereka udah baikan. Sekarang tugas Lo bikin mereka putus!" papar Sekar. Setelah mengatakan semuanya, Sekar turun lalu menuju kelasnya.

Vito masih tertunduk lesu sambil menekan pangkal hidungnya. Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia berusaha memecahkan masalah ini yang sudah terlanjur rumit.

"Bastard!! Little bitch," teriak Vito.

Vito mengeluarkan kunci motor dari saku celananya. Ia turun dari rooftop membawa tas ransel hitamnya, menuju parkiran lalu mengambil motor.

Vito berhasil lolos dari satpam sekolah, setelah memberi beberapa lembar uang seratus ribuan. Tidak apa-apa buang-buang uang, toh Vito juga orang kaya.

Vito melajukan motornya keluar dari lingkungan sekolah dengan kecepatan tinggi.

****

Adel selesai melepas sepatunya, lalu ia taruh di atas rak sebelah pintu rumah. Adel melonggarkan dasi yang sejak tadi mencekik lehernya.

"Ma.. Adel pulang," teriak Adel sembari terus berjalan dengan wajah lesu kecapean.

"Waalaikumsalam," sindir Mama Adel mengetahui anaknya tidak berucap salam sewaktu memasuki kawasan rumah.

Bagi mama Adel, mengucapkan salam saat masuk kedalam rumah itu penting. Karena, salam dapat membawa berkah bagi yang mengucapkan maupun yang diberi ucapan. Yang mendengar pun harus wajib menjawabnya.

"Assalamualaikum," suara samar namun masih terdengar jelas dari arah kamar Adel dibarengi suara decitan pintu kamarnya yang terbuka.

Mama Adel masih sibuk menyapu lantai, memperhatikan kelakuan anaknya hanya membuatnya geleng-geleng kepala. Tak menyangka anaknya, bisa seajaib ini. Kadang, mamanya Adel sempat mengingat-ingat ngidam apa dia saat mengandung Adel dulu.

"Nggak mau makan dulu? Nanti lauknya habis kalo bang Surya udah pulang," nasihat mama Adel agar anaknya cepat makan.

Surya, memang hobi sekali makan. Tidak berbeda dengan Adel, tinggal di rahim yang sama ternyata juga membentuk sifat yang sama juga. Surya memang sering membuat adiknya teriak-teriak memarahinya gara-gara lauk makan siangnya di lahap habis-habisan oleh Surya.

Bayangkan saja, berjalan menuju rumah. Dalam keadaan panas, capek, pulang sekolah, ditambah haus pula jika bekal minum Adel habis. Dia menyemangati dirinya agar bisa tetap berjalan ditengah terik matahari dengan membayangkan masakan dari tangan mamanya. Namun, saat pulang semua ekspektasi Adel lenyap. Tak tersisa satu apapun, hanya beberapa bulir nasi yang tercecer di meja makan.
Apakah Adel harus memakan itu?

Miris.

"Adel nggak laper, " cicit Adel dari dalam kamar.

****

Tak lama setelah Adel membuka mata dari tidur siangnya selama lima jam, ponselnya berdering. Adel menyipitkan mata untuk melihat siapa si penelepon, Vito.

"Ada apa Vit?" tanya Adel langsung pada akar.

"Lo mau ke restoran Jepang nggak?"
tawar Vito dari seberang telepon.

Adel berpikir sejenak.

Restoran Jepang? Restoran yang dimaksud Vito pasti yang baru buka di dekat lingkungan sekolahnya. Tidak terlalu jauh, apalagi yang mengajaknya Vito. Jangan ditanya, Vito yang akan membayar.

Am I Stupid ? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang