****
Vito sekarang berada di sebuah tempat terbuka. Tempat itu berada di atas sebuah bangunan tua tak berpenghuni, berisi barang-barang yang sering digunakan oleh teman-temannya. Duduk sambil menatap langit, angin sepoi-sepoi membelai tubuhnya, dan mengeluarkan asap dari rokok yang dihisapnya beberapa kali.
Kadang ia harus sendiri di tempat ini saat kedua temanya yang lain sedang sibuk dengan kesibukannya masing-masing.
Karena hatinya masih saja stuck di Sekar. Ia menjadi tidak pernah memandang perempuan lagi. Seberapa keras ia berusaha, tetap saja hasilnya sama. Ia masih mencintainya.
Disela-sela kesepiannya, ada suara yang memanggil namanya dan belakang. Vito menoleh.
"Sendirian bae?" tanya David yang berdiri di belakang Vito, membawa kantong kresek berisi minuman bersoda.
"Eh elu?" sahut Vito.
"Lo nggak mojok?" tanya Vito sembari mematikan rokoknya yang tinggal seukuran kencur, dan meraih kresek yang dibawa David."Males, gue lama-lama bosen gituan," jawab David dengan nada malasnya.
"Gue pengen santai dulu, males dirumah banyak orang bokap." Cerita David pada Vito.
Vito membuka kaleng minuman dan meminumnya. Sambil sesekali melihat keramaian yang dihasilkan deru kendaraan yang berlalu-lalang di bawah gedung.
David ikut mengambil kaleng minuman dan duduk di kursi sebelah Vito. "Alex kemana? Tumben dia absen," tanya David.
"Paling juga jalan sama ceweknya," jelas Vito tanpa menatap wajah David.
"Iya juga, kayaknya dulu gue udah pernah bilang ya.. kalo Adel itu inceran gue, tapi malah Alex-- sekarang tuh anak udah expert kayaknya," ucap David antusias.
"Expert gimana?," jawab Vito masih tak bersemangat.
"Expert nikung gebetan orang, haha," teriak David sumringah, dilanjutkan tawanya yang memecah.
"Cih," decih Vito.
"Jadi seru nih," jawab David.
"Seru - seru mbahmu!"
"Aduoh! Gercep dikit To!! Masa berani nembak nggak berani mepet, Cemen lu. Gini ya, kan kalo si Sekar Lo ajak jalan pasti nolak... Mumpung si Adel sama Alex, kan Sekar ndiri tuh.."
"Lo bisa Pepet dia, ajak jalan kek, makan kek, atau nonton.. terserah lu. Yang penting usaha Lo maju selangkah nggak cuma nunggu sampe lumutan, kalo nggak ada usaha nunggu Lo sia-sia aja men," oceh David panjang lebar.
"Boleh juga ide Lo, tumben pinter."
"Mujinya nggak usah dikasih ejekan kali," senyum lebar David menghilang.
Mendengar sebuah ide cemerlang dari David membuat Vito bersemangat untuk mengejar Sekar. Memikirkan ingin mengajak Sekar kemana, pikiran Vito tertuju untuk mengobrol dan meminum kopi.
Berusaha mengetikan sebuah pesan di ponselnya sambil menggigit jarinya. Memilih diksi yang tepat.
To : SekarMhrn
Keluar minum kopi yuk, nggak keberatan?
//Send//
****
Pasangan itu sedang berjalan di pinggir jalan sambil berpegangan tangan dan sesekali tertawa. Nampak senyum bahagia di keduanya. Seperti kencan yang sempurna. Di bawah cahaya bulan dan lampu trotoar menambah kesan yang sangat ingin setiap orang rasakan, jatuh cinta.
Saat jantungmu berdetak lebih kencang disitulah kamu menemukan cintamu. Merasa bahagia, walau sebenarnya dunia belum sepenuhnya milikmu. Tapi bagi orang yang sedang jatuh cinta, semua itu tak ada artinya. Hanya melihat orang yang kamu cintai berada dipandanganmu sjaa sudah membuatmu bahagia.
Semua orang ingin merasakannya. Sekar membayangkan itu semua, berjalan di malam Minggu, menonton bioskop, meminum teh dan duduk berhadapan dengan orang yang dicintainya, mengobrol hingga larut.
Sekar sadar, bahwa orang yang dicintai Alex bukanlah dirinya. Namun, sekejam inikah hidup? Jika orang yang kita cintai tidak mencintai kita, adil jika kita masih mencintainya?
Duduk di kursi belajar berusaha membuka buku hanya sekedar melupakan seseorang. Mustahil, jika itu terjadi dalam semalam. Terlintas pikiran di otaknya.
"Gue yang berlebihan, nganggep kak Alex lebih. Padahal dia nggak punya perasaan apa-apa ke gue, gue yang lebai." Isi pikiran itu.
Tetes demi tetes air mata dari mata Sekar menetes. Entah kebodohan apa yang dilakukan Sekar kali ini, dia benar-benar hilang akal.
Tringtriiiting..
Ponsel Sekar berdering menandakan ada pesan masuk. Tangan Sekar mengambil ponselnya dan melihat pesan yang dikirimkan untuknya.
Sekar sedikit terkejut, dia malah bingung harus menjawab apa. Hati kecil Sekar terus saja berlawanan dengan solusi yang muncul di otaknya.
"Terima aja tawaranya, siapa tau Lo jadi lupa sama Alex." Begitu kiranya pemikiran Sekar.
Sekar mengiyakan tawaran Vito dan segera berganti pakaian. Bukan bermaksud seperti kencan, tapi keluar malam dengan pakaian seperti ini dengan pria apakah masuk akal? Saat ini yang dikenakan Sekar hanya berbalut kaos polos dengan celana jeans pendek kesehariannya.
****
Vito datang menjemputnya dan mereka pergi ke coffee shop. Memesan minuman yang sama, Cappucino. Ternyata selera mereka sama. Menjadi kakak kelas di dua sekolah bagi Sekar, tidak mungkin dia hanya bicara formal dengan Vito. Apalagi Vito pernah menyatakan perasaannya kepada Sekar, membuatnya harus mencairkan kecanggungan dengan keakraban.
Tanpa disangka Sekar dapat tertawa dengan candaan yang dibuat oleh Vito. Melihat Sekar tersenyum membuat hati Vito mereka damai. Begitu sepertinya yang sedang ia rasakan.
Rencana yang disiapkan Sekar untuk orang yang dicintainya, salah satunya terpenuhi. Namun bukan dengan Alex, melainkan Vito. Mereka mengobrol hingga larut dan memutuskan untuk pulang.
Mengantar hingga depan rumah, saling mengucapkan selamat malam. Dan melambaikan tangan saat si pria pergi, seperti adegan dalam film saat kedua pemeran utama sedang kencan sempurna.
Sebelum Vito menyalakan motornya, Sekar memanggil namanya. "Vito, boleh gue nanya sesuatu?" tanya Sekar. Vito mengangguk.
"Lo masih suka sama gue?" entah kekuatan dari mana membuat Sekar berani mengatakan hal sensitif seperti ini.
"Menurut Lo?" Vito balik bertanya lalu dilanjutkan anggukan disertai tawa kecil.
"Iya, gue masih suka sama Lo."
"Ooo, aku pengen nyoba buka hati buat lo. Lo bisa nunggu?"
"Ampun Sekar, gue jadi seneng.. gue bakal tunggu Lo, jadi tenang aja gue nggak bakal pergi."
"Makasih ya."
"Ngapain 'makasih'? Kita'kan temen."
Sekar mengangguk dan tersenyum lalu mengucapakan selamat tinggal dan tersenyum lebar sebelum masuk kedalam rumah.
Vito beranjak setelah melihat Sekar masuk kedalam rumah. Menengok sekeliling, sepi. Vito turun dari motor dan berteriak namun tanpa suara.
"Yeeeeessssss!!! Yesssss! David ternyata hidup ada gunanya juga."
Sekar melihat dari balik jendela ikut tertawa melihat tingkah Vito. Tapi dalam hati Sekar terdapat penyesalan, karena sudah menjadikan Vito sebagai pelarian. Tapi Sekar akan berusaha semaksimal mungkin untuk melupakan Alex dan melihat Vito.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Stupid ? [END]
RomanceTAMAT✓ Kadang merelakan itu perlu. Daripada harus bertahan dengan kesedihan. Datang tanpa permisi, lalu pergi tanpa pamit. Itulah dirimu, seperti jalangkung. Entah aku yang bodoh atau takdir yang membuatku semakin bodoh? Tidak tahu. Kisah klise rema...