****
Vito dan Adel memarkir kendaraan mereka di lapangan parkir. Mereka segera turun lalu bergegas ke kamar Alex. Arah jalan menuju ruang rawat Alex yang belakangan ini sering Adel kunjungi, membuatnya lebih mudah menentukan jalan mereka melewati lorong-lorong rumah sakit.
Banyak pasien yang sedang berjalan-jalan dan sarapan di taman, hanya untuk menghilangkan suntuk tidur di bangsal rumah sakit.
Adel membuka pintu ruang rawat Alex, nampak Alex sedang bermain game balapan mobil dengan David. Mereka sibuk bermain hingga tidak menyadari keberadaan dua orang yang sedang berjalan mendekat.
Salah, David menyadari lebih dulu.
"Eh, elo Del. Lah.. ini orang kenapa Lo bawa?" tanya David menohok perasaan Vito.
Adel menatap Vito kasihan. Vito hanya tersenyum kecil lalu melanjutkan langkahnya. Alex membuang mukanya berlawanan dengan Vito.
"Adel kenapa bawa orang bejat kesini sih?" Batin Alex.
Adel tersenyum lebar, seolah tahu apa yang Alex pikirkan. Adel menaruh buntelan kresek hitam di nakas samping ranjang.
Keempat orang itu hanya saling melempar pandangan. Entah apa yang sedang mereka geluti dipikiran masing-masing. Hanya pemilik otaknya yang tahu.
Vito mengambil langkah mendekat ke Alex, ia sedikit menundukkan kepalanya. Alex yang tadinya memegang hape, meletakan HP-nya di nakas. Muka Alex sudah sangat masam, seperti mangga mentah.
"Lex.." panggil Vito.
"Hm?" nada suara Alex terdengar begitu ketus. Namun Vito harus sabar, dia yang membuat keributan, dia juga harus tanggung jawab.
Vito memajukan posisi tubuhnya lebih mendekat ke arah Alex, David juga memasang telinga kuat-kuat agar waspada dengan kata-kata yang akan terlontar dari mulut Vito.
David yang mendengar cerita Alex juga ikut terprovokasi, bagaimana tidak? Dari sudut pandang Alex saja sudah terlihat, Vito memang bangsat luar dalam. Namun tidak menutup kemungkinan, bahwa apa yang kita lihat adalah hal yang bukan sebenarnya.
Adel duduk di salah satu bangku, tersenyum dan melihat hal yang terjadi seperti menonton film.
Vito menceritakan semuanya kepada Alex, sama persis apa yang Vito ceritakan kepada Adel. Mungkin Alex yang kurang peka, atau Vito yang gengsi meminta bantuan sahabatnya.
Baru kali ini, ketiga sahabat itu melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Alex menepuk punggung Vito lalu memeluknya dari tempat tidur.
Adel tersenyum, lega rasanya semua hal buruk yang menimpa suatu pertemanan telah usai. Melihat pertemanan orang lain kembali, lalu bagaimana dengan pertemanan Adel sendiri?
Ah, sudahlah. Sudah rumit untuk diperbaiki, begitu pikir Adel.
"Main peluk-peluk aja lu berdua, udah belok lu?" celetuk David sambil memanyun-manyunkan bibirnya. Ia iri, hanya dia yang tidak diajak berpelukan.
Jaim seperti ini sebenarnya bukan gaya David, namun masalah hati ia paling anti. Jadi ia memilih jalan lain mencurahkan isi hatinya. Aneh.
"Udah sini Lo, pengen dipeluk tinggal bilang kali," timpal Alex lalu mereka bertiga saling berpelukan layaknya Teletubbies. Adel? Dia hanya obat nyamuk dengan mata sembab.
Badai sudah berakhir, matahari kembali datang. Namun belum bagi persahabatan Adel dan Sekar, diantara mereka masih ada dinding penyekat tebal.
Entah hantaman meteor apa yang bisa merobohkan dinding itu, agar kedua manusia yang berlainan sudut kembali menjadi satu sudut yang sama dengan tujuan yang sama, yaitu bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Stupid ? [END]
RomanceTAMAT✓ Kadang merelakan itu perlu. Daripada harus bertahan dengan kesedihan. Datang tanpa permisi, lalu pergi tanpa pamit. Itulah dirimu, seperti jalangkung. Entah aku yang bodoh atau takdir yang membuatku semakin bodoh? Tidak tahu. Kisah klise rema...