12 • Belajar Kelompok (1)

366 28 3
                                        

****

"Nanti pulangnya naik mobil gue aja, nanti sopir gue yang jemput," ucap Adel saat selesai makan di kantin bersama keenam temanya.

Mereka memang sudah merencanakan ingin belajar kelompok, menyelesaikan tugas dari Bu Yuni, sebenernya ini cuma tugas mereka berempat: Adel, Sekar, Tina, dan Dira. Karena bunga dan vania tidak ada kerjaan, karena anak ipa juga mereka memutuskan untuk ikut. Sepertinya mengerjakan di rumah Adel menjadi salah satu ide yang masuk akal, tempat yang sepi tanpa ada gangguan adek-adek TPA yang nakal.

"Iya, nanti gue nelfon bebep Esa gue dulu, entar dia jemput lagi," celetuk Tina.

Layaknya relationship goals, Esa memang tidak pernah absen menjemput Tina sepulang sekolah. Malah terlihat seperti sopir, namun tidak masalah bagi Esa. Menurutnya, mengantar dan menjemput Tina merupakan sebuah keharusan untuk melindungi calon istrinya dari godaan cowok-cowok bangsat depan komplek.

"Gue sama Bunga ikut'kan? Boring tau dirumah," usul Vania menatap Bunga.

"Iya, bisa-bisa botak pala gue. Dirumah disuruh belajar mulu sama bokap," timpal Bunga.

Orang tua Bunga sangat menuntut anaknya untuk sekolah dengan benar. Karena keluarga bunga yang tidak lengkap dengan sang ibu, membuat ayahnya lebih mengajarkan kedisiplinan kepada Bunga. Walaupun Bunga anak perempuan, bahkan dia anak tunggal, ayahnya tidak pernah memanjakan anaknya. Memberinya apa yang selayaknya dibutuhkan anak SMA dan menyuruhnya belajar agar bisa mandiri di masa depan.

"Kak Nahla ikut ya.. please!!" rengek Adel kepada Nahla. Nahla kakak kelasnya, untuk apa ikut kerkom bocah seperti ini.

"Gue liat jadwal gue dulu ya," jawab Nahla sembari melihat schedule yang selalu ia buat di ponselnya.

Nahla termasuk kakak kelas rajin, karena takut lupa. Ia selalu membuat jadwal kegiatan hari ini saat pagi hari. Agar lebih mudah dan tertata, menurutnya.

"Duh, gue nggak bisa.. nanti pulang sekolah gue ada les bahasa Inggris," kata Nahla seusai melihat jadwalnya.

Nahla memang masih kelas 11, karena kedua orangtuanya memang orang yang tidak berpikiran pendek, orangtua nahla sudah mempersiapkan untuk ujian dua tahun lagi. Sangat terencana, mungkin begitu satu keluarga.

Nahla dan teman-teman adel sudah dekat, sejak Adel mengembalikan jaket Alex beberapa minggu lalu. Mereka orangnya asik, makanya mudah dapat teman.

"Iya nanti biasa, nunggu di pos satpam," titah Dira sambil berdiri dari kursi yang ia gunakan untuk makan tadi. "Ke kelas yuk, habis ini jam terakhir."

"Iya, gue duluan," pamit Nahla. "Lo nitip salam sama Alex nggak?" tawar Nahla kepada Adel.

"Ngapain, salam-salam.. kayak jauh aja," adel menajwabnya sewot. Karena tahu, nanti ia akan di ledek habis-habisan jika menitip salam di antara temen-temen bangsat seperti mereka, tapi sayang.

Mereka saling melambaikan tangan, sebelum akhirnya berjalan ke kelas masing-masing. Hingga bel masuk, dan pelajaran terakhir usai.

****

Mereka berenam duduk melingkar di karpet kamar Adel yang berwarna maroon. Saling melempar tatapan, dan ada yang bermain hape. Sangat garing apabila baru bertemu habis sekolah, apalagi dalam keadaan lapar belum makan siang seperti sekarang.

Karena, orangtua Adel masih bekerja. Ayah Adel bekerja di perusahaan, sedangkan mamanya sebagai akuntan. Adel sering kesepian, dulu waktu SMP Adel sering bermain di rumah Sekar sekalian dititipkan. Tapi semenjak masuk SMA, Adel berlagak sok dewasa. Melarang mamanya untuk menitipkannya lagi, tapi kadang mereka bermain bersama karena sudah lama juga berteman kan sayang kalau hancur.

"Del," panggil Tina kepada Adel dengan nada super malas dan merajuk.

"Hm," Adel juga menjawabnya lesu.

"Lo nggak punya makanan apa gitu kek? Gue laper," maksud terselubungnya Tina terungkap.

Tina memang hantunya makanan, tanpa makanan satu jam mungkin dia seperti habis liat mantan jalan sama pacar barunya, lesu.

"Nggak ada, gue udah cari di kulkas," jawab Adel dengan suara malasnya. "Eh, tunggu deh.. kita cari di kamar bang Surya aja, kayaknya dia kalo malem suka ngemil gitu."

Adel langsung ngancir ke kamar sebelah. Kamar milik Surya yang ukuranya sedikit lebih kecil dari kamar Adel. Kamar Surya berwarna biru muda, dengan beberapa stiker idolanya di tembok.

"Ah, rejeki anak Sholeh nih," gumam Adel saat membuka kenop pintu yang tidak dikunci seperti biasanya.

Adel membuka lemari, mencari cari toples atau kresek berisi bungkusan makanan ringan. Di bawah kolong kasur juga ia jelajahi, tapi tidak ada satupun makanan.

Sebenarnya jika otak mereka jalan, hanya berjalan keluar membeli beberapa ciki di Indomaret. Tapi entah mengapa keenam cewek goblok ini tidak kepikiran.

"Gaswat, sengaja pasti nih. Di umpetin makanannya, terus di pintu nggak dikunci," ketus Adel.

Adel berusaha mencarinya lagi. Ada satu tempat yang belum Adel lihat, laci meja belajar. Adel segera membukanya, benar saja ada banyak makanan.

Kresek berwarna putih yang ditemukan Adel berisi makanan ringan milik Surya, karena Surya belakangan suka nglilir malam jadi ia membeli makanan itu agar bisa makan di kamar. Bukan Adel namanya jika takut hanya dengan bentakan, jadi ia membawa bungkusan itu ke kamarnya.

Di kamar Adel tengah ditunggu oleh lima manusia kelaparan yang siap makan temen sendiri.

"Eh, bro liat nih.. gue dapet apa?" sombong Adel memperlihatkan kresek berisi ciki itu.

Mata teman-teman Adel berbinar, bagai menemukan jawaban di soal matematika yang sulitnya minta ampun. Tina dengan kekuatannya yang diturunkan oleh the flash ia langsung merebut bungkusan itu dan membukanya.

"Kalo gini, gue jadi semangat nih ngerjainnya," celetuk Tina.

"Gue ambil ini," Bunga mengambil sebatang coklat dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur yang disana sudah ada Vania dengan laptopnya bersiap menonton film.

"Gila, disini cuma numpang liat film dapet makan lagi. Kampret kalian, nggak ada niat ngebantu Napa?" Dira menyindir kedua manusia tak punya malu itu.

"Ape si lu? Syirik bae," tukas vania yang disindir Dira.

Sekar, Adel, Tina, dan Dira lanjut mengerjakan tugas. Sesekali mengintip film, itu yang dilakukan Tina dan Dira. Sedangkan, Adel bolak-balik mengecek hpnya jika sewaktu-waktu Alex mengiriminya pesan. Di situ yang fokus terhadap tugas hanya Sekar.

****

Am I Stupid ? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang