34 • Pengakuan

321 20 9
                                    

****

"Halo? Ini siapa ya?" tanya Adel sambil membenarkan letak ponselnya di telinga. Nomor tidak dikenal berusaha menghubungi Adel sejak tadi malam hingga 7 kali panggilan.

"Ini gue Vito. Please jangan putus nih telepon," rupanya Vito yang menelepon Adel.

Adel yang tadinya merangkap kegiatan menyisir rambut dan menelepon, akhirnya memilih untuk menelpon saja dahulu. Ia duduk di tepi ranjangnya.

"Eh, anjing kenapa Lo nelpon gue?" makian Adel langsung saja terlontar apa adanya. Siapapun yang ada diposisi Adel juga akan melakukannya.

"Gue sebelumnya mau minta maaf dulu sama Lo," pinta Vito memohon.

"Emangnya, permintaan maaf Lo bisa bikin mahkota gue balik lagi apa?" sentak Adel.

Adel kini mulai emosi, wajahnya bahkan memerah, bertanda darahnya sudah di puncak ubun-ubun.

"Gue perlu ngomong sama Lo. Lo bisa hari ini nggak usah sekolah dulu?" tanya Vito.

Vito pikir Adel ini badgirl apa? Yang nemenin para most wanted sekolah bolos di warung pojok.

Adel masih termasuk anak baik-baik. Yah baik-baik dari lubuk hati sih bukan, tepatnya ia takut oleh orangtuanya. Jika disuruh memilih antara sekolah atau bolos, maka Adel akan memilih bolos. Jika tidak ada efek apapun.

"Cari mati Lo? Lo pikir gue bakal bolos sekolah dan milih buat ngomong sama Lo?! Mimpi," omel Adel lebih panjang kali ini.

"Gue mau ngomong penting banget. Jangan sampe Lo nyesel karena nggak pernah dengerin penjelasan gue," ujar Vito yang malah membuat Adel penasaran.

"Emang nggak bisa ngomong ditelpon langsung?" tawar Adel yang mulai penasaran.

"Nggak bisa. Gue harus ngomong langsung," tegas Vito.

"Oke. Lo jemput gue," setelah mengucapkan persetujuannya, Adel menguncir rambut ke belakang. Lalu memakai sepatu dan turun ke lantai bawah.

Adel mangambil setumpuk roti, pamit, dan melenggang ke arah pintu. Hari Senin harus bolos? Nggakpapa lah.. sekali-sekali. Batin Adel.

Adel duduk di kursi terasnya, menunggu sang penelepon tadi datang menjemputnya dan mengatakan apa yang tidak bisa dibicarakan lewat telepon.

Sebenarnya apa yang akan Vito katakan?

Adel berpikir, pasti hanya omong kosong agar Adel memaafkannya. Toh, hubungan Adel dan Alex sudah kembali lagi. Tidak ada yang akan terpengaruh oleh penjelasan Vito, disamping itu Adel juga ingin tahu apa yang akan Vito katakan. Sampai-sampai rasa kepo-nya mengalahkan semangat belajarnya di sekolah.

Tak menunggu lama, Vito datang dengan motor sport-nya. Adel berdiri agar lebih cepat pergi, dan mendengar penjelasan yang ingin Vito sampaikan.

Bukannya trauma dibawa pergi oleh orang yang sudah menidurinya, tapi Adel malah merasa biasa saja. Seperti tidak terjadi apa-apa, feeling-nya yang mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja.

Kalau mood lagi bagus, kenapa enggak?

Motor itu meninggalkan pekarangan rumah Adel. Menuju tempat yang menurut pengemudinya adalah tempat yang cocok untuk mengobrol.

Motor Vito pun berhenti di salah satu Cafe pagi. Mengapa disebut Cafe pagi? Karena toko penjual kopi itu buka pada pagi hari, tidak seperti cafe-cafe biasa yang buka dari sore hari hingga larut malam.

Adel melepas helm dari kepalanya, meletakan di spion kiri. Lalu melenggang masuk kedalam bersama Vito yang mengekor dibelakang.

Mereka duduk di bangku paling jauh dengan penjual kopi, karena Vito sudah mempunyai feeling kalau Adel nanti akan berteriak-teriak histeris.

Am I Stupid ? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang