Hopeless

167 13 0
                                    

Lexypun melepaskan pelukannya.

"Apa maksud kakak?"

"Dia. Dia orang jahat! Jangan, Xy. Kamu pasti nyesel. Karena..."

"Karena apa?"

"Karena dia pernah melukaiku juga. Kalau dia sudah bosan, dia pasti memilih untuk menyakitimu dan meninggalkanmu dengan begitu saja. Aku nggak mau kamu terluka sepertiku, Xy."

"Xy, please. Itu aku yang dulu. Saat aku belum memahami arti cinta yang sesungguhnya. Please, kasih aku kesempatan. Aku janji, aku nggak akan menyia-nyiakannya."

"Aku pernah memberikan kesempatan itu. Tapi, kamu menyia-nyiakannya! Buat apa aku memberikan kesempatan lagi, kalau kamu mengkhianatinya kembali. Hah?"

"Xy, please."

Lexypun menarik tangan Vinth untuk menjauh dari Alexandra.

"Vinth. Sekarang aku mau tanya sama kamu. Apa jaminannya kalau kamu nggak akan melakukan hal yang sama?"

"Kamu boleh lakukan apapun. Kalau aku mengingkari kesempatan ini. Tapi, kasih aku kesempatan lagi."

***

Renno mundur beberapa langkah.

"Kak..."

"Raga gue semakin melemah. Loe harus kembali pada raga loe. Please." Ujarnya sambil menghilang.

"Kak! Jangan pergi!"

***

"Kamu serius?"
"Sangat serius."

"Okay. Aku cuma minta, kamu setia dan kamu nggak menyia-nyiakan kesempatan yang aku berikan. Lagi."

"Jadi, kita balikan?"

"Terserah kamu mau sebut ini apa. Tapi..."

Vinth langsung memeluk Lexy dan Lexypun tersenyum.

***

"Loe nggak boleh pergi." Ujarnya sambil terlutut.

"Nggak boleh!" Ujarnya dengan lemah.

***

"Aku janji, Xy. Aku janji akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. I love you."
"I love you too."

"Setidaknya, masih ada kebahagiaan untukku."

***

Arthur menatap tubuhnya. Tubuh yang masih terpejam itu. Tubuh dengan alat-alat yang menempel pada Tubuhnya.

Agatha yang masih terisak disana. Arthur memejamkan matanya.

***

Agatha terus saja terisak. Tanpa sadar, jari jemari itu mulai bergerak. Peluh membanjiri wajah pucatnya. Dahinya berkerut, gelisah, tangannya mengepal. Seperti sedang menahan emosi atau rasa sakit.

Agatha yang melihat itupun menjadi panik.

"Thur. Ini aku, Agatha. Aku disini, sayang. Kamu kenapa? Thur..."

"KAK RENNO!"

Ia menatap sekelilingnya. Terasa begitu asing.

"Tha? Kenapa aku bisa ada disini?"

Agatha langsung memeluk Arthur. Tanpa menjawab pertanyaannya.

***

Reza terus saja berusaha mengembalikan detak jantung itu. Ia mengelap peluh yang membanjiri dahinya.

***

"Apa kamu ingat kejadian itu? Kejadian saat kamu di tusuk?"

Arthur memegangi kepalanya yang terasa sakit.

"Arghh..." Erangnya.

Agathapun melepas pelukannya.

"Kamu nggak apa-apa? Nggak usah dipikirkan. Akhirnya, setelah sekian lama. Kamu sadar." Ujarnya sambil tersenyum.

"Oh, ya. Kak Renno mana? Kenapa dia nggak ada disini?"

Agatha hanya terdiam.

***

"Tha..."

"Hmm, aku panggilin dokter dulu sebentar."

Arthur menggeleng.

"Kamu belum jawab pertanyaanku."

"Kamu haus? Kamu mau buah? Biar aku potongkan."

"Tha, kamu masih belum jawab pertanyaanku. Jawab, Tha."

***

Pintu itu terbuka. Menampakkan dengan jelas Reza yang masih berusaha. Mengembalikan detak jantung pasiennya.

"Dok. Kita harus ikhlas."

Reza menghiraukan ucapan suster itu.

"He's gone. Ikhlaskan saja dia pergi.  Hopeless."

Reza menghentikan usahanya. Ia hanya menatap suster itu.

"Jangan lakukan apapun lagi, dok. Itu akan semakin menyakitinya."

Setetes air mata berhasil meluncur dari pelupuk matanya.

"We don't have choice. The only thing we can do for him is let him go."

***

Bersambung

Semoga part ini memuaskan, ya. Hehe.

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang