It Is Fake?

47 4 0
                                    

"Dra...."
"Iya, Renn? Hm, maksudku Rey."
"Kamu pasti belum bisa melupakannya. Ya?"
"Maafin aku, Rey. Bukan gitu. Aku..."
"It's okay, Dra." Ujarnya sambil memeluk Alexandra.

***

"Thur, satu tahun ini pasti berat banget buat kamu. Ya?"
"Nggak kok. Sama sekali nggak, by."
"Please, don't lie to me."
"Kamu tahu itu. Ya, kamu benar. Setelah Kak Renno pergi, semuanya jadi hampa. Semuanya jadi sepi. Hatiku terlalu kehilangannya dan memoriku bersamanya selalu berputar. Berputar dengan sangat menyakitkan. Aku yang terlalu menyakitinya dan aku yang tak pernah menghargainya. Kini aku benar-benar kehilangannya. Harapan yang dahulu akhirnya terkabul. Harapan dari seorang adik yang jahat."
"Nggak, Thur."

"Aku memang benar-benar jahat. Aku melukai hatinya. Setiap hari. Tanpa ampun, aku selalu menyalahkannya. Padahal aku tahu, dia tersakiti. Tapi, seakan hati nuraniku terkunci rapat-rapat. Sehingga aku tak bisa melihat tangis dan luka dalam senyumnya. Aku benar-benar menyesal. Tapi, apa gunanya? Semuanya sudah terjadi dengan sangat cepat sekaligus menyakitkan." Ujarnya sambil terisak.
"Kini aku tahu seberapa kamu mencintainya. Ternyata sebesar itu. Lebih besar dari rasa bencimu padanya dulu. Aku sudah bisa melihatnya, sejak dulu kau bilang membencinya."

"Mulut ini bisa berkata membencinya, tapi hatiku selalu berkata mencintainya dan aku tak bisa memungkiri itu semua."
"Aku tahu ini sangat berat dan aku takkan membiarkanmu menanggung ini sendirian. I'm here with you and I never leave you until I death. I love you."
"I'm too, babe. I love you. You're the best. Love you, wife."
"More love you, husband."

Merekapun berciuman.

***

"Disini indah 'kan?"
"Iya. Bahkan sangat."
"Mau dansa bersamaku?"
"Tentu."

Alexandra menatapnya. Menatap sosok itu. Renno. Terlihat jelas tersenyum padanya.

"Hari ini indah bukan? Di tepi pantai, di suatu malam yang sunyi, kuhabiskan malam ini bersamamu. Kau adalah keindahan yang tak pernah padam. Hanya kau wanita pertama dan terakhir yang akan selalu kucintai sampai kapanpun. I love you, Dra."
"I love you more than anything, Renn." Ujarnya sambil tersenyum.
"Renn? Ini aku Rey! Bukan Renno!"
"Kamu ngomong apa sih? Kamu Renno. Iya, kamu Renno."
"Keterlaluan!"Ujarnya sambil melepaskan pegangan tangan Alexandra di pundaknya.
Alexandra tersadar, seseorang sedang menatapnya tajam.

"Bisa nggak sih sedikit aja, kamu kasih bagian untuk aku dalam hati kamu? Sebenarnya kamu cinta nggak sih sama aku? Apa aku ada dalam ruang hati kamu itu? Lantas, aku di tempatkan dimana? Di ruang yang luas atau yang sempit? Aku bodoh. Aku tidak mungkin mendapatkan tempat yang luas. Karena di hati kamu cuma ada Renno, Renno, dan Renno."

"Aku tahu apa pengorbanannya. Tapi, apa kamu bisa menghargai perasaanku sedikit saja? Nggak! Tadi siang, kamu juga seperti ini. Aku maafin kamu. Kesabaranku sudah habis. Sudah cukup sampai disini. Renno menjanjikan tempat yang luas untukku di hatimu. Tapi, nyatanya? Nggak! Aku cuma orang yang bodoh karena percaya sama kamu dan juga Renno. Harusnya aku yang mati bukan Renno. Supaya kamu, bisa bahagia bersamanya." Ujarnya sambil berbalik.

"Nggak gitu, Rey. Aku sayang sama kamu. Aku minta maaf, karena aku masih belum bisa lupain Renno." Ujarnya sambil memeluk pinggang Rey dari belakang.
"Kamu bohong! Di hati kamu cuma ada Renno. Bukan aku! Selamanya akan selalu begitu! Apa setahun nggak cukup buat lupain semuanya? Satu tahun adalah waktu yang lama, Dra! Aku sudah lelah. Setiap hari nama yang kamu sebut adakah Renno bukan aku. Kamu nggak perlu minta maaf. Simpan saja semua perkataan maafmu dan tangismu. Aku takkan luluh lagi."

"Lagipula, bukan kamu yang salah. Aku yang bodoh. Aku yang masih tetap bertahan walau kamu nggak cinta sama aku! Aku yang terlalu berharap akan cintamu. Cintaku terlalu besar, sampai aku terluka karenanya. Belum menikah saja kita seperti ini, bagaimana nanti?"
"Maksud kamu apa?"

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang