He was kinapped

166 11 3
                                    

Seorang pemuda sedang terbaring di brankar bersamaan dengan alat-alat yang menancap pada tubunya, sebagai penopang hidupnya.

"Renn, kamu harus tetap kuat. Kamu nggak boleh menyerah. Aku nggak mau kehilangan kamu. Aku belum siap dan nggak akan pernah siap untuk itu." Ujarnya sambil menggenggam tangan yang terasa dingin itu.

Sepi. Itulah yang menemani Alexandra. Hanya ada suara dari mesin EKG yang terdengar begitu nyaring.

***

Alexander terduduk dibawah tembok di depan Ruang ICU.

"Bilang sama gue, apa penyakit Renno? Ini bukan strategi kalian 'kan? Dia cuma pura-pura. Supaya semuanya clear. Nggak semudah itu."

"Cukup, kak! Cukup! Renno sakit kanker stadium IVB dan sekarang dia koma karena kakak. Kakak masih berpikir ini strategi? Kakak punya otak nggak sih? Hah? Nyawanya di ujung tanduk dan itu masih kakak bilang bercanda? Aku nggak tahu apa yang ada di pikiran kakak!"

Ia terisak. Ia mengacak-acak rambutnya. Ia hancur. Ia tatap tangannya. Tangan yang membuat ia layaknya seperti pembunuh.

"Kenapa gue lakuin itu? Padahal, gue tahu itu salah? Kenapa? Gue bodoh. Sangat bodoh. Harusnya gue nggak nyakitin loe, Renn. Harusnya, gue bisa tahan emosi gue. Kalau aja seperti itu, loe nggak mungkin berakhir seperti ini. Maafin gue, Renn."

***

Arthur melihat melalui kaca pembatas, kondisi kakaknya itu. Kembali dalam labirin kegelapan dan ia tak ada saat kakaknya itu kesakitan. Ia padahal baru saja berjanji, tapi ia sudah mengingkarinya.

"Maafin gue, kak. Gue nggak ada saat loe butuh gue. Loe harus bangun. Kita masih butuh loe."

"Kita harus kuat, Thur. Kita nggak boleh lemah."
"Iya, Tha. Aku akan selalu berusaha untuk tetap kuat."

***

"Jadi, kita sepakat?"
"Deal. Ingat, jangan sampai ada yang terluka."
"Iya."

Merekapun tertawa dengan sinis.

"It's show time!"

***

"Aku balik dulu ke Rumah Sakit, ya. Besok aku jemput lagi."
"Okay. See you and i love you."
"I love you more than anything." Ujarnya sambil mengecup kening Agatha.

***

Pemuda itu terus saja tertidur. Ia terlalu menikmati tidurnya.

"Nggak ada harapan lagi, Dra. Cepat atau lambat, Renno akan pergi. Kesempatan hidupnya semakin menipis. Apalagi untuk penderita kanker stadium IVB, seperti Renno. Kesempatan untuk bertahan, sangatlah tidak mungkin."

Alexandra menepis segala pernyataan Reza. Ia semakin terisak.

"Nggak. Nggak! Kamu nggak boleh pergi. Bangun, Renn! Bangun! Kamu nggak boleh ninggalin aku. Aku tahu, kamu lelah. Tapi, ini bukan saatnya untuk kamu menyerah!" Ujarnya dengan nada setengah berteriak.

***

Arthur membuka pintu mobilnya dan bergegas untuk masuk.

Bugh...

Satu pukulan berhasil mengenai tengkuk leher Arthur. Arthurpun jatuh pingsan. Orang itu, langsung membawa Arthur pergi.

"Arthur!" Ujar Agatha.

Agatha berusaha untuk mengejar mobil yang membawa Arthur, tapi ia tak bisa.

***

"Loe nggak akan pernah bisa milikin Arthur, pecundang. Cuma gue yang bisa. Selamat patah hati!" Ujarnya sambil tersenyum sinis.

***

"Apa? Kak Arthur diculik? Kok bisa? Kakak nggak bercanda 'kan?"
"Aku serius."

Ponsel itu jatuh dari genggaman Lexy.

Alexandra langsung menghapus air matanya. Ia langsung bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Lexy.

"Kenapa? Semua masalah datang bertubi-tubi dengan semenyakitkan ini?" Ujarnya sambil terisak.

***

Bersambung

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang