You're a evil

173 10 3
                                    

Arthur menerjap-nerjapkan matanya. Mengatur cahaya yang masuk ke retinanya.

Begitu ia tersadar, bahwa ia terperangkap di kursi bersamaan dengan tali yang mengikatnya, ia memberontak. Berusaha untuk melepaskan tali itu.

"Lepasin gue!"

Orang itu hanya tertawa.

"Arthur, Arthur. Kamu nggak akan bisa lepas dari genggamanku dengan begitu saja."

"Apa?"

***

"Jadi apa yang harus kita lakukan untuk kesembuhan Kak Renno, om."
"Hanya berdoa."

"Karena, nggak ada lagi cara selain itu. Cuma mujizat yang bisa kita tunggu. Nggak ada pilihan lain. No choice for Renno. Except, miracle."

Lexy menutup mulut dengan tangannya. Setetes air mata berhasil jatuh dari pelupuk mata yang indah itu.

***

"Kamu bisa bebas, sayang. Tentu saja."
"Nggak usah bertele-tele. Langsung ke intinya saja!"

"Okay. Aku akan bebasin kamu, kalau kamu mau nikah sama aku!"
"Loe gila? Pernikahan gue dan Agatha dua bulan lagi. Jelas gue nggak akan nikahin loe!"

"Maka dari itu, aku nggak akan pernah izinin itu terjadi! Dia nggak pantas milikin kamu! Aku gila, karena kamu!"

"Jadi, loe pikir, loe berhak? Gue nikah sama cewek murahan kayak loe? Jangan harap! Gue nggak akan pernah nikahin loe, apapun yang terjadi!"
"Okay, lets see it! Apa kamu masih bersikeras untuk tidak menikahiku?"

"What do you mean?"

"See this video!"

***

Alexandra memeluk Lexy. Memberinya ketenangan. Iapun sama hancurnya. Mungkin, lebih hancur dari Lexy.

"Kita harus kuat. Kita harus bertahan. Orang-orang itu nggak boleh mencabut semua alat penopang hidup Renno. Dia pasti kuat. Aku tahu itu. Dia nggak akan mudah menyerah dengan semudah itu."

"Tapi, bagaimana kalau semuanya berbalik? Bagaimana kalau Kak Renno memutuskan untuk menyerah? Memutuskan untuk pergi?" Ujarnya sambil terisak.

"Nggak, Xy. Kita harus percaya, kalau Renno pasto kembali. Dia nggak mungkin menyerah dengan semudah itu."

Lexy semakin mengeratkan pelukannya.

***

Pemuda berwajah pucat itu terlihat damai dalam tidurnya. Ia tampak nyaman dalam mimpinya itu.

Sebelum, orang-orang itu melepas sumber oksigennya. Tubuh itu mengejang. Bersamaan dengan garis yang mulai menunjukkan garis lurus di mesin EKG itu.

"Nggak! Kak Renno! Lepasin gue! Kak, sadar! Loe nggak boleh pergi! Bertahan!"

"Hahaha."

Orang itu tertawa dengan keras. Ia tampak bahagia, melihat Arthur memberontak.

"Cepat, suruh orang-orang itu memasangkan kembali oksigennya! Kak Renno bisa mati!"

"Aku makin suka sama kamu. Apalagi, saat melihatmu menderita. Memberontak seperti ini. Ini juga yang akan kamu lakukan, saat menikahiku nanti. I love you, baby."

"Loe gila? Hah? Gue nggak mungkin nikahin pembunuh seperti loe! Loe mau, gue nikahin loe. Tapi loe, membunuh itu kakak gue! Calon kakak ipar loe!"

"I hate you, bitch! Loe nggak akan pernah bisa milikin gue! Lebih baik gue mati, daripada harus menikah sama perempuan yang nggak punya harga diri kayak loe! Ini semakin membuat gue yakin, kalau loe memang nggak pantas menjadi istri gue! Sampai kapanpun!"

Tawanya meredup. Bergantian dengan tatapan tajam.

"Lebih jahat mana? Sama kamu yang menghancurkan perasaanku? Kamu tinggalin aku gitu aja. Kamu cuma mengganggapku sebagai kebahagiaan sesaat. Kebahagiaan yang semu."

"Memang itu faktanya! Kita pakai kontrak. Loe tanda tangan kontrak itu dan guepun sama. Jangan harap, hubungan kita lebih dari itu!"

"Aku mengganggapnya lebih. Saat kamu, hampir saja menjadi milikku sepenuhnya. Lagipula untuk apa kamu memperjuangkan kakakmu yang akan mati itu!"

"Jaga ucapan loe! Bukan dia yang mati, tapi loe!"

"Okay, kita buktikan! Aku nggak akan segan-segan, membunuh siapapun yang menghalangi jalanku untuk mendapatkanmu!"

"Baiklah. Kalau begitu bunuh gue! Karena gue yang akan menghalangi jalan loe untuk mendapatkan raga gue! Karena raga ini hanya pantas diberikan pada perempuan baik, seperti Agatha! Bukan seperti, perempuan murahan kayak loe!"

Ribka semakin tersulut emosi. Ia mengepalkan tanggannya.

***

Bersambung

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang