Saling Memaafkan

188 9 4
                                    

"Nggak!"
"Renn, buka mata kamu! Kamu harus bertahan!"
"Sakit, ma. Arghh!"
"Renn! Renno!" Ujarnya dengan panik.

"Pa, awas!"
"Arghh!"

Mobil itu terpelanting jauh. Mama segera mengeluarkan Renno dari mobilnya. Tak lama setelah itu, mobil itu meledak.

DUARRR

"TIDAK!" Ujarnya sambil membuka matanya.

Peluh membanjiri keningnya. Ia menatap sekelilingnya dan menemukan seseorang disana. Iapun langsung melepaskan masker oksigennya.

"By?"
"Ale--xandra?"

"Ini beneran kamu? Aku nggak mimpi 'kan?"
"Kamu nggak mimpi, sayang. Ini aku, Renno!"

Alexandra langsung memeluk Renno.

"Akhirnya, kamu bangun. Kamu bangun, sayang."
"Iya. Aku 'kan pernah bilang sama kamu. Aku akan selalu melewati kematian sampai tiba saatnya, aku harus tenggelam dalam kematian itu."

Alexandra melepas pelukannya.

"Kamu nggak boleh bicara seperti itu. Aku panggilkan Om Reza sebentar."
"Iya." Ujarnya pelan.

***

Arthur memeluk Agatha dengan erat.

"Aku bahagia, karena aku nggak kehilangan orang yang kucinta lagi."
"Aku juga bahagia. Kamu harus lebih menghargai waktu bersamanya. Karena, seringkali waktu berubah menjadi jahat."

"Iya, sayang. I love you."
"I love you more."

Seseorang melihat mereka yang sedang berpelukkan dengan sinis. Ia mengepalkan tangannya.

"Kalau gue nggak bahagia, loe juga nggak! Kalau gue hancur karena loe, maka loe harus hancur bersama gue! Kalian lihat saja, kalian tidak akan pernah bahagia. Gue akan buat kalian hancur. Melebur bagaikan kayu yang terbakar oleh api!"

***

Tok...Tok...Tok...

KLIK

"Ar--thur?"
"Loe kenapa bisa ada disini?"
"Gue udah tahu semuanya. Kenapa loe nggak pernah cerita soal kondisi loe ini? Loe bodoh tahu nggak! Kenapa loe buat gue tahu keadaan loe dengan cara semenyakitkan ini?"

"Karena itu yang loe mau. Memaafkan saja susah. Apalagi untuk sekedar percaya."
"Kak..."
"Stop panggil gue kakak! Kakak loe udah mati, tujuh tahun yang lalu! Gue bukan kakak loe! Gue cuma orang lain yang numpang tinggal di rumah loe! Gue bukan siapa-siapa. Gue..."

Arthur langsung memeluk Renno.

"Maafin gue, kak. Gue terlalu egois. Maaf, gue selalu melihat keburukan diri loe. Maaf, kak..."
"Loe nggak salah. Gue yang salah. Loe benar, gue yang menyebabkan kematian mama dan papa."

"Nggak. Itu bukan salah loe. Gue sayang sama loe. Maafin gue. Gue nggak mau kehilangan loe. Gue nggak mau kehilangan orang yang gue cintai lagi."

"Maafin gue juga. Gue juga sayang sama loe." Ujarnya dengan nada yang berat.

Arthur langsung melepaskan pelukannya.

"Loe nggak apa-apa 'kan, kak?"
"Nggak. Gue cuma..., arghh!"

Arthur langsung memencet tombol darurat di sebelah bangsal Renno.

"Loe harus bertahan."

Rezapun masuk dengan panik. Iapun menyuntikan suatu cairan kedalam tubuh Renno.

***

"Kondisi Renno saat ini, sangatlah lemah. Ia bisa terserang kapan saja. Karena, kankernya sudah menyebar luas. Tolong jaga emosinya. Jaga makanannya dan pastikan Renno selalu minum obat tepat waktu."

Arthurpun menjatuhkan dirinya pada  salah satu kursi Rumah Sakit. Ia terisak.

"Kenapa harus loe? Kenapa, disaat maaf ini terucap, waktu seakan tak mengizinkan kita untuk bersama? Kenapa penyesalan ini terlalu berat untuk gue tanggung? Kenapa?"

***


Bersambung

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang