Tak segila itu

163 12 3
                                    

"Renno..." Ujarnya dengan lirih.

Ia hanya bisa terisak di depan Ruang ICU. Terlihat dengan begitu jelas, tubuh itu terus saja mengejang.

"Please, bertahan untukku. Renn. Jangan pergi. I don't want to lose you."

***

"Jadi, bagaimana? Masih mau tetap bersikeras untuk tidak menikahiku?"

Arthur hanya terdiam.

"Baiklah. Sekarang, pilihanmu ada dua. Mati atau menikahiku?"

"Loe pasti sudah tahu jawabannya. Gue lebih baik mati, daripada harus menikah sama loe!" Ujarnya sambil tersenyum sinis.

***

Reza menyuntikkan suatu cairan ke tubuh Renno. Perlahan, tubuh Renno berhenti mengejang. Namun, mesin EKG itu malah menunjukkan detak jantung Renno yang melemah.

Reza langsung mengambil defibrilator, mengoleskan gel, dan menempelkannya pada dada Renno.

"Satu, dua, tiga, shoot!"

Tiga kali benda itu ditempelkan pada dada Renno. Namun, hasilnya nihil. Detak jantung Renno semakin melemah.

Reza menekan bagian tengah dada Renno. Ia berusaha agar detak jantungnya kembali normal.

***

"Baiklah, kalau itu mau kamu. Kamu akan mati bersamaan dengan orang yang kamu cintai."

"Maksud loe?"

"Loe akan mati bersamaan dengan Lexy, kakak loe itu, dan Agatha. Mungkin, dia yang akan gue bunuh dihadapan loe. Supaya loe bisa merasakan, perasaan menyakitkan itu."

"Kalau loe mau bunuh gue, cukup bunuh gue. Jangan yang lain. Mereka nggak punya salah apa-apa. So please, don't kill them."

"Salah mereka adalah terkait dengan loe! Gue akan bunuh siapapun yang terikat dengan loe. Kakak loe sudah mati dihadapan loe. Mungkin, selanjutnya Lexy. Membunuh Renno sangatlah mudah."

"Gue akan membunuh Lexy dengan cara yang lebih kejam. Tapi, sebelumnya gue akan membunuh orang yang paling loe cintai, Agatha. Karena dia ada disini. Kita bunuh yang dekat terlebih dahulu."

"Apa?"

***

"Detak jantung pasien kembali, dok! Walaupun lemah."

"Pasangkan kembali alat bantu pernapasan itu."

"Baik, dok."

***

"Om? Gimana kondisi Kak Renno?"
"He's back."

Lexypun langsung memeluk Alexandra. Mereka tersenyum bahagia. Akhirnya, doa mereka terjawab.

"Terimakasih, Tuhan."

"But..."

Senyum merekapun meredup.

***

"Hai."

Arthurpun menengok. Orang itu berlutut di hadapan Arthur. Ia memberi kode pada Ribka untuk meninggalkan ruangan itu.

"Mau loe apa?"

"Santai. Nama gue Vinth. Gue..."

"Loe nggak perlu kenalin nama loe. Karena itu nggak penting buat gue!"

"Okay. Gue mantannya Alexandra. Gue cuma mau bilang sama loe, gue akan pastiin Renno mati. Karena apa? Karena Alexandra cuma berhak sama gue! Bukan sama Renno. Sama orang penyakitan kayak dia."

"Jangan macem-macem loe!" Ujarnya dengan emosi.

"Santai. Gue tahu, Renno selalu selamat dari kematian. Dari siapapun yang mau bunuh dia. Gue tahu itu. Gue kasih tahu sama loe, Renno nggak mati. Dia masih hidup. Dia berhasil selamat."

"Tapi, gue jamin itu nggak akan lama. Saat loe mati, dia juga akan mati. Karena apa? Karena, ketika sumber kekuatannya melemah, diapun begitu."

"Kalau begitu bunuh Kak Alexandra, karena dia sumber kekuatan Kak Renno yang sesungguhnya."

"Gue nggak akan segila itu. Gue nggak segila Ribka. Gue nggak akan bunuh orang yang gue sayang, karena gue nggak bisa memilikinya."

***

Bersambung

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang