Please, be brave!

118 8 0
                                    

Renno bangkit dari posisi tidurnya. Ia meremas perutnya yang terasa sakit. Kepalanya juga terasa begitu pening. Ia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.

"Argh...."

***

Tok...Tok...Tok...

"Kak Dra?"

Alexandra tersenyum tipis.

"Hmm, Renno ada? Aku mau kasih suprise ke dia. Karena dia, berhasil melakukan chemonya."
"Ayo, masuk. Kak Renno ada di kamarnya, kak."

"Thanks, Thur."

***

Renno merasakan tubuhnya yang begitu sakit. Begitu lemas. Pandangannya semakin memburam.

"Renno!"

Alexandra menjatuhkan sekuntum bunga yang ia bawa begitu saja. Ia berlari menghampiri Renno yang terkapar.

"Dra..." Ujarnya dengan lemah.

"Kamu kenapa?"

"I'm fine."

Renno tersenyum. Berusaha untuk menyembunyikan rasa sakit itu kepada Alexandra. Pandangannya semakin memburam. Sampai akhirnya, ia kembali terjatuh dalam labirin kegelapan itu.

"Renn! Bangun, Renn! Renn! Renno!"

Alexandra mengguncangkan tubuh itu. Ia terisak.

"Please, bangun. Bangun Renn! Jangan tinggalin aku!"

***

Tubuh itu kembali pada alat-alat itu. Alat-alat yang selama ini menjadi penopang hidupnya.

"Kenapa kondisi Renno bisa seperti ini?"

"Sebenarnya, kondisinya belum stabil. Kondisinya masih terlalu lemah untuk rawat jalan. Renno seharusnya dirawat selama satu minggu kedepan. Tapi, ia memaksakan untuk pulang."

"Lalu kenapa om biarkan? Padahal om tahu bagaimana kondisinya!"

"Renno sudah terlanjur pulang saat om mau membicarakan kondisinya."

"Apa?"

"Berdasarkan hasil lab, semua kankernya sudah hilang. Tapi, terdapat beberapa organ dalam yang rusak akibat kanker itu."

"Mak--sud, om?"

"Hati dan ginjalnya harus ditransplantasi. Kita harus melakukan operasi. Karena kalau tidak, Renno bisa kehilangan nyawanya. Kanker itu sudah merusak hati dan kedua ginjalnya."

Alexandra membekap mulutnya.

"Operasi harus segera dilakukan. Tapi, pihak Rumah Sakit belum menemukan pendonor yang pas."

"Kalau begitu biar aku saja, om."

"Thur! Kamu jangan gila! Kamu akan kehilangan nyawamu! Om nggak akan biarin itu!"

"Lebih gila siapa? Aku atau om yang membiarkan Kak Renno mati dengan sia-sia?"

"Renno nggak akan mati dengan sia-sia! Kita cuma butuh waktu."

"Tapi Kak Renno nggak punya itu! Kita harus selamatin Kak Renno! Sebelum semuanya terlambat!"

"Lebih baik, kamu mencari pendonor.  Sekarang!"

"Kenapa aku harus mencari pendonor kalau aku adalah pendonornya!"

"Ingat, Thur! Kamu nggak mempunyai kecocokan dengan Renno! Golongan kalian berbeda! Walaupun satu keluarga, tapi golongan darah Renno sangat rare. Sulit untuk didapatkan! Kamu mau buat Renno mati perlahan?"

"Apa kamu tahu apa resikonya kalau operasi itu gagal? Renno sama-sama akan mati! Coba kamu berpikir dengan jernih! Renno mewarisi golongan darah dari adik om, yaitu mama kamu! Lagipula om nggak akan biarin Renno mati seperti mama kamu!"

Arthur hanya terdiam.

"Sepertinya aku tahu, siapa yang akan menjadi pendonor untuk kak Renno!"

Alexandra menatap Arthur dengan kebingungan. Arthur langsung bergegas pergi.

"Bertahanlah sampai gue mendapatkan pendonornya, kak!"

***

Bersambung

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang