Ia Tak Sadar...

57 6 0
                                    

Pria bertubuh kekar itu membuka kedua matanya dan melihat sekelilingnya. Tak ada seorangpun disana.

"Syukurlah. Tak ada seorangpun yang bisa melihatku lemah tak berdaya seperti ini."
"Ada."
"Om?"

"Kamu itu gila atau apa? Kamu mau kondisimu bertambah parah?"
"Maksud om?"
"Buat apa kamu mabuk beberapa hari yang lalu? Kamu tahu, kamu mengalami pendarahan hebat. Tapi, om nggak kasih tahu itu pada Arthur. Kamu itu nggak baik-baik saja, Renn. Kamu itu..."

"Please, om. Aku nggak mau lakuin itu."
"Tapi, Renn kondisi kamu bisa bertambah parah. Apalagi setelah kamu minum, pendarahan, dan koma setelah dua hari. Kamu harusnya pikirkan kondisi kamu, Renn."
"Iya, om."

"Ini hasil test darah yang harus kamu baca. Kamu cerna lagi. Kamu harus jaga kondisi kesehatan kamu. Tapi, sampai kapan kamu akan menyembunyikan ini dari adik-adikmu?"
"Saat yang tepat."
"Kapan?"
"Saat kondisi kamu semakin memburuk, iya?"
"Aku baik-baik saja, om. Percayalah. Ini tak akan seburuk yang om pikirkan. Ini hanya sakit biasa."
"Renn, om nggak ngerti lagi apa yang kamu pikirkan.

"Please, om. Jangan kasih tahu siapa-siapa. Aku janji, aku akan ngelakuin hal apapun asalkan mereka nggak tahu soal ini. Mereka nggak boleh tahu soal ini. Karena, mereka baru saja bahagia dan aku nggak mau menghancurkannya."
"Om akan usahakan. Tapi, seperti yang kamu bilang, mereka belum siap untuk menerima semua ini 'kan? Jadi mereka nggak boleh tahu soal ini. Baiklah."

"Nggak boleh tahu soal apa, om? 'Mereka' siapa maksud om?"
"Ar—Arthur?" Ujar Renno sambil menyembunyikan amplop coklat itu kedalam selimutnya."
"Apa ada yang nggak boleh aku tahu?"
"Hmm, sepertinya ada yang harus om urus. Om permisi."
"Om..."

"Sudahlah, Thur. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Nggak perlu dikhawatirkan bagaimana? Loe koma dua hari. Itu mampu buat gue sama Lexy khawatir kehilangan loe."
"Gue nggak apa-apa. I'm fine. Trust me."
"Loe nggak bohong 'kan? Gue nggak akan maafin diri gue sendiri kalau kejadian satu tahun lalu terjadi lagi."
"Itu nggak akan terjadi lagi."

"Tapi, serius loe nggak apa-apa 'kan?"
"Ya terus, loe mau gue kenapa-kenapa gitu? Loe mau gue sakit?"
"Ya nggak. Gue cuma khawatir aja sama loe."
"Tapi, Alexandra nggak tahu 'kan soal ini?"
"Baru gue mau kasih tahu."
"Eitss, jangan. Besok, gue yang akan nyamperin dia. Tapi, nggak dengan dia tahu gue ada disini. Gue cuma nggak mau dia sedih, Thur."
"Tapi, dia berhak tahu."
"Please..."

"Okay. Tapi, loe nggak boleh balapan lagi. Apalagi sampai mabuk berat kayak beberapa hari yang lalu."
"Ya, I'm promise."
"Okay. Loe siap-siap ya, gue mau beresin semua administrasi loe."
"Thanks, Thur."

"Yourwell, bro. Cepet sembuh, ya."

Rennopun tersenyum menatap kepergian Arthur.

"Untung saja, Arthur nggak sempat melihat amplop coklat itu."

***

Bersambung

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang