Who's?

168 10 2
                                    

"Jadi, kamu sudah siap untuk hari ini? Beberapa jam lagi, menuju kematianmu."

Arthur hanya tersenyum.

"Aku selalu siap untuk apapun."

"Baguslah."

***

Renno memijit pelan keningnya yang terasa pening.

"Renn, kamu nggak apa-apa?"

"Nggak. Cuma pusing sedikit. Minum obat juga udah nggak apa-apa."

"Kamu yakin? Ini misi besar. Kalau kamu sakit, biar aku sama agen kepolisian aja."

"Nggak. Aku harus tetap ikut."
"Ya sudah, kamu minum obatnya. Setelah itu kita berangkat."

***

"Hati-hati ya, kak. Jangan sampai terluka."
"Iya. Kakak janji. Bye."
"Bye."

***

"Kamu yakin, disini tempatnya?"
"Yakinlah, sayang. Kalau nggak, aku nggak akan ngajak kamu kesini. Lagian, agen polisi itu udah terpercaya."

"Baiklah. Kita langsung bergerak. Kamu tunggu disini. Awasi keadaan. Aktifkan alat komunikasi kita. Aku masuk ke dalam."

"Jaga diri kamu baik-baik. Kembali dengan selamat. I love you."

"I love you more." Ujarnya sambil mencium kening Alexandra.

***

Renno langsung dihadang oleh sepuluh orang saat memasuki gedung itu.

Orang-orang itu langsung menyerang Renno. Dengan sigap, Renno menepisnya. Rennopun langsung menyerangnya.

***

"Lepaskan talinya, mari kita mulai eksekusinya."

Tubuh itu diambil alih. Tangan yang semula terbebas dari ikatan itu, kembali terikat dengan erat. Bukan dengan tali, tapi oleh tangan orang bertubuh kekar itu.

***

Bughh...

Bughh...

Bughh...

Delapan orang berhasil Renno buat terkapar. Masih tersisa dua orang. Ketika ia hendak melangkah, rasa sakit itu kembali menerjangnya. Pandangannya mulai memburam.

Ia mencengkram erat bagian ulu hatinya. Kesempatan itu tak di sia-siakan oleh orang-orang itu.

"Gue harus kuat. Harus."

Orang-orang yang tersisa itu memanggil orang-orang yang di lain tempat dalam gedung itu. Mereka mulai menyerang Renno.

***

"Siapkan pisau yang terbaik. Pisau yang sangat tajam. Agar dia bisa menemui ajalnya secepat mungkin."

***

Saat orang-orang itu ingin menyerang Renno, seseorang dengan sigap menepis serangan itu.

Ia langsung menyerangnya. Orang-orang itu langsung tumbang dengan sekali serangan.

"Dasar lemah!"

Renno mencoba untuk tetap menjaga kesadarannya.

"Alexander!"

"Renn? Loe nggak apa-apa? Kita keluar sekarang."

"Nggak, Lex. Gue harus menyelamatkan Arthur. Lagipula, gue nggak apa-apa."

"Loe yakin?"

Rennopun menggangguk.

"Sekarang, kita berpencar. Loe ke arah kanan dan gue ke arah kiri. Kalau loe ketemu sama Arthur, langsung bawa dia pergi. Jangan tunggu gue."

"Baiklah. See you, bro."

***

"Loe yakin, ini pisau tertajam?"

"Yakin dong, boss."

"Tapi, kayaknya nggak seru kalau pakai pisau. Ambilkan gue pistol. Pistol yang terbaik tentunya."

"Apa?"

"Kok loe terkejut gitu, Vinth?"

"Hah? Nggak. Gue kaget aja, loe jadi sadis kayak gini." Ujarnya sambil tertawa sinis.

"Sudahlah, lupakan. Mana pistolnya?"
"Ini, boss."

"Okay. Bersiaplah, Arthur."

***

Renno hampir saja tertangkap. Namun, ia langsung menghindar. Ia bersembunyi di salah satu tembok gedung itu. Pening itu masih jelas terasa. Hidungnya juga mulai mengeluarkan darah. Ia langsung mengelapnya.

Ia kembali berlari. Mengacuhkan rasa sakit yang semakin jelas terasa.

***

Orang-orang yang semula memegang tangan Arthur, langsung pergi menjauh.

Ribka mengambil langkah dan mengarahkan pistol itu ke dada Arthur. Arthur hanya bisa pasrah. Iapun menekan pelatuknya.

Dorr...

Satu peluru berhasil meluncur keluar dari pistol itu.

Arthur terjatuh. Tapi, bukan karena tertembak. Karena terdorong seseorang.

Peluru itu berhasil mengenai dada orang itu. Iapun terjatuh bersamaan dengan darah yang mengalir deras.

***

Bersambung

Kira-kira, siapa nih yang nyelamatin Arthur? Hmmm. Temuin jawabannya di part selanjutnya, ya. Hehe. Bye guys! Good night :)

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang