Isn't your fault.

55 4 0
                                    

Lexy menangis sejadi-jadinya. Ia semakin terisak dikala memasuki kamar kakaknya itu. Harumnya masih sama, tak ada yang berubah dari ruangan itu. Semuanya terlihat indah sekaligus menyakitkan. Karena Renno, tak berada disana. Ia pergi bukan untuk kembali.

Lexy terlutut.

"Kenapa loe lakuin ini, kak? Kenapa loe bohongin semua orang? Kenapa loe memilih untuk berjuang sendirian, padahal semua orang yang cinta sama loe. Peduli sama loe, sayang sama loe, dan ingin berjuang bersama sama loe! Tapi, kenapa? Loe milih untuk berjuang sendirian? Gue nggak bisa kehilangan loe dengan cara yang seperti ini. I hate this." Ujarnya sambil terisak.

"Xy. Lexy...Xy...Lexy..."

Lexy mendongak, ia melihat seseorang berpakaian putih tersenyum. Orang itu mengulurkan tangannya dan ia menerimanya.

"Kak Renno?"
"Mau bermain bersama kakak?"

Lexy mengangguk sambil tersenyum. Lexy terus saja melangkah. Orang itu memeluknya, memberikan kehangatan, membangkitkan kembali senyumnya, menari bersamanya. Hanya ada tawa disana.

"Teruslah bahagia seperti ini. Jangan bersedih. Kamu berhak untuk bahagia. Kejar cita-citamu untuk menjadi seorang dokter yang hebat. Kakak sangat menyayangimu. Kakak akan turut bahagia di suatu tempat yang jauh disana. Selamat tinggal." Ujarnya pelan sambil menghilang.

"LEXY! Loe ngapain disini?"
"Apa loe nggak liat, gue lagi main sama Kak Renno. Kayak biasa."
"Sadar, Xy! Kak Renno itu udah nggak ada! Jangan kayak gini terus, dong."
"Kak Renno ada disini. Kak Renno belum meninggal! Nggak mungkin dia meninggal!"
"Sekarang, loe lihat sekeliling loe! Nggak ada siapa-siapa. Cuma ada loe dan gue. Merasa kehilangan boleh, tapi jangan sampai terlarut-larut begini. Bukan cuma loe yang kehilangan Renno. Kehilangan sosok kakak. Gue juga! Gue yang merasa bersalah karena gue terlambat untuk meyayanginya!"

Lexy tersadar, ia berada di bawah hujan. Ia sudah basah kuyup. Ia tersadar, ia hanya memeluk dirinya sendiri dan tak ada Renno. Iapun terlutut kembali.

"Kak Renno!"
"Xy, udah. Kita masuk. Kita harus ikhlas."
"Tapi, kak..."
"Masih ada gue dan orang-orang yang sayang sama loe. Loe nggak boleh kayak gini. Masih ada kakak-kakak loe yang lain. Kita ada disini. Just for you. So, please. Don't do this. Kita masuk, nanti loe sakit lagi."

Lexy hanya mengangguk lemah. Ia hanya berhalusinasi. Seolah ada Renno disini. Padahal, tak ada.

***

"Rasanya semua ini hanyalah mimpiku."
"Bukan hanya loe, Dra. Semuanya."
"Kepergian Renno seperti kebisuan. Kemarin baru saja kami bahagia bersama. Sekarang, dia sudah pergi meraih apa yang selama ini ingin ia capai. Ia pasti sangat bahagia, sekarang."

***

"Renn, kamu pergi dalam segenap kebisuan. Kenangan kita masih nampak jelas dalam pikiranku dan hatiku masih menginginkan dirimu ada disini. Memiliki raga ini. Tapi, itu hanyalah mimpiku. Aku harap kamu lebih bahagia di atas sana. Lihat aku saat memakai gaun putih nan indah yang kau berikan, tawaku, dan seseorang yang mendampingiku di altar itu. Aku harap kamu akan bahagia saat aku bahagia."

"Dra..."
"Kak." Ujarnya sambil mengusap air matanya.
"Are you ready for today?"
"Why not?"
"Loe..."
"Ini udah satu tahun berlalu. Masa gue belum move on. Let it flow. I must found my happiness. Right?"
"Of course you will. Lets go!"
"Lets go."

***

"Hei. Open your eyes. Show me how deep is your love. Kamu nggak boleh nyerah, karena Renno udah kasih nyawanya buat kamu. Kamu bilang, kamu mencintaiku dalam diam 'kan? Sekarang buktikanlah dengan mencintaiku bukan dalam diam lagi. Bersuaralah. Hatiku terbuka lebar untukmu. Aku nggak mau kehilangan seseorang yang kucintai, lagi."

Melepaskan Yang Terlalu Berharga (New Version) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang