Setelah pembubaran apel aku berjalan dengan cepat, entah apa yang membuatku terburu buru seperti itu.
Tapi saat berjalan sepatu pdl ku terasa kurang nyaman sehingga aku harus membetulkannya terlebih dahulu. Aku berjongkok untuk membetulkan pdl ku.
Dan tiba tiba di depanku ada sepasang kaki yang sama juga memakai sepatu pdl. Aku mendongak ke atas untuk melihat siap orang yanh sedang berdiri di depanku itu. Matahari yang lumayan terik dan menyilaukan menghalangiku untuk melihat orang itu.
Seseorang itu pun menghadang cahaya matahari dengan kepalanya sehingga aku bisa melihat siapa dia. Aku tersontak kaget dan langsung berdiri. "Lettu laut Alif". Kagetku.
"Hei. Seneng ya, akhirnya aku bisa satu tempat dinas sama kamu cil". Ucapnya.
"Satu tempat dinas?". Tanyaku dan melamun.
"Heh kenapa bengong?". Ucapnya melambai lambai tangan ke mukaku.
"Siap salah letnan!". Sontakku.
"Udah gak usah formal. Kayak sama siapa aja". ucapnya.
"Siap! Tapi sekarang sedang dinas. Jadi wajib formal". Jawabku.
"Udah kayak biasa aja, jangan terlalu formal gitu". Ucapnya lagi dan aku mengangguk.
"Aku denger denger, kamu mau nikah sama kapten Revin? Kenapa kamu gak cerita sama aku? Kamu udah anggep aku orang asing ya buat kamu?". Tanyanya.
"Ehm, ngomongnya jangan disini ya. Panas. Duduk disana aja tuh". Ucapku langsung jalan.
Setelah aku dan Alif duduk. Kita hanya sama sama diam satu sama lain.
"Kamu masih belom jawab loh". Celetuk Alif.
"Emmm, Iya, aku mau nikah sama kak Revin. Bukannya aku anggep kamu orang asing lip. Ya cuma emang aku belum mau cerita aja". Jawabku.
"Emangnya kamu mau cerita kapan cil? Sampe aku tau kabar dari orang lain? Sampe kamu nyebar undangan? Atau sampe kamu selesai acara?". Timpanya.
"Ya maaf lip. Emang seharusnya aku cepet cerita sama kamu, sahabat aku". Ucapku sambil menunduk.
"Gak usah minta maaf cil. Kamu gak salah kok". Ucapnya sambil tersenyum. "Udah ya aku masih ada urusan nih". Lanjutnya menepuk pundakku lalu pergi.
____
Setelah pengajuan dan segala urusan untuk acara pernikahan selesai. Dan hanya tinggal penyebaran undangan saja. Aku lega rasanya.
"Hei, ngapain bengong sambil senyum senyum gitu?". Tanya kak Revin menyadarkanku dari lamunan.
"Ya gapapa seneng aja semua udah beres. Emang kak Revin gak seneng apa?". Tanyaku.
"Ya nggak lah". Ucapnya yang sontak membuatku kaget.
"Oh gak seneng? Terus ngapain kalo gak seneng kita pake pengajuan segala? Kenapa kakak gak bilang dari kmaren kmaren aja? Kalo mau batalin sekarang aja kak. Mumpung undangan belom disebar, jadi gak terlalu malu gitu kan nantinya. Apa harus aku aja yang mau ngebatalin sekarang juga?". Cerocosku dengan emosi.
"Heh cerewet banget si". Ucapnya mencubit pipiku dan aku segera menepisnya. "Ya aku masih gak seneng lah. Kurang gitu. Kita kan belum nikah, baru kalo kita udah nikah aku seneng bangeeeeett malah". Lanjutnya.
"Emang mau nikah sama orang cerewet? Sanggup gak?". Tanyaku.
"Hei cil!". Ia memegang kedua bahuku. "Tugas dan berlayar mengarungi samudra aja aku sanggup, apalagi mengarungi rumah tangga sama kamu". Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Hidup (Militer)
Romansa*Baca aja dulu siapa tau suka!*? maaf bila ada kesalahan kalimat atau yang lainnya, maklumlah aku masih penulis pemula?