Setelah pesawat yang aku tumpangi landing. Aku dan alif langsung mencari taksi dan melesat pergi ke rumah mendiang kak Revin. Semalam saat kapal baru bersandar aku dengan cepat dan terburu buru untuk terbang ke Jakarta. Sampai sampai aku tak sempat untuk berganti baju dan hingga saat ini pun aku masih memakai baju Pdl abu khas TNI AL.
Sesampainya di depan rumah kak Revin aku langsung turun dari taksi sambil menggendong tas ranselku. Aku berlari masuk kedalam rumah kak Revin tak peduli dengan tas berat yang kupakai.
"Assalamu'alaikum". Ucapku saat melihat penghuni rumah yang sedang berbincang dengan tamunya sambil menangis.
"Wa'alaikumsalam". Ucap mama kak Revin menghampiriku.
Mama kak Revin langsung memelukku. "Cilvia. Kamu yang sabar ya". Ucapnya.
"Tante juga yang sabar ya". Ucapku.
Setelah perbincangan singkat aku dengan mama kak Revin aku langsung melesat pergi membeli bunga dan ke tempat peristirahatan terakhir kak Revin. Tentunya masih bersama sahabatku yang baik itu.
Kapten Anumerta (M) Revino Bagas Bimantara S.Tr.Han. Namanya terpampang jelas di batu nisan yang masih putih bersih dan suci itu. Disamping nisannya terdapat Foto kak Revin memakai baju Pdh lengkap dengan baret ungunya.
Alif mengambil alih ranselku. Ia memakainya. Padahal ia juga masih menggendong ransel miliknya yang sama berat juga.
"Biar aku yang pegang". Ucapnya.
Aku tersenyum sekilas pada Alif.
Aku berjongkok dan memegang nisan kak Revin. Setetes demi setetes air mataku jatuh.
"Kak Revin kenapa ninggalin aku? Kakak bilang kakak selalu ada disamping aku, akan selalu jagain aku. Terus kalo kakak pergi siapa yang jagain aku kak? Kakak ingkar janji sama aku". Ujarku sambil menaruh bunga."Yang sabar cil". Ucap Alif yang tiba tiba jongkok juga disebelahku. "Daripada kamu ngoceh terus mending kita do'ain Revin.". Lanjutnya.
Aku mengangguk. Kita pun mengirim doa untuk kak Revin. Setelah itu aku dan Alif pulang.
Sesampainya di rumah aku langsung memasuki kamar. Sampai sampai tidak melepas sepatu. Suasana rumah sepi. Mungkin bunda ada di halaman belakang atau sedang keluar sebentar. Aku meninggalkan Alif sendirian di depan rumah yang masih menggendong ranselku.
"Cilvia". Panggil bunda sambil mengetuk pintu kamarku. Aku membuka pintu dan langsung memeluk bunda.
"Kamu yang sabar ya. Kamu harus kuat". Ujar bunda.
"Iya bun".
"Inih ransel kamu". Ucap bunda menunjuk ransel di bawah.
"Loh, ini bunda yang bawak ke atas? Aduh maaf ya bun jadi ngerepotin". Tanyaku.
"Bukan bunda lah. Mana kuat bunda angkat ini. Yang bawa tuh si Alif. Kamu nyusain dia cil. Kasian dia tadi bawa dua ransel". Oceh bunda.
"Iya maaf bun. Tadi cilvia lupa".
"Ya kamu minta maafnya ke Alif. Jangan ke bunda. Udah deh kamu istirahat sana".
"Iya iya". Aku merebahkan badanku lagi ke kasur empuk di kamarku.
Tingnong....
Baru sebentar aku memejamkan mata tiba tiba bel rumah berbunyi. Tapi aku membiarkannya karna ada bunda di bawah.
Tingnong...
Bel rumah berbunyi lagi.
'Bunda kemana? Kok gak bukain pintu?'. Batinku.
Aku pun turun dan membuka pintu.
Seseorang memakai pdl lengkap membelakangiku. Saat itu juga ia berbalik ke arahku.
"Loh. Bang Arka. Silahkan masuk". Tawarku.
"Ah tak usah lah. Disini saja". Ucap bang Arka tanpa komando ia duduk di kursi teras.
Aku pun juga ikut duduk.
"Jadi? Ada apa bang?". Tanyaku.
"Ekhem ekhem". Bang Arka memegang tenggorokannya.
"Oh iya iya. Kapten Arka mau minum apa?". Tanyaku dengan nada yang halus.
"Terserah kau saja lah". Ucapnya.
"Oh bentar, mau ambil air kobokan dulu". Ucapku dan berdiri hendak masuk.
"Eh sebentar sebentar. Air putih saja lah". Ujarnya.
"Hehe, siap". Aku mengambil air putih dan kembali lagi duduk di teras.
Bang Arka langsung meminum air yang kuambil tadi. Ia langsung menghabiskan airnya.
"Ini haus apa gimana bang?". Tanyaku.
"Eh haus sekali aku ini". Ucapnya. Ia membuka tas selempang yang dipakainya. Mengambil sebuah amplop dan memberikannya kepadaku.
"Eh, kau baru pulang sail kan?". Tanya bang Arka.
"Iya bang. Baru sampe tadi di rumah. Ya sebenernya gak ada cuti. Tapi kerena--".
"Ah sudahlah. Kau yang sabar ya cil". Bang arka memotong.
"Iya.Omong omong. Ini amplop apa bang?". Tanyaku.
"Sebelum si Revin dikirim satgas dan berangkat ke kolombo. Dia nitip surat untuk kau sama keluarganya".
"Oh, makasih ya bang". Aku membuka amplop dan isinya selembar kertas, cincin paja dan kalung name tag nama kak Revin.
"Kenapa sohibku yang satu itu cepat sekali perginya". Ujar bang Arka. Sambil mengusap kasar wajahnya.
Aku membuka dan membaca kertas itu.
For my bestlove.
Cilvia Niktara Fabiani.Saat kamu membaca surat ini. Pastinya aku sudah tenang di alam yang berbeda denganmu.
Cilvia sayang?
Mungkin ini terakhir kalinya aku memanggil kamu.
Aku mohon sama kamu, jangan siksa diri kamu sendiri untuk memikirkanku.
Aku sudah baik baik saja disini, doakan aku ya cil.
Jaga diri kamu bai baik.
Aku tau kamu wanita yang kuat dan tangguh.
Maaf sudah banyak janji yang aku ingkari. Maaf juga tentang pernikahan yang sudah direncanakan kita sejak lama batal begitu saja karena perginya aku.
Aku akan ikhlas dan kamu bebas memilih laki laki baik manapun yang datang untuk mengkhitbahmu.
Aku mohon dan tolong jangan kamu lupakan kenangan kengangan kita
I love you so much Cilvia. You are the most beautiful thing I have. only you one, not one of them.Simpan cincin dan kalung dogtag aku dangan baik ya. Tentang bunga edellweis yang aku kasih ke kamu saat masih pendidikan. Benar benar abadi kan cil? Begitu juga rasa cinta aku ke kamu, abadi. Aku pernah berjanji dengan diriku sendiri untuk mencintaimu sehidup semati. Dan aku menepati janjiku sendiri.
Cilvia?...
Aku sayang kamu.
Terimakasih atas semuanya.Revino.
Air mataku mengalir deras saat membaca surat dari kak Revin.
"Sudah, yang sabar kau cil". Ucap bang Arka menepuk nepuk pundakku.
Aku menghapus air mataku, agar terlihat tegar dihadapan sahabat kak Revin yang satu ini.
"Yasudah kalo begitu. Aku ingin balik dulu. Assalamu'alaikum". Bang Arka berdiri, berhormat kepadaku, dan pergi meninggalkan rumahku.
"Wa'alikum salam".
'Kak Revin, aku gak nyangka kakak secepat itu perginya. Aku juga gak nyangka saat sebelum aku berangkat sail itu adalah pelukan terakhir dari kakak. Dan tentang edellweis itu, aku percaya itu abadi kak. Terimakasih juga atas semua yang kakak berikan. Cilvia juga sayang kakak'.
***
Haloo, menurut kalian ceritanya tambah absurd atau nggak sih?
Vote dan komen ya!
Terimakasih buat kalian semua yang tetep setia baca dari part satu sampe part ini:v.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Hidup (Militer)
Romance*Baca aja dulu siapa tau suka!*? maaf bila ada kesalahan kalimat atau yang lainnya, maklumlah aku masih penulis pemula?