part38

4.3K 225 8
                                        

Setelah keputusanku bulat dan aku memang sudah tidak ragu lagi, aku mengatakan pada Alif bahwa aku memang serius dan aku ingin selalu bersamanya.

Aku telah melaksanakan pengajuan dengan Alif. Segala urusan pernikahanku dengan Alif pun sudah beres, hanya tinggal menyebar undangan ke orang saja yang belum.

Sejenak aku melamun, terpintas dipikiranku saat dulu aku akan menikah dengan kak Revin tetapi malah takdir berkata lain, dan takut itu terjadi lagi. Aku sesegera membuang pikiran seperti itu sejauh jauhnya, aku yakin ini tidak akan terjadi lagi untuk kedua kalinya padaku.

---

Aku merasa bosan, semua pekerjaan yang harus aku kerjakan sudah beres. Gabut sekali rasanya jika hanya duduk di meja dinas ini. Aku mengeluarkan hanphoneku, kubuka aplikasi whatsapp terlebih dahulu karena sudah banyak notifikasi. Ku balas satu persatu personal chat maupun di grup.

Setelah itu aku mulai bermain game pubg, entah sejak kapan aku menyukai game ini. Memang akhir akhir ini aku sering bermain pubg saat waktu luang.

"Letnan satu cilvia". Panggil seseorang yang entah sejak kapan dia duduk tepat di depanku.

"Loh sejak kapan kamu disini lip?". Tanyaku, yaps orang itu adalah alif yang notabenenya adalah calon suamiku. wkwk alay:v

"Sejak doraemon warna kuning dan masih punya telinga". Jawab Alif terlihat lesu.

"Oh". Singkatku.

"Doang? Oh doang?". Ucapnya sambil mengangkat satu alisnya.

"Lah terus, maunya gimana?". Jawabku dengan mengikuti gayanya.

"Lupakan". Singkatnya lau menyender ke kursi yang di dudukinya.

"Ngapain kesini?". Tanyaku sambil mengunci hanphoneku dan menaruhnya di meja.

"Sopan dikit kek, ini kapten loh, kapten". Ucapnya sambil menunjuk tiga balok merah yang ada di kerah baju, dengan gayanya.

"Iya iya, siap. Mohon ijin, ada perlu apa kapten Alif datang kemari? Ijin petunjuk". Ucapku dengan formal.

"Aku mau ngomong sama kamu". Ucapnya duduk tegak sambil melipat tanganya di atas meja.

"Dari tadi juga udah ngomong kali pak". Kataku yang sepertinya membuat Alif kesal. Tapi dia hanya menunjukkan ekspresi datar sambil melihatku.

"Yaudah yaudah. Mau ngomong apa?". Tanyaku.

"Ntar satu bulan lagi kan kita mau nikah--".

"Kita? Hahahaha. Lu aja sono". Potongku dengan maksud bercanda.

"Gausah becandaan dulu deh". Ucapnya seperti benar benar serius.

"Yaudah maaf deh maaf". Kataku menyesal. Kupikir dia sedang tidak membicarakan yang serius.

"Ntaran deh ah ngomongnya. Kamu si kebanyakan ngajak becanda". Ucapnya sambil berdiri lalu beranjak pergi.

"Eh lip, kok malah ngambek sih". Panggilku langsung bergegas mengejarnya.

Tapi saat sampai pintu ruangan ada Letda Risma yang hormat dan menyapaku. Ia baru berdinas dua hari disini.

"Mohon ijin lettu Cilvia sepertinya sedang terburu?". Tanyanya, padahal sudah jelas aku terburu buru mengejar seorang kapten yang sedang ngambek seperti anak kecil itu.

"Iya let. saya ada urusan nih. Permisi ya". Jawabku langsung mengejar Alif lagi.

Setelah jarakku dekat dengan Alif aku menepuk nepuk pundaknya dari belakang tetapi dia tetap berjalan cepat.

Sahabat Hidup (Militer)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang