PROLOG

8.7K 422 1
                                    

Irene sewaktu SMA.

Di suatu hari ketika langit kelabu menghias langit. Saat jam sekolah telah usai, Irene diseret paksa oleh beberapa gadis yang merupakan teman kelasnya. Mereka membawanya ke gang sempit di belakang sekolah.

Salah seorang gadis mendorong Irene hingga tersungkur ke tanah. Kemudian, yang lainnya memukul, menampar wajah, menjambak rambut hingga menginjak-injak Irene bergantian. Sementara Irene hanya pasrah tanpa perlawanan.

"Hey, berhenti!"

Suara lantang seseorang langsung menghentikan serangan yang mendarat di tubuh Irene. Dalam rundukan, samar-samar dia melihat sosok laki-laki mengenakan seragam sekolah yang berbeda menghampiri mereka.

"Kalian itu perempuan, tidak baik kalau main kasar sampai keroyokan, seperti laki-laki saja," ucap laki-laki itu santai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalian itu perempuan, tidak baik kalau main kasar sampai keroyokan, seperti laki-laki saja," ucap laki-laki itu santai.

"Kamu siapa? Tidak usah ikut campur!" bentak salah seorang gadis

Laki-laki itu terdiam sambil menggaruk kepala.

"Bagaimana, ya? Bukannya mau ikut campur urusan kalian, tapi aku tidak mungkin diam saja melihat pacarku dipukuli," terang laki-laki itu.

Mereka sontak terkejut. Begitu juga Irene. Meski rasa sakit mengerubungi sekujur tubuhnya, namun ia bisa mendengar dengan jelas yang dikatakan pemuda itu. Sejak kapan ia memiliki pacar. Wajah pemuda itu bahkan sangat asing baginya.

"Cih, ternyata dia punya pacar. Guys, ayo pergi!" desis salah seorang gadis.

Sebelum berlalu dari sana, mereka secara bergantian mendorong kepala Irene. Membuat pemuda itu geleng-geleng kepala. Pemuda itu pun bergegas menghampiri Irene.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya sembari membantu Irene bangkit.

Irene mengangguk pelan, berusaha bangkit dengan tenaga yang tersisa.

"Astaga, kau terluka!"

Kedua bola mata pemuda itu membelalak saat mendapati darah mencuat dari salah satu tempurung lutut Irene. Segera ia membuka ransel dan mengeluarkan kaos putih polos. Dia kemudian meringkuk di hadapan Irene, membalut luka dengan kaos itu.

"Te...terima kasih," kata Irene pelan.

Lelaki itu mendongak menatap Irene.

"Sama-sama," balas laki-laki itu.

Irene menangkap senyum ramah yang mengembang di wajah laki-laki itu. Dan, entah mengapa berhasil mengundang debaran tidak beraturan di dadanya. Membuatnya sedikit gugup, tetapi juga senang.

"Kamu kenapa bisa dipukuli mereka?" tanya laki-laki itu kemudian.

Irene terseyum masam, "Ada sedikit masalah, tapi tidak apa-apa."

Ponsel di saku Irene tiba-tiba berdering. Diapun menjawab telponnya. Ternyata ia dicari oleh sopir pribadinya yang sudah datang menjemput.

Irene harus segera kembali ke sekolah. Merapikan diri dan membersihkan jejak-jejak sepatu di seragamnya. Dia tidak ingin muncul mengenaskan seperti itu di hadapan sopirnya.

"Maaf, tapi aku harus pergi. Sekali lagi terima kasih," kata Irene.

Sebelum beranjak pergi, Irene tidak sengaja menangkap nametag yang menggantung di seragam pemuda itu.

SU HO.

Nama yang bagus. Sebuah nama yang tidak akan pernah hilang dari ingatan Irene. Malaikat tak bersayapnya.

****

Jangan lupa vote dan komen.
Terima kasih :)

REACH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang