Haruskah?

1.8K 205 20
                                    


☆☆☆


Laki-laki berhoodie hitam itu memeriksa Beretta 92FS nya lalu menyembunyikannya di sekitar pinggang celananya.

Setelah semua persiapannya selesai, dia keluar menuju tempat yang sudah diberitahukan oleh orang yang menyewanya.

Dia memeriksa sekali lagi alamat yang diberikan kepadanya, saat masih melajukan mobilnya di jalanan lenggang malam ini.

Ini sudah lewat tengah malam ngomong-ngomong.

Dia membenarkan letak topinya setelah keluar dari Bugattinya. Melirik kiri kanan, memastikan sekitar. Kemudian melangkah masuk ke gedung yang telah menjadi tujuannya malam ini.





☆☆





Laki-laki bersurai cokelat kemerahan itu menatap gedung apartemen yang ada di depannya.

Dia menggosok-gosokkan telapak tangannya lalu menempelkannya kepada kedua pipinya. Berharap mendapat kehangatan.

Setelah itu dia melangkahkan kakinya memasuki gedung tersebut.

"Hai Felix. Selamat malam." Sapa penjaga saat laki-laki itu melewatinya.

"Selamat malam juga Pak Kim."

Felix tersenyum lalu membalas sapaannya dan kemudian melanjutkan tujuannya.

Mencari sebuah nomor kamar yang menjadi tujuannya dan menekan bel yang ada di dekat pintu kamar itu.

Dia tersenyum manis ketika si pemilik kamar apartemen itu membuka pintu untuknya. Masih menetralisir pikiran-pikirannya yang beterbangan.

Laki-laki bersurai kelam membawanya ke dalam dan menuntunnya untuk duduk di atas pangkuannya di sofa panjang ruang tengah apartemennya.

Laki-laki bersurai kelam itu - Changbin - merapikan poni yang menutupi kening kekasihnya. Dan menatapnya dalam.

"Ada apa hm? Kangen?"

Tanya yang lebih tua. Yang bersurai cokelat kemerahan - Felix - tersenyum tipis. Dia mengangguk. Dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher sang dominan.

Menghirup aroma yang selalu menenangkan dirinya.

Changbin mengusap lembut punggung Felix, memberikan kenyamanan. Dan dia juga menciumi pucuk kepala Felix.

"Apa segitu kangennya hm?"

Felix hanya mengangguk. Perlakuan Changbin begitu nyaman dan membuatnya mengantuk. Namun dia masih belum bisa tidur.

Felix mengangkat kepalanya lalu mengalungkan tangannya ke leher Changbin dan menatap ke dalam mata sekelam malam Changbin.

Mereka saling menyelam ke dalam sepasang mata yang ada di depannya untuk beberapa menit.

Entah siapa yang memulai, kini bibir mereka sudah saling memagut dan melumat satu sama lain.

Changbin menggendong Felix dengan Koala style ke arah kamarnya. Tanpa melepas pagutan mereka. Lalu duduk di pinggiran ranjang. Masih dengan saling melumat.

Setelah beberapa menit, Felix meminta lepas. Changbin melepaskan. Dia mengusap lembut saliva yang tersisa di sekitar bibir Felix.

Felix masih berusaha mengatur nafasnya agar kembali normal. Tangannya masih ada di leher Changbin.






☆☆





Kini laki-laki berhoodie hitam itu mengambil Beretta 92FS yang dia sembunyikan di balik hoodienya. Lalu menodongkannya ke kepala sang target.

Yang menjadi target terdiam. Tak percaya. Berusaha menetralisir detak jantungnya yang kini tak normal. Karena sewaktu-waktu ujung shotgun itu bisa melubangi kepalanya.

Dan meresapi setiap detik yang mereka lalui baru saja, takut-takut jika ada yang terlewati dan tak sempat dia mengerti.

"Jadi?" Tanya sang target.

"Maaf."

"Sejak kapan?"

"Dari awal."

"Apa selama ini hanya pura-pura mencintaiku untuk ini?"

Tanya Changbin lagi, serius.

Benar, laki-laki yang jadi target Felix adalah kekasihnya sendiri.

Ngomong-ngomong, Felix masih duduk di atas pangkuan Changbin dengan Beretta 92FS yang kini ujungnya ada di menempel di kening Changbin.

Felix menatap kedua manik kelam Changbin dengan manik cokelat caramel cerahnya.

"Apa aku perlu menjawab itu? Kamu bisa tau dari mataku bukan?"

Ujar Felix.

Changbin tidak tau jika kekasihnya adalah penembak jitu bayaran. Bukan disewa oleh sembarang orang, namun pemilik perusahaan ternama dan tokoh-tokoh politik.

Changbin itu merupakan penerus Seo grup. Dan Felix dibayar agar menyingkirkannya. Dia disewa oleh saudara sepupu Changbin, keluarga Bang - Bangchan.

Felix sebenarnya bisa saja menyingkirkan Changbin dalam sekali aksi. Namun, dia telah mengenal Changbin jauh sebelum Chan memberinya tugas.

Jadi, haruskah Felix memilih pekerjaannya atau apakah benar dia mencintai seorang Seo Changbin yang selama tiga bulan ini sudah jadi kekasihnya?

Changbin menempelkan bibir mereka kembali. Melumat bibir ranum Felix yang masih bengkak itu dengan lembut. Felix membiarkan. Menikmagi setiap lumatan yang diberikan Changbin.

Setelah beberapa menit, Changbin melepaskan lumatannya.

"Aku tau kamu memilihku, Seo Felix."

Setelah itu dia tersenyum.








DORR















END

Endingnya sesuai imajinasi masing2 aja, kalo mau sad end, berarti Changbin yg ditembak.

Mau happy end, berarti bukan Changbin yang ditembak. 😂

Bodo amat dah ya kalau ini gak jelas
😂

Aku lagi terserang WB 😭

SHORT STORY (CHANGLIX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang