Catatan Kim Gauri
13 Juli 2008
Aku melihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 9 pagi dan aku sudah berada di ruangan meeting agency. Welly, manajerku, sudah menjemputku sejak pukul 7 pagi setelah sebelumnya jam 5 pagi ia meneleponku untuk membangunkanku. Letak apartemenku dan kantor agency memang cukup jauh dan macet sehingga aku harus berangkat 2 jam sebelum deadline jam yang disebutkan oleh bos agency.
Welly meninggalkanku di ruang meeting yang kosong. Masih belum ada siapapun di dalam kecuali aku. Kata Welly, hari ini aku harus meeting dengan bos agency dan salah satu produser. Mendengarnya, membuat otakku tergelitik untuk bertanya. Kenapa aku harus meeting dengan seorang produser? Bukankah aku hanyalah seorang model majalah ataupun runway dan bukan seorang artis film ataupun penyanyi?
Pintu ruangan terbuka dan aku melihat wajah bosku yang sumringah. Tidak seperti biasanya ia tersenyum lebar seperti itu. Aku berdiri dan tersenyum padanya. Senyum basa basi tentunya karena aku tidak terlalu menyukainya. Namun senyum itu perlahan menghilang saat aku melihat siapa yang berjalan masuk di belakangnya. Kenapa dari semua kemungkinan yang terjadi harus ada dia di sini?Pandanganku masih belum berpaling padanya yang juga melihatku. Ia tersenyum padaku namun aku tidak membalasnya. Susah rasanya untuk tersenyum pada seseorang yang menorehkan luka di hati dengan begitu dalamnya. Bahkan saat mereka sudah duduk di depanku, aku masih saja berdiri dan termangu menatapnya. Kenapa ia harus menemuiku lagi sementara dulu ia tidak mau menemuiku yang dengan tidak tahu malunya mengetuk – ngetuk pintu rumahnya di tengah malam hanya demi sebuah cinta yang aku rasakan padanya?
“Kim, kamu bisa duduk.” Bosku memintaku duduk. Dan dengan lemas aku menjatuhkan tubuhku ke kursi. Tidak ada senyum yang tersungging di bibirku bahkan aku merasa enggan untuk melihatnya sekarang.
“Hai Kim.” Pria itu dengan tidak tahu malunya menyapaku dengan senyum yang khas. Dan aku hanya tersenyum kecil tanpa menjawab apapun.
“Oke. Just go to the point of this meeting. Kim, Pak Sakha ini ingin menjadikanmu pemain utama di salah satu sinetron yang akan ditayangkan di stasiun televisinya. Dan dia datang sendiri kesini untuk meminta padamu.”
Permainan macam apa ini yang sedang ia mainkan? Ia tahu jelas aku bukan seorang pemain sinetron dan tidak pernah ada pembuktian apapun tentang bakat aktingku. Lalu kenapa dari sekian banyak pemain sinetron ternama, ia justru memintaku?
“Aku bukan seorang pemain sinetron dan tidak punya bakat akting. Jadi jelas aku bukan orang yang tepat.” Aku menjawab dengan tegas. Dan pandangan mataku terarah padanya yang seolah tahu kalau aku akan menolaknya. Lalu kenapa ia tetap memintaku dan justru datang kesini sendiri.
“Kim, disini aku hanya memberitahumu karena kami sudah menandatangani kontraknya. Perjalananmu ke Thailand sudah aku cancel dan mulai besok kamu memulai shootingnya.” Bosku menjelaskan padaku dengan intonasi seolah ia sedang menahan marahnya padaku. Sementara aku yang mendengarnya, tentu saja tidak bisa menahan kemarahanku meski aku sedang berada di depan dua orang yang mungkin akan berpengaruh terhadap karirku.
“Kalau bapak tetap bersikeras, aku keluar dari agency ini.” Aku berdiri dan meraih tasku lalu keluar dari ruangan meeting yang penat itu. Langkah kakiku panjang – panjang karena aku ingin segera keluar dari tempat ini, hingga sebuah tangan menarik tanganku dan membuatku harus menghentikan langkah.
“Bisa kita bicara sebentar Kim?” seorang pria dengan setelan jas berwarna Navy tampak sedang memohon padaku.
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, Sakha.” Aku menekankan ucapanku pada nama Sakha. Aku ingin menunjukkan bahwa aku sangat membencinya.
“Tidak bisakah kamu membedakan antara pekerjaan dan masalah pribadi? Sinetron ini akan menjadi besar dan tentu saja namamu juga akan ikut. Aku memilihmu karena menurutku kamu adalah orang yang tepat. Dan ini bisa jadi awal yang bagus untukmu.” Sakha mencoba meyakinkanku dan aku balas dengan tatapan tajamku. Aku benar – benar tidak suka dengan ucapannya. Untuk apa ia harus peduli dengan karirku? Bukankah ia dulu juga tidak peduli dengan diriku?
“I don’t need those. What I really need now is you never show your face in front of me.” Aku melepaskan genggaman tangannya dan berlalu pergi.
Tanganku menekan tombol lift dan saat pintu terbuka aku bergegas masuk. Aku menekan tombol basement untuk segera menuju ke parkiran. Setelah itu aku menelepon Welly untuk menemuiku di basement. Pikiranku kalut. Ada perasaan marah yang luar biasa sekaligus terluka. Sakit yang aku coba untuk sembuhkan mati – matian, dengan sebegitu mudahnya terbuka lagi hanya dengan melihat wajahnya lagi. Karena sejak pertama aku melihatnya masuk ke ruangan tadi, semua memori tentangnya terputar kembali dalam ingatanku, termasuk ketika malam itu aku dengan nekatnya datang ke rumahnya untuk meminta penjelasan tentang kenapa ia harus mengakhiri hubungan yang sudah terjalin bertahun – tahun hanya melalui sebuah pesan. Dan yang paling menyakitkan saat itu adalah ia yang jelas – jelas sedang berada di rumah justru membiarkanku kedinginan di teras rumahnya dan menunggunya membukakan pintu. Bahkan saat aku keluar dari rumahnya dan membiarkan hujan deras membasahi tubuhku, ia tidak juga keluar dari rumahnya. Malam itu aku tahu bagaimana rasanya dicampakkan dan dikhianati sekaligus. Dan untuk pertama kalinya, aku merasakan sakit yang luar biasa hingga rasanya begitu sesak.
Welly berlari ke arahku saat aku sedang menunggunya di samping mobil. Aku mencoba menahan air mata yang hendak keluar dari pelupuk mataku. Tidak seharusnya aku menangisi laki – laki itu lagi.
“Kim, bos lagi marah besar. Lo pulang sendiri ya. Ini kuncinya.” Welly menyerahkan kunci mobil padaku lalu kembali masuk kedalam. Aku menggenggam kunci itu dengan erat hingga telapak tanganku terasa sakit, meski tidak sesakit hatiku sekarang. Aku menyalakan mesin mobil dan menginjak pedal gas dalam – dalam hingga terdengar bunyi mendecit karena gesekan ban mobil dan lantai basement.
Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur karena kepalaku terasa berat. Tanganku menarik selimut hingga menutupi tubuhku sampai ke dagu. Handphoneku berkali – kali berdering. Dan aku tahu Bima mungkin sedang cemas di sana, tetapi ia akan lebih cemas lagi saat mendengar suaraku yang serak dan tentu saja aku tidak akan bisa menahan tangisku saat berbicara dengannya. Hingga saat ini, ia tidak pernah tahu tentang hubunganku dengan Sakha. Ia juga tidak pernah menanyakan tentang masa laluku karena menurutnya itu tidak penting. Baginya yang terpenting adalah aku yang sekarang bukan yang dulu. Lalu, jika sekarang ia tahu kalau aku masih menangisi lelaki dari masa laluku, mungkin ia akan merasa terluka. Jadi menurutku lebih baik jika ia tidak tahu.
Aku semakin menenggelamkan tubuhku ke dalam selimut dan mencoba memejamkan mataku. Aku berharap setelah ini aku akan melupakannya dan tidak lagi merasakan sakit seperti ini. Karena rasanya akan sangat tidak adil jika aku terus seperti ini.
-00-
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]
RomanceSaudade adalah tentang perasaan rindu. Rindu pada cinta yang pernah ada. Rindu pada kenangan yang pernah tercipta. Rindu pada sosok yang pernah menjadi bagian kehidupan. Juga, Rindu pada ingatan yang tercipta dari setiap peristiwa.