PART - DELAPAN BELAS

4.3K 291 0
                                    

Catatan Kim Gauri

16 Desember 2009

Jam tanganku menunjukkan pukul 5 sore saat aku mendarat di Jakarta. Aku menarik koperku keluar dari terminal kedatangan. Pandanganku mengitari bandara dan menemukan Welly menunggu di depan. Ia memang tidak ikut ke Filipina karena ada pekerjaan mendesak yang harus dilakukannya.

“Ini mbak.” Welly mengulurkan tiket pesawat padaku saat aku sudah berdiri di depannya.

Thanks Wel. Sampaikan ke Bigboss aku cuti sampai minggu depan ya.” Ucapku seraya menepuk pundaknya.
Bagiku Welly tidak hanya sekedar asistenku tetapi juga sahabat terbaikku. Welly mengacungkan jempolnya menanggapi permintaanku. Ia lalu mengantarkanku ke terminal keberangkatan dengan mobil karena letaknya yang lumayan jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki.

Jam 7 malam, aku sudah mendarat di Bandara Lombok Praya. Welly sudah menghubungi seorang driver untuk menjemputku di Bandara dan menurunkanku di hotel yang juga sudah dibooking oleh Welly. Aku memang sengaja untuk tidak langsung ke rumah dinas Bima karena aku tidak memberitahunya kalau aku akan ke Lombok malam ini. Keinginan untuk menemui Bima di Lombok adalah hasil dari obrolan dengan Wynda semalam. Ia menyarankanku untuk menemuinya dan menyelesaikannya. Menurutnya, suami istri tidak baik jika berhenti berkomunikasi dalam waktu yang lama. Bisa mendatangkan orang ketiga.

Aku turun dari mobil dan berjalan menuju lobby hotel. Setelah mendapatkan kunci kamar, aku berjalan menuju lift sembari menarik koperku. Driver menunggu di depan karena aku ingin berjalan – jalan disekitar sini malam ini. Sesampainya dikamar, aku langsung menuju kamar mandi dan membersihkan badanku. Dan tiga puluh menit kemudian, aku sudah siap dengan kaos motif strip hitam putih dan celana jeans warna hitam. Aku mengambil outer warna putih dan tas slempang sebelum keluar dari kamar.

Jalanan Praya cukup sepi dibandingkan kota – kota lainnya yang pernah aku kunjungi. Mungkin lebih seperti saat di Bitung dulu. Driver memberikanku penjelasan sedikit tentang Praya, namun aku tidak terlalu memperhatikan karena pikiranku tertuju pada Bima. Apa sebaiknya aku menghubunginya sekarang dan memberitahunya kalau aku berada di Lombok? Aku menimang – nimang handphoneku di telapak tangan. Otakku mengatakan untuk menemuinya besok sementara hatiku mengatakan untuk menemuinya sekarang karena sejujurnya aku sangat merindukannya.

Mobil berhenti di sebuah restoran yang tidak jauh dari hotel. Menurut driver, tempat makan ini menyajikan makanan khas Lombok makanya selalu ramai oleh para pengunjung dari luar pulau. Aku berjalan masuk ke dalam rumah makan dan sangat ramai di dalam. Mataku mengitari seluruh ruangan dan mencari tempat kosong. Namun pandanganku terhenti pada sesuatu yang dalam hitungan detik langsung menimbulkan cubitan yang sangat sakit di dada. Aku melangkah mundur dan memilih untuk bersembunyi di balik tembok saat sebuah pandangan mata terarah padaku. Aku mengigigiti kuku jariku dan berpikir tentang apa yang harus aku lakukan sekarang. Hingga pada akhirnya, aku memilih untuk mundur dan kembali ke hotel. Driver yang tampak bingung padaku yang sudah kembali ke mobil, aku abaikan saja. Aku hanya memintanya untuk mengantarkanku kembali ke hotel.

Selama perjalanan, aku terus mengigiti kuku jariku karena aku sedang berpikir keras tentang apa yang baru saja aku lihat tadi. Semua prasangka merayapi otakku dan sekuat tenaga hatiku membantahnya. Bagaimana bisa dia melakukannya?
Sesampainya di hotel aku langsung naik ke kamarku. Airmataku menetes tanpa terkendali saat aku sudah berada di dalam kamar. Kenapa rasanya sesakit ini hanya dengan melihatnya saja sementara aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka? Aku memegangi dadaku yang sesak karena luapan emosi. Kakiku terasa lemas hingga aku merosot dan bersimpuh di lantai.

Selama dua tahun aku mengenalnya, ia tidak pernah sekalipun seperti itu, atau mungkin memang aku yang tidak pernah tahu.

Aku membiarkan diriku menangis selama satu jam lebih. Lalu, aku merapikan kembali koperku dan membawanya keluar setelah membersihkan bekas tangisan di wajah. Aku pikir tidak ada artinya aku berada di hotel saat ini. Tanganku meraih handphone di dalam tas dan menelepon driver untuk menungguku di depan lobby. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk keluar kamar, check out dan berada di dalam mobil. Driver menjalankan mobil ke tempat yang aku inginkan.

SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang