PART - DUA PULUH LIMA

4.7K 330 1
                                    

Kim masuk ke dalam rumahnya saat jam tangannya menunjukkan pukul 10 malam. Beberapa lampu sudah dimatikan oleh Mbok Minah. Ia hendak berjalan menaiki tangga saat ia melihat lampu ruang makan masih menyala terang. Matanya menemukan Bima yang duduk sendiri di stool dan seolah tahu oleh kedatangannya, ia menoleh pada Kim dan tersenyum padanya. Ada apa dengan dia? Kenapa akhir – akhir ini ia selalu melanggar kesepakatan yang telah mereka buat? Tanya Kim di dalam hati. Ia tersenyum tipis lalu hendak menaiki tangga saat ia mendengar Bima memanggilnya.

“Kim. Mau minum kopi denganku?” tanya nya. Kim menoleh dan menatap Bima yang juga menatapnya. Ada sebuah keraguan di hatinya. Satu sisi hatinya menolak keras permintaan itu namun sisi yang lainnya ingin sekali duduk di situ. Hingga pada akhirnya, kaki nya pun melangkah menuju ke kitchen islands. Ia lalu duduk tepat di samping suaminya.

Bima lalu menuangkan kopi di cangkir kosong dan meletakkannya di depan istrinya. Uap putih keluar dari kopi yang masih panas. Baru beberapa menit yang lalu ia duduk di sini, menunggu istrinya yang tidak kunjung pulang.

“Bagaimana butikmu?” tanya Bima saat Kim sudah duduk di sampingnya. Matanya tidak memandang istrinya karena ia takut kalau ia akan lepas kendali saat melihat orang yang sangat dirindukannya sekarang berada di sampingnya.

Better.” Sahut Kim singkat. Ia meraih cangkir kopi dan meminumnya sedikit lalu meletakkannya lagi.

“Baguslah kalau begitu.” Lalu hening tercipta. Tidak ada suara apapun karena penghuni lainnya di rumah ini sudah tidur dan hanya tinggal mereka berdua. Dari tempat duduknya sekarang, Bima bisa mencium aroma parfum Kim yang lembut. Sesekali ia melirik istrinya yang juga diam sembari memutar – mutarkan jarinya di cangkir kopi.

Tiba – tiba Kim beranjak dari duduknya dan berkata, “Aku naik dulu.” Dan entah hal apa yang membuat Bima langsung menggenggam pergelangan tangan Kim. Pergelangan itu terasa lebih kecil dari dulu.

“Bisa kita bicara sebentar?” pinta Bima. Ia menggeser duduknya sehingga sekarang ia berhadapan dengan istrinya.

Kim menatap Bima dan menunggu apa yang hendak dikatakannya.

“Bisakah kita memperbaikinya Kim?” tanya Bima.

Kim terdiam mendengar pertanyaan suaminya. Ia diam karena ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Yang harus ia tanyakan pada dirinya sekarang adalah bisakah ia memaafkan suaminya atas kesalahannya dulu?

“Aku akan melakukan apapun untuk memperbaikinya Kim. Dan aku rasa lima tahun ini cukup untuk menghukumku.” Lanjutnya lagi yang masih tidak mendapat jawaban apapun dari Kim.

“Kamu tidak perlu melakukan apapun, Kim. Kamu hanya perlu menerima semua yang aku lakukan nanti untuk memperbaikinya sampai nanti kamu bisa memaafkan aku.” Bima masih melanjutkan perkataannya.

“Lalu bagaimana jika aku masih tidak bisa memaafkanmu?” Kim akhirnya mengeluarkan suara.

“Aku akan mengikuti semua kemauanmu.” Jawab Bima.

“Termasuk kita bercerai?” Pertanyaan Kim kali ini membuat Bima tidak bisa berkata apa – apa. Ia sama sekali tidak menyangka jika istrinya akan mengatakan perceraian sementara ia ingin sekali memperbaiki pernikahan ini.

“Iya.” Bima akhirnya mengiyakannya karena Kim masih menunggunya untuk menjawab.

“Baiklah. Lakukan semua yang ingin kamu lakukan padaku dan aku tidak akan menghalanginya. Jika kamu merasa kamu sudah melakukan semuanya dan hatiku tetap tidak berubah, aku akan memintamu menandatangani surat perceraian kita.” Kim dengan begitu tegasnya mengatakan semua itu. Ia sama sekali tidak ragu sedikitpun mengucapkan perceraian. Dan setelah mengatakannya, ia hanya berlalu begitu saja menuju kamarnya. Sementara Bima masih menatapnya tidak percaya. Kim baru saja mengatakan sesuatu yang sangat ia hindari yaitu perceraian. Apa karena ada Sakha?

-00-

Pagi yang cerah, pikir Bima. Ia mengenakan kemeja warna light grey dan celana hitam yang sudah disiapkan Kim di tempat tidur seperti hari – hari sebelumnya. Kim tidak pernah sekalipun absen menyiapkan semua kebutuhannya meski mereka sedang dalam episode perang dingin. Keadaan itu yang terkadang membuat Bima berpikir bahwa Kim masih peduli padanya. Ia lalu mengenakan dasi motif bergaris warna gelap. Rambutnya sudah ditata rapi dan ia siap untuk berangkat kerja pagi ini. Ia menuruni tangga dan melihat pemandangan indah di bawah. Kim begitu cantik dengan blouse warna kuning tanpa lengan dan rok selutut. Rambutnya ia gerai dan setahuku ia masih secantik saat pertama kali aku melihatnya di pernikahan Wynda dulu.

“Pagi Tuan Putri.” Sapa Bima pada putri kecilnya yang sudah duduk di meja makan dan tengah mengunyah roti selai.

“Pagi Papa.” Balasnya dengan suara tidak jelas karena dimulutnya penuh roti. Bima duduk di samping Nez dan di depannya kini sudah terhidang secangkir kopi dan omelette.

“Tuan Putri tidak makan omelette?”

“Tadi sudah habis satu Pa.” jawab Nez tanpa menoleh pada Papanya. Ia masih sibuk memakan roti selainya.

“Wow, omelette dan sepotong roti selai.” Bima tampak takjub pada nafsu makan putri semata wayangnya. Pantas saja ia memiliki pipi yang chubby.

“Dan segelas susu.” Tambah Kim. Ia duduk di depan Bima dan meletakkan sepiring omelette dan beberapa potong sayuran di meja.

“Kamu mau sayur Mas?” tanya Kim yang membuat Bima melongo. Ada apa dengan istrinya pagi ini? Setelah sekian lama, kali ini, ia mengeluarkan suara untuknya.

“Bo..leh.” jawab Bima. Ia menyodorkan piring omelette nya pada Kim yang langsung diisi beberapa potong sayuran oleh Kim.

“Minggu depan Nez ada pentas seni di sekolahnya. Dan sekolah mengundang semua wali murid. Kalau Mas ada waktu, kita bisa kesana.” Kim mengeluarkan suara lagi yang membuat Bima bahkan tidak sanggup menyendokkan omelette ke mulutnya. Bukankah kemarin ia yang meminta Kim memberikan kesempatan untuk memperbaiki semuanya tetapi sekarang justru Kim yang membuka pintunya dengan lebar?

“Papa datang ya sama Mama. Teman – teman Nez datang dengan Papa Mama nya.” Kali ini Nez yang memintanya.

“Iya sayang. Papa dan Mama akan kesana.” Jawab Bima.

“Makanlah Mas. Nanti Nez bisa terlambat kalau Mas belum selesai makan.” Ucap Kim lagi. Ia beranjak dari duduknya untuk menyiapkan bekal sekolah dan tas sekolah Nez, meski makanan di piringnya masih dimakan sedikit. Setahu Bima, Kim hampir tidak pernah sarapan setiap pagi dan ia juga jarang sekali makan malam. Mungkin itu yang membuatnya semakin kurus.

Beberapa menit kemudian, Nez sudah siap dengan tas sekolahnya. Pengasuhnya sudah membawa bekal yang disiapkan Kim. Bima menyeruput kopinya sebelum beranjak dari tempat duduk dan menyambar tas nya, menyusul Nez yang sudah berjalan keluar duluan bersama Kim.

“Kamu tidak ikut sekalian Kim?” tanya Bima.

“Ah tidak. Wynda akan menjemputku karena kita mau ketemu klien.” Jawab Kim.

“Baiklah. Aku berangkat dulu.” Bima mengecup kening Kim lalu berlalu menuju mobilnya. Sementara Kim hanya bisa mengepalkan tangan menahan sengatan listrik di dadanya. Ia berusaha tersenyum seraya melambaikan tangan pada Nez yang melambaikan tangan dari dalam mobil hingga saat SUV hitam itu menghilang dari pandangannya.

-00-

SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang