PART - DELAPAN

5.3K 335 0
                                    

Catatan Kim Gauri

21 Juni 2008.

Aku duduk sendiri di kursi pojok sebuah restoran Chinese Food. Tanganku masih memegang blackberry karena aku sedang chatting dengan Bima. Minggu ini, ia tidak bisa pulang karena ada acara di Makasar.

Sejak kemarin ia sudah terbang ke Makasar dan akan berada di sana selama seminggu ke depan. Aku tertawa sendiri membaca gurauan yang ia lontarkan. Ia bahkan mengirimiku foto nya yang sedang menaiki sepeda dengan helm sepeda di kepalanya. Tadi pagi ia bersepeda bersama teman – temannya di sekitar pantai Losari.

“Kim!” suara lantang Wynda membuatku berpaling dari handphone. Ibu muda satu ini berjalan cepat seraya menggendong Baby Najandra.

Aku melambaikan tangan sembari tersenyum padanya. Dan saat berada di depanku, Wynda sudah ngos – ngosan. Ia menyeruput air mineral yang ada di meja.

“Habis ngapain Wyn?” tanyaku.

“Nanti juga tahu kalau sudah punya anak.” Jawab Wynda sambil mengatur nafas.

“Hai Andraa.” Aku memainkan tangan Baby Najandra. Anak pertama Wynda ini lebih mirip Wynda daripada Robby. Ia mewarisi kulit putihnya Wynda dan juga wajahnya persis dengan Wynda versi cowok. Semoga saja dia tidak secerewet ibunya.

“Bima enggak pulang ya? Kok kamu tumben ngajak makan weekend gini.” Tanya Wynda saat ia sudah bisa mengatur nafasnya.

“Iya. Dia lagi ada acara kantor di Makasar. Dan aku bosan di apartemen.” jawabku.

“Kok akhir – akhir ini kamu jarang ke luar negeri Kim?” tanya Wynda out of topic.
Aku tersenyum mendengarnya. Aku tidak berharap Wynda akan menanyakan pertanyaan ini karena aku tidak ingin dia tahu kalau aku sengaja mengurangi jadwalku ke luar negeri sehingga jika Bima pulang sewaktu – waktu aku masih berada di Jakarta. Dan sejujurnya, aku juga mengurangi jadwal pemotretanku. Perlahan, aku akan meninggalkan pekerjaanku dan mengikuti dimanapun calon suamiku berada. Kenyataannya, berpisah dengannya jauh lebih berat ketimbang kehilangan satu job.

“Banyak model – model muda yang cantik – cantik dan berbakat. Mungkin mereka sudah tidak tertarik dengan yang tua.” Jawabku asal.

Wynda kemudian memunculkan sebuah ide untuk membuka butik bersama. Menurutnya, aku bisa menggunakan bakatku dalam mendesain baju dan juga aku adalah seorang model, tentu saja aku memiliki selera cukup tinggi dalam hal fashion. Sementara dia memiliki modal dan juga kemampuan untuk berbisnis.

“Jadi kenapa kita enggak sharing bakat aja?” usulnya. Menurutnya, butik tidak harus ditunggu 24 jam sehingga baik aku ataupun dia akan memiliki lebih banyak waktu untuk orang – orang dekat kita.

Tidak ada yang salah dengan ide Wynda. Sahabatku ini memang selalu memiliki ide brilian di otaknya, termasuk idenya untuk menjodohkanku dengan sahabatnya Bima dulu. Tetapi, aku masih ragu tentang benarkah aku akan meninggalkan pekerjaanku ini? Siapkah aku dengan segala kemungkinan yang akan terjadi?

“Aku pikir – pikir dulu ya Wyn. Nanti aku kabarin kamu kalau sudah oke.” Jawabku yang dijawab dengan anggukan oleh Wynda.

“Si Bima kayaknya bahagia banget di sana ya. Jalan – jalan terus dia.” Wynda mengalihkan pembicaraan kembali pada topik tentang Bima.

“Tahu dari facebook ya?” tebakku.

Definitely.”

“Katanya dia kalau diam di rumah dinas bawaannya kangen pengen ke Jakarta. Jadi dia maen sama temen – temennya.” Jawabku dengan senyum mengembang di bibir.

SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang