Kim merapikan baju – bajunya dan memasukkan ke dalam koper. Besok pagi ia dan Bima akan berangkat bersama ke Bandara namun dengan tujuan terpisah. Kim akan ke Surabaya bersama Nez sementara Bima akan kembali ke Jakarta karena cutinya sudah selesai. Sebenarnya, pergi ke Jogja sudah ada dalam wacana liburan Bima, namun siapa yang tahu kalau perginya ia ke Jogja kali ini karena Papanya telah kembali pada Tuhan.
Mama sudah tampak tabah dari hari – hari sebelumnya dan sekarang beliau sedang bermain bersama Nez. Kehadiran Nez tentu saja menghadirkan keceriaan di rumah ini. Mama sendiri juga berjanji akan ke Jakarta setelah 100hari meninggalnya Papa nanti.
“Kim, mau ikut aku?” tanya Bima yang tiba – tiba muncul di pintu kamar
“Kemana?”
“Jalan – jalan. Selama di Jogja kita belum jalan – jalan.”
“Kita ajak Nez?” tanya Kim lagi.
“Kita berdua saja Kim. Aku tunggu di depan ya.” Bima lalu berlalu dari pandangan Kim dan meninggalkan Kim dengan sejuta tanya. Setelah perang dingin, ini adalah pertama kali ia berbicara tanpa tatapan sinisnya.
Kim kemudian mengganti bajunya dengan celana jeans dan kaos sweater lengan panjang warna hitam. Rambutnya yang panjang sengaja digelung asal sehingga menyisakan beberapa helai rambut di sisi kanan kiri telinga. Setelah berpamitan dengan Mama dan Nez, ia berjalan ke depan.
Bima bersandar pada mobil sedan hitam dan ia menoleh pada Kim yang berjalan menghampirinya.
“Sudah siap?” tanya nya yang dijawab dengan anggukan oleh Kim. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam mobil. Kim hanya menurut saja kemana Bima akan mengajaknya. Mobil menembus keramaian kota Jogjakarta di malam hari. Melintasi malioboro hingga ke tugu Jogja dan Bima menghentikan mobilnya di warung kaki lima yang menjual gudeg.
“Makan dulu ya. Gudeg di sini enak banget.” Ia menatap Kim dan tersenyum. Senyum yang sejak lima tahun yang lalu jarang sekali dilihat oleh Kim. Mereka lalu turun dari mobil dan berjalan menuju warung kaki lima. Dan yang tidak pernah Kim duga, Bima menggandengnya. Tangannya menggenggam erat tangan Kim dan menghasilkan sebuah desiran dihatinya.
Mereka duduk di tikar yang sudah disediakan. Warung kaki lima ini memang hanya menyediakan tikar sebagai alas duduk. Bima memesan dua porsi nasi gudeg dan tidak butuh waktu lama untuk penjual membawakan nasi gudeg pada mereka. Bima memakannya dengan lahap. Mungkin dulu ia sering kesini saat masih tinggal di Jogjakarta sehingga ia tahu kalau nasi gudeg disini enak. Selain gudeg, warung ini juga menyediakan burung dara goreng yang bumbunya memang enak sekali. Kim benar – benar kekenyangan sekarang setelah menghabiskan seporsi gudeg dan setengah porsi burung dara goreng.
Selesai makan mereka kembali ke mobil dan berputar – putar di sekitar area Jogjakarta.
“Sebenarnya aku berencana mengajakmu ke Punthuk Setumbu, tetapi ternyata ada rencana lain.” Ucap Bima masih dengan pandangan menatap ke depan.
“Tidak apa – apa. Kita bisa kesana lain kali.” Sahut Kim.
“Kim.”
“Hmm?”
“Kamu tidak menyesal kan menikah denganku?” Kim langsung menoleh setelah mendengar pertanyaan Bima yang sama sekali diluar dugaannya.
“Kenapa tiba – tiba bertanya begitu?” Kim balik bertanya karena pertanyaan Bima justru menimbulkan kecurigaan di pikirannya.
“Kamu jawab saja Kim.” Kim diam. Ia berpikir tentang semua kemungkinan yang akan terjadi apapun jawaban yang ia katakan nanti.
“Aku tidak pernah menyesal dengan semua yang sudah aku lakukan dan aku pilih.” Jawab Kim.
Bima lalu menggenggam tangan Kim. Genggaman tangannya erat dan sudut bibirnya tersenyum.
“Aku juga tidak pernah menyesal memilihmu sebagai istriku.” Ucap Bima.
Kim tidak tahu harus mengatakan apa. Ia hanya diam dan membiarkan tangan Bima menggenggam erat tangannya. Dan hanya suara Steve Garrigan menyanyikan lagu All I want mengisi keheningan diantara mereka berdua.
-00-
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]
RomanceSaudade adalah tentang perasaan rindu. Rindu pada cinta yang pernah ada. Rindu pada kenangan yang pernah tercipta. Rindu pada sosok yang pernah menjadi bagian kehidupan. Juga, Rindu pada ingatan yang tercipta dari setiap peristiwa.