PART - TIGA PULUH LIMA

4K 276 0
                                    

Bima menggandeng tangan Kim keluar dari restoran mewah yang sudah ia pesan jauh hari demi perayaan ulang tahunnya. Ia sengaja ingin menghabiskan malam ini bersama istrinya saja.

“Maafkan aku ya Mas. Kado untukmu malah tertinggal.” Ucap Kim saat mereka sudah berada di mobil.

Bima yang hendak menyalakan mesin mobil langsung terhenti. Ia menoleh pada Kim yang sekarang sedang menatapnya dengan perasaan bersalah. Bima malah tersenyum.

“Kamu sekarang sudah menjadi kado paling indah untukku Kim. Setelah lima tahun, akhirnya kita bisa merayakan ulang tahunku bersama. Itu sudah cukup untukku.” Bima mencium punggung tangan Kim.

“Tetapi tetap saja, kado itu sudah aku siapkan dari beberapa hari yang lalu.”

“Bagaimana jika kado yang tidak perlu disiapkan?” Kim mengerutkan keningnya mendengarnya. Ia tidak memahami maksud ucapan Bima hingga bibir Bima sudah sampai pada bibirnya. Tangannya berada di tengkuk Kim dan mereka berciuman di basement dalam waktu yang cukup lama.

-00-

Kim membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah lengan Bima yang melingkar di lehernya. Dengan perlahan ia menggerakkan badannya menjauh dari badan Bima lalu ia turun dari tempat tidur. Sebelum melangkah keluar dari kamarnya, ia melihat suaminya sekali lagi. Bima tidur dengan lelap setelah apa yang terjadi semalam. Mungkin saat ini, Bima sedang merasa bahagia seperti yang ia katakan semalam. Tetapi tidak yang Kim rasakan, ia sedang merasa hancur sekarang. Setelah apa yang terjadi semalam, ia tahu betapa ia masih sangat mencintai suaminya, namun ia harus meninggalkannya.

Kim akhirnya berpaling dari memandangi Bima dan berjalan keluar dari kamar. Ia menuruni anak tangga dan menuju ke dapur. Masih jam 5 pagi dan rumah masih sangat sepi. Ia mengambil air minum dan meminumnya hingga habis. Pikirannya sedang kacau saat ini. Ia menyangga badannya dengan kedua tangannya yang menempel pada meja dapur.

Sejak pulang dari Surabaya, ia telah memikirkan banyak hal dan mempertimbangkan semua kemungkinan yang akan terjadi jika ia mengambil sebuah keputusan. Hanya saja yang memberatkan hatinya sekarang adalah benarkah keputusannya akan baik menurut mereka?

“Kim, kamu sudah bangun?” sebuah suara mengagetkan Kim dan membuatnya langsung menoleh. Saat ia melihat Mamanya Bima sudah berdiri di depannya, ia langsung menegakkan berdirinya dan memberikan sebuah senyuman yang setengah dipaksakan.

“Ah, iya Ma. Mama juga sudah bangun?” tanya Kim berbasa – basi. Sejak kemarin sore, Mama sudah tinggal di rumah ini seperti yang Bima katakan beberapa waktu yang lalu setelah Papa meninggal.

“Mama sudah biasa bangun jam segini. Hari ini kamu ada acara Kim?” Mama mengambil segelas air putih dan meminumnya.

“Mm, hari ini Kim ke Butik Ma. Setelah itu masih belum tahu. Mama mau diantar kemana?” Kim seolah tahu kalau Mama mungkin mengajak ke suatu tempat karena sudah lama sekali sejak terakhir Mama ke Jakarta.

“Mama pengen jalan – jalan saja. Tapi kalau kamu mau ke butik ya kapan – kapan saja.” Jawab Mama.

“Atau Mama mau ikut ke Butik dulu sebentar, lalu kita ke Mall mungkin?” Kim menawarkan diri. Ia tentu saja berusaha menjadi menantu yang baik.

“Boleh. Mama juga mau ke butikmu sekalian ketemu Wynda.” Tentu saja Mama mengenal Wynda dengan baik, karena dulu Wynda adalah teman baik Bima.

“Iya, Ma. Nanti setelah Nez berangkat sekolah kita berangkat.” Mama mengangguk lalu kembali ke kamarnya. Sementara Kim juga kembali ke kamarnya untuk menyiapkan semua keperluan Bima untuk bekerja seperti hari – hari biasanya.

-00-

Kim berjalan menyusuri selasar Mall bersama Mama mertuanya. Mereka tampak berbicara akrab meski sebelumnya banyak perselisihan yang terjadi diantara mereka. Kim bahkan menggapit lengan Mama mertuanya. Ia mengantarkan Mama dari satu toko ke toko yang lain. Dan jika ia boleh jujur sekarang kakinya sudah sangat pegal mengitari Mall, namun Mama masih sangat bersemangat untuk berbelanja.

“Ma, Kim ke toilet sebentar ya.” Kim berbisik kepada Mama yang sedang memilih – milih baju. Mama mengangguk setuju, lalu Kim langsung berlalu mencari toilet.

Ia berjalan menyusuri Mall untuk mencari toilet, namun ia tidak menemukannya. Ia bahkan harus berpindah – pindah lantai. Lalu, kepalanya mulai terasa pusing karena kelelahan. Ia menghentikan langkahnya dan mencoba melihat – lihat jika ada tanda toilet namun ia masih tidak menemukannya. Ia lalu memilih untuk kembali saja menemui Mama dan mengajaknya pulang. Namun, ia justru tidak tahu dimana Mama sekarang berada. Ia berusaha mengingat dimana terakhir kali ia meninggalkan Mama namun tidak ada satupun ingatan yang muncul di otaknya. Ia terus saja berjalan dan memasuki setiap toko, namun tetap saja ia tidak menemukannya. Ia mulai putus asa hingga akhirnya ia mencari handphone di dalam tasnya dan tidak menemukannya. Ia semakin putus asa. Kepalanya sudah sangat pusing saat ini. Ia bahkan memijat – mijat keningnya berkali – kali. Ia lalu memilih untuk duduk di bangku yang tersedia di depan toko. Ia tidak tahu lagi harus mencari dimana Mama sekarang karena ia sendiri juga tidak ingat jalan menuju kesana, bahkan dimana ia memarkirkan mobilnya tadi, ia juga tidak ingat.

Kim menatap ke sekitar tempat ia duduk dan ia sama sekali tidak melihat Mama. Dimana Mama sekarang? Pasti Mama sedang mencarinya karena ia sudah meninggalkan Mama cukup lama.

“Kim.” sebuah suara membuat Kim menoleh. Seorang pria berjalan cepat menuju ke arahnya dan langsung memeluknya. Kim hanya diam. Ia mencoba mengingat pria yang sekarang sedang memeluknya.

“Kim, kamu kemana saja? Mama mencarimu.” Ucapnya saat melepas pelukannya. Kata “Mama” langsung membuat ingatan Kim memproses tentang siapa pria di depannya ini.

“Mama dimana?” tanya Kim pelan.

“Mama sudah diantar Wynda pulang.” Lalu semuanya mulai jelas bagi Kim. Ia tadi ke Mall bersama Mama dan Wynda, namun Wynda harus menemui klien di sebuah restoran di Mall ini. Lalu, ia dan Mama memilih untuk berjalan – jalan mengitari Mall dan berpamitan hendak ke toilet. Saat itulah, ia mulai kehilangan ingatannya tentang jalan kembali ke tempat dimana ia meninggalkan Mama.

Kim lalu mengajak Bima pulang karena ia sudah terlalu lelah. Bima berjalan disampingnya dan Kim berusaha menutupi kepedihannya karena sakit yang dideritanya. Semakin lama, ingatannya semakin terkikis dan akan semakin sulit untuk menyembunyikan dari orang di sekitarnya. Ia menggenggam erat handbag di tangannya. Ketakutannya akan penyakitnya semakin menjadi setelah apa yang terjadi hari ini. Sampai kapan ia bisa menyembunyikannya dari suaminya dan orang lain?

Sementara Bima malah menggenggam erat tangan istrinya. Bahkan ketika sudah di dalam mobil menuju perjalanan pulang, ia masih menggenggam tangan istrinya yang bahkan tidak sedikitpun menoleh padanya. Kim tampak termenung sembari menatap keluar jendela mobil. Bima tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya. Sesungguhnya, rasa ingin tahunya sangat besar namun ia tidak ingin membuat Kim merasa tidak nyaman dengan keingintahuannya tersebut. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah berada di samping istrinya dan berusaha untuk selalu ada di sampingnya. Termasuk dengan apa yang terjadi siang ini.

Ia langsung meninggalkan kantor tepat setelah Wynda meneleponnya dan memberitahu kalau Kim menghilang di Mall. Hal semacam ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Bagaimana bisa orang dewasa seperti Kim hilang di Mall yang sudah biasa ia datangi? Namun, saat melihat Kim hanya duduk termenung di salah satu bangku dengan wajah tertelungkup oleh tangannya, Bima tahu Kim bukan menghilang. Ia mungkin sengaja untuk meninggalkan Wynda dan Mamanya, tapi kenapa? Bima menoleh lagi pada istrinya yang sekarang memejamkan mata. Lalu, ia memilih untuk berkonsentrasi menyetir mobil menuju rumah.

-00-

SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang