Catatan Kim Gauri
31 Desember 2009
Jam menunjukkan pukul 9 malam saat aku sudah duduk di Lounge sebuah hotel. Di sekitarku begitu banyak orang yang menghabiskan waktu hingga pergantian tahun sembari menikmati deburan ombak pantai. Beberapa menit yang lalu Bima baru saja berangkat dari kantor menuju kesini. Kami berdua memang tidak berangkat bersama karena pekerjaannya yang sangat padat di akhir tahun begini, sehingga ia memintaku untuk berangkat terlebih dulu tadi siang. Ia akan sampai di sini sekitar 1 jam lagi.
Pandanganku mengitari seluruh ruangan lounge yang ramai. Kebanyakan memang orang asing yang berada di sini. Beberapa dari mereka sedang menikmati wine atau alkohol jenis lainnya. Sementara aku memilih untuk meminum jus. Sejak menikah dengan Bima, aku memang hampir tidak pernah meminum wine atau semacamnya, karena pada saat itu aku berharap kalau aku akan segera hamil. Tetapi pada kenyataannya setelah satu tahun lebih, Tuhan belum memberikan kepercayaan padaku dan Bima. Sedih memang. Saat Wynda hampir memiliki 2 anak, aku bahkan tidak memiliki satu pun.
Dentuman suara kembang api di langit mengagetkanku dan membuyarkan lamunanku. Aku melihat jam tangan lagi dan sudah pukul 11 lebih 15 menit. Bima juga belum datang. Aku meraih handphone yang tergeletak di meja untuk melihat apakah ada pesan dari Bima, tetapi tidak ada satu pesanpun yang masuk. Ia sudah terlambat satu jam lebih. Kekhawatiran tiba – tiba merambatiku. Aku takut terjadi sesuatu padanya karena ia menyetir sendiri saat kesini.
Tiba – tiba sebuah kecupan di pipi mengagetkanku. Aku menoleh dan menemukan Bima yang berdiri di belakangku. “Maaf ya lama.” Ucapnya lalu duduk di sampingku.
“Yang penting kamu sudah di sini.” Jawabku. Aku meraih tangannya dan menggenggamnya.
“Kamu kok enggak pake jaket Kim? Kan dingin.” Ia memakaikan jaket padaku untuk menghalau angin yang mengenai kulitku karena malam ini aku memakai dress selutut tanpa lengan.
“Kalau pake jaket nanti jadi enggak cantik lagi Mas.” Gurauku.
“Bagiku kamu selalu cantik Kim, apalagi kalau sedang tidak pakai apa – apa.” Bisiknya di telingaku yang membuatku langsung tertawa. Ia lalu memanggil waitress dan memesan sebotol wine.
“Wine?” tanyaku padanya. “Hanya malam ini Kim.” Jawabnya sambil tersenyum nyengir. Yang terjadi selanjutnya adalah kami berdua makan sepiring lobster dan menikmati kemeriahan langit malam ini dengan sebotol white wine.
-00-
01 Januari 2010
Aku terbangun oleh sinar matahari yang menyeruak masuk dari sela – sela tirai. Tanganku meraih handphone yang tergeletak di nakas dan melihat sudah jam 10 siang. Semalam setelah melewati pergantian tahun dengan ratusan kembang api di langit, aku dan Bima masih melanjutkan malam indah kami di tempat tidur hingga pukul 3 dini hari. Aku bangun perlahan – lahan dari tempat tidur menuju kamar mandi. Ku nyalakan shower dan menunggu beberapa saat hingga air menjadi hangat.
“Kenapa kamu enggak ngajakin aku Kim?” Bima tiba- tiba sudah berdiri di daun pintu dan mengagetkanku yang sedang mandi.
“Sini kalau mau ikut.” Jawabku sambil mengerling nakal padanya. Bima tertawa kecil dan langsung berjalan ke arahku. Yang terjadi kemudian adalah kami berdua melanjutkan apa yang mungkin belum selesai semalam.
“Kamu jadi balik besok?” tanya Bima saat kami berdua menikmati kopi di café yang juga berada di sisi pantai.
“Iya. Sudah banyak yang menumpuk dan harus diselesaikan.” Jawabku setelah menyeruput kopi.
“Bakal kangen kamu ini.” Ucapnya. Raut wajahnya tentu saja berubah saat ia tahu kalau aku mungkin akan lama di Jakarta.
“Nanti kan bisa dikondisikan Mas. Kalau aku ada waktu aku yang ke Lombok, kalau Mas libur yaa ke Jakartalah.” Jawabku. Jika sudah berbicara tentang jarak yang memisahkan aku dan dia, ia akan selalu tampak sedih. Aku sendiri sebenarnya juga tidak ingin seperti ini. Tetapi, sekali lagi, aku bekerja lagi juga atas keinginan Bima saat aku memutuskan untuk berhenti dulu. Dan aku pikir juga memang tidak ada salahnya. Nanti aku akan berhenti saat aku sudah memiliki anak.
Bima menggenggam tanganku dan tersenyum. Ada kekecewaan yang berusaha ia tutupi. Apa dia menyesal dengan ucapannya dulu yang menginginkan aku bekerja lagi?
-00-
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]
RomanceSaudade adalah tentang perasaan rindu. Rindu pada cinta yang pernah ada. Rindu pada kenangan yang pernah tercipta. Rindu pada sosok yang pernah menjadi bagian kehidupan. Juga, Rindu pada ingatan yang tercipta dari setiap peristiwa.