PART - EMPAT PULUH EMPAT

8.6K 346 6
                                    

Matahari bersinar redup sore ini. Mendung menggantung namun tidak juga ada tanda – tanda hujan akan turun. Bima membenarkan kacamata yang menggantung di hidungnya yang mancung. Ia sedang menatap keindahan yang berada di seberang café. Seorang perempuan dengan rambut pendek sebahu dan mengenakan terusan berbunga juga cardigan warna biru sedang memilih – milih kue di toko pastry favoritnya. Ia tampak sangat cantik dengan baju kesukaannya. Bima bahkan masih ingat pagi tadi sebelum mereka berangkat, perempuan itu dengan senyum khasnya memperlihatkan dirinya yang sedang memakai baju itu.

“Bajunya bagus tidak aku pakai?” tanyanya masih dengan mengamati dirinya di cermin.

“Bukankah apapun yang kamu pakai selalu bagus, Kim?” Bima malah memeluknya dari belakang. Kim tersenyum. Tangannya menggenggam tangan Bima yang melingkar di pinggangnya.

“Apapun yang kamu berikan selalu bagus untukku, Mas.” Balasnya. Ia masih tersenyum sembari menatap dirinya di cermin.

“Aku mencintaimu Kim.” bisik Bima di telinga Kim. “ Aku juga sangat mencintaimu, Mas.” Kim berbalik dan memeluk Bima dengan sangat erat.

Bima merasakan kebahagiaan yang berlipat ganda pagi ini. Istrinya yang didiagnosa mengidap AD bahkan semakin membaik beberapa hari ini. Ia tidak lagi merasa kebingungan untuk sesuatu yang tidak bisa dipahami. Ia tidak lagi melupakan sesuatu, bahkan ia masih ingat kalau baju yang dipakainya hari ini adalah pemberian suaminya. Bima merasa semua perjuangannya untuk mengantarkan Kim berobat ke beberapa tempat di beberapa negara cukup ketika beberapa hari ini ia melihat istrinya yang membaik dan bisa tersenyum seperti sekarang ini. Dan Bima merekam senyum itu bahkan hingga sore ini saat ia melihat Kim dari jauh.

Mereka berdua sedang menikmati sore di café tempat mereka bertemu dulu. Dan kebetulan di seberang café, ada sebuah toko kue dan pastry sehingga Kim ingin kesana. Ia ingin membelikan mousse cake untuk Nez dan lemon lava cake untuk Bima. Sementara Bima memilih untuk menunggunya di café dengan secangkir kopi.

Bima tersenyum saat Kim melambai dari seberang jalan. Mata mereka berpandangan dari balik jendela kaca besar. Bima mengamati setiap gerak gerik Kim dari seberang jalan sana. Ia membawa bungkusan yang berisi cake yang ia beli dan tentu saja senyum yang seolah tidak lekang dari bibirnya.

Namun, sesuatu terjadi dengan begitu cepatnya hingga merebut semua senyum itu. Bungkusan itu melayang begitu saja dan terlempar di jalan, begitu juga dengan tubuh Kim yang limbung dan terlempar ke jalan. Seperti sebuah kilat yang begitu dengan cepatnya menyambar momen kebahagiaan yang baru saja terjadi. Bima berlari keluar dari café menuju ke jalan. Ia menemukan tubuh istrinya yang tergeletak di jalan. Ia dengan serta merta merengkuh Kim ke dalam pelukannya.

“Kim…. kim bangunlah Kim.” panggil Bima saat melihat istrinya masih saja memejamkan mata. Bima mengelus kening istrinya yang berlumuran darah. “Kim, aku mohon bangunlah Kim.” Bima tidak lagi bisa menahan airmatanya. Ia bahkan tidak lagi mempedulikan orang – orang yang mengerumuninya. Ia hanya ingin istrinya membuka matanya saat ini.

“Mas….” Suara lirih Kim membuat Bima sedikit lega. Ia melihat istrinya berusaha berbicara namun ia tidak bisa melakukannya. Matanya terbuka perlahan.

“Kim, aku mohon bertahanlah.” Ucap Bima lagi.

“Mas…. Maafkan aku…” suara Kim semakin berat. “Ja..ga Nez, Mas.” Lanjutnya lagi.

“Kim, aku mohon jangan mengatakan apapun. Kamu hanya perlu bertahan Kim.”

Kim menggerakkan tangannya yang lemah sehingga bisa menyentuh wajah Bima. “Aku akan merindukanmu, Mas.” Ucapnya lagi. Ia tersenyum saat mengatakannya. Senyum yang sama seperti yang ia tunjukkan tadi. Lalu, ia memilih untuk memejamkan mata. Tangannya yang menyentuh wajah Bima terjatuh lemas begitu saja. Dan saat itu, Bima tahu kalau ia akan sangat merindukan perempuan yang ia peluk dengan erat saat ini. Bahkan, perempuan ini sudah mengatakan terlebih dulu kalau ia akan merindukannya. Bima menangis terisak masih dengan memeluk istrinya. Dan langit yang sejak tadi hanya bergulat dengan mendung, tiba – tiba meneteskan airnya sedikit demi sedikit.

-00-

SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang