Catatan Kim Gauri
15 Juli 2008
Aku duduk di sofa, menyalakan televisi dan mengenggam segelas lemon water di tangan kananku. Sudah 2 hari aku mengurung diri di rumah. Rencana ke Thailand batal, tentu saja. Dan aku sudah memberitahu Bima tentang kemarin, kecuali tentang Sakha. Aku beralasan kalau jadwal shooting sinetron itu akan menghabiskan waktuku dan dia. Meski awalnya ia mengatakan ia tidak mempermasalahkannya selama itu akan membuatku bahagia dengan karirku, namun akhirnya ia mengalah karena aku bersikeras bahwa aku tidak suka dengan tawaran itu.
Aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 7 malam dan aku masih tidak bergeming dari dudukku sejak sore tadi. Hingga tiba – tiba aku mendengar suara bel dari depan pintu. Aku beranjak dengan malas menuju ke pintu dan mengintip dari lubang pintu. Seketika aku mundur beberapa langkah dari pintu saat aku tahu siapa yang sekarang berada di depan pintu. Rasanya sangat tidak percaya melihat laki – laki itu berani datang ke apartemenku.
Ia lalu mengetuk pintu dan menyebut namaku. Sementara aku masih berdiri mematung di balik pintu. Ada sebuah keinginan untuk membiarkannya saja seperti apa yang dilakukannya beberapa tahun lalu padaku. Namun, kalau aku seperti itu, lalu apa bedanya aku dengan dia. Pada akhirnya, tanganku mendapatkan isyarat dari otakku untuk membuka pintu. Ia tersenyum padaku namun aku tahu senyum itu dipaksakan.
Sakha berjalan mengikuti ku untuk masuk ke dalam apartemen. Aku duduk di sofa lalu mematikan televisi. Sementara dia memilih duduk di kursi samping. Matanya tampak mengitari seluruh ruangan. Apartemen ini memang aku tempati setelah aku putus dengannya.
“Apartemenmu bagus Kim.” Ucapnya masih dengan senyum nya yang tadi.
“Tidak usah basa basi Sakha. Jelaskan tujuanmu kesini.” Ucapku dengan ketus. Mataku masih enggan untuk melihatnya.
Sakha berdeham. Mungkin ia sedang mengatur kata – kata yang akan ia ucapkan.“Aku minta maaf Kim dengan yang dulu aku lakukan padamu. Terlambat memang, tapi aku pikir kamu layak untuk mendapatkan permintaan maafku. Aku tahu aku sudah menyakitimu bahkan mungkin mencampakkanmu begitu saja. Tetapi aku terpaksa melakukannya.” Aku menoleh padanya saat ia mengatakan terpaksa. Apakah ia seterpaksa itu hingga harus membiarkan seorang wanita selama 3 jam berdiri di teras rumah dengan hujan deras di luar. Lalu, ia membiarkan wanita itu berjalan kaki menerobos hujan dan bahkan saat wanita itu harus masuk ke rumah sakit karena tertabrak motor saat itu, ia bahkan tidak pernah sekalipun datang. Seterpaksa apakah dia hingga ia harus kehilangan hatinya?
“Aku minta maaf padamu Kim.” Sakha berdiri dari duduknya lalu berlutut dihadapanku. Tangannya bersimpuh pada kedua lututnya. Pandangannya menunduk dan ia menangis. Sungguh seperti sebuah sinetron yang selalu ia produseri.
Aku beranjak dari dudukku. “Kamu tidak perlu seperti itu Sakha. Aku sudah melupakan peristiwa malam itu dan semua hal tentangmu. Yang perlu kamu lakukan adalah tidak pernah muncul lagi di hadapanku. Bukankah kamu sudah mau menikah? Dan aku juga akan menikah. Jadi, seperti apapun kamu minta maaf padaku, itu tidak akan mengubah apapun tentang hubungan kita.”
“Tapi Kim, aku masih mencintaimu dan aku tidak ingin menikah dengannya.” Ia menatapku dengan matanya yang merah dan basah. Ada kegetiran yang aku rasakan dari tatapannya. Ia mungkin tidak berbohong tentang ketidakinginannya menikahi perempuan itu. Bisa jadi itu adalah perempuan pilihan orang tuanya. Tetapi, tetap saja tidak ada yang bisa merubah apapun yang sudah terjadi.
“Lalu apa maksudmu mengucapkan itu? Kamu ingin aku kembali padamu?”
“Tidak Kim. Aku tahu kamu tidak akan pernah kembali padaku seberapapun aku memohon, dan aku juga tidak ingin merusak kebahagiaanmu dengan calon suami mu. Aku hanya ingin kamu membantuku untuk tidak menikahi perempuan itu.”
Setelah ia mengucapkan itu padaku, aku kemudian tahu bahwa ia datang kesini tidak semata – mata ingin meminta maaf, tetapi ia memiliki sebuah tujuan. Aku tersenyum sendiri. Sakha memang tidak pernah berubah. Setiap apa yang ia lakukan tidak pernah tidak memiliki tujuan. Ia hanya melakukan sesuatu yang akan memberikan keuntungan padanya.
“Jadi apa yang menurutmu bisa aku lakukan supaya kamu tidak menikah dengannya?” tanyaku setelah memintanya berhenti berlutut. Tidak nyaman rasanya melihat seorang pria yang selalu memiliki ego yang tinggi tiba – tiba harus berlutut seperti itu.
“Seperti permintaanku kemarin Kim. Aku ingin kamu menjadi pemain utama sinetron yang ditayangkan stasiun televisiku. Seperti prediksiku jika kamu menjadi pemain utamanya, rating sinetron akan tinggi dan selanjutnya itu akan menjadi urusanku dengan Ayahku.” Ia menjelaskan panjang lebar tentang rencananya padaku dan aku sama sekali tidak tertarik dengan tawarannya. Namun seperti yang aku pikirkan selama ini, kedua orang tuanya adalah faktor penyebab segalanya. Sakha sebagai anak satu – satunya tentu saja tidak bisa di sia – siakan untuk menikah dengan seorang model dan tidak memiliki background keluarga yang bagus.
“Aku juga akan menjelaskan padamu kalau aku tidak tertarik dengan semua itu. Dan aku akan segera menikah, Sakha. Setelah menikah nanti, aku akan meninggalkan semua ini. Jadi kenapa aku harus capek – capek menjadi pemain utama di sinetron itu hanya untuk mendapatkan ketenaran yang pada akhirnya juga akan aku tinggalkan?”
Sakha diam. Wajahnya menunjukkan kalau ia tidak percaya dengan yang aku ucapkan. Tentu saja ia tidak percaya, karena akan sangat mustahil jika seorang Kim Gauri yang sangat terobsesi dengan dunia modelling sejak remaja tiba – tiba memutuskan untuk meninggalkannya begitu saja. Dan untuk menjadi model yang dikenal hingga ke negara lain bukanlah perkara mudah. Sakha tentu saja tahu itu karena dia sudah menemaniku melewatinya selama bertahun – tahun sejak aku memulai karirku dulu.“Kamu yakin Kim akan meninggalkan semua ini?” pertanyaan Sakha aku jawab dengan sebuah anggukan pasti. Sejujurnya aku masih tidak yakin dengan semua ini, tetapi akan lebih baik jika ia berpikir kalau aku yakin dengan keputusanku ini.
“Baiklah Kim jika kamu sudah memutuskan begitu. Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu. Aku… aku pergi dulu.” Sakha beranjak dari duduknya dan langsung pergi. Tentu saja ia akan langsung melakukannya, ketika ia tahu aku tidak lagi menguntungkan baginya. Dan aku yakin, ia pasti menyesal telah berlutut dan menangis tadi. Aku tersenyum lebar. Setidaknya apa yang ia lakukan memang sepantasnya ia lakukan.
-00-
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]
RomanceSaudade adalah tentang perasaan rindu. Rindu pada cinta yang pernah ada. Rindu pada kenangan yang pernah tercipta. Rindu pada sosok yang pernah menjadi bagian kehidupan. Juga, Rindu pada ingatan yang tercipta dari setiap peristiwa.