PART - EMPAT BELAS

4.4K 299 1
                                    

Catatan Kim Gauri

12 Desember 2008

Hal yang paling membahagiakan dalam sebuah hubungan adalah ketika cinta yang dirasakan pada akhirnya bersatu dalam sebuah janji suci pernikahan. Dan aku merasakannya malam ini. Saat Bima selesai mengucapkan qobul dan semua saksi mengatakan sah, pada detik itu airmataku langsung menetes. Pada akhirnya, laki - laki di sampingku inilah yang menjadi pelabuhan terakhirku. Aku mencium punggung tangannya setelah ia mengenakan cincin di jari manisku dan aku melakukan hal yang sama. Senyumnya tidak sekalipun lekang dari bibirnya, begitu juga aku. Kami berdua sedang berada pada titik terbahagia dalam hidup kami.

Hingga setelah semua acara selesai, ia masih saja tersenyum saat ia melihatku untuk pertama kalinya di samping tempat tidurnya. Tangannya menyentuh rambutku dan memainkannya seperti yang selalu ia lakukan. Dan untuk pertama kalinya, ia mengatakan kalau ia sangat mencintaiku bahkan sejak pertama aku dan dia bertemu di pesta pernikahan Wynda. Dan pertemuan kedua di kantornya, membuatnya yakin jika aku adalah jawaban dari doa - doanya. Aku tersenyum mendengarnya.

"Dan kamu adalah kebahagiaan terbesar yang Tuhan berikan padaku." Jawabku. Ia kemudian menciumku dan aku memilih untuk membiarkannya menyentuh setiap inci tubuhku karena mulai hari ini, semua ini adalah miliknya. Malam itu semuanya terasa bahagia hingga tidurpun tidak melekangkan senyum kami berdua.

-00-

14 Desember 2008

Bima menggandeng tanganku keluar dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Malam nanti akan diadakan acara perayaan pernikahanku dan Bima. Sebenarnya, aku dan Bima hanya menginginkan acara sederhana di Surabaya seperti Jumat kemarin, namun kedua orang tua Bima bersikeras, mengingat Bima adalah anak satu - satunya dan mereka memiliki keluarga besar dan rekan kerja yang cukup banyak di Yogyakarta sehingga perayaan besar harus dilakukan. Akhirnya, kami berdua hanya mengalah dengan permintaan kedua orang tua kami.

Sopir keluarga Bima sudah menunggu di depan dan langsung membantu kami membawa koper ketika melihat kami keluar dari pintu kedatangan. Sepanjang perjalanan, Bima tidak pernah melepaskan genggamannya. Ia bahkan memintaku bersandar di pundaknya karena menurutnya aku tampak lelah. Tentu saja aku merasa sangat lelah.

Dua bulan sebelum acara pernikahan, aku harus menyelesaikan pekerjaanku karena aku memutuskan untuk berhenti dari agency, sehingga semua jadwal yang telah aku ambil harus aku selesaikan lebih cepat dari jadwalnya. Dan dalam waktu satu bulan, aku bisa menyelesaikannya setelah harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bahkan aku pernah bangun di Singapura lalu tidur lagi di Jepang. Bahkan ketika tubuhku merasa sangat lemah, aku masih memaksakan diri untuk melakukan photoshoot. Menurutku profesionalisme tetap harus aku jaga, dan jadwal yang sedemikan padat ini tidak mungkin mentolerasi tubuhku yang kewalahan ini.
Satu bulan selanjutnya, aku harus bolak balik Jakarta Surabaya untuk mengurusi pernikahanku. Bima tentu saja hanya bisa membantu saat weekend. Itu juga jika ia mendapatkan waktu untuk pulang ke Surabaya. Namun semua lelah itu terbayar ketika aku sudah menikah dengannya. Dan sekarang aku telah menjadi Nyonya Arraya Bamantara Hardinata.

Aku dan Bima memasuki ballroom hotel bintang lima yang telah disewa dan dihias sedemikian rupa sehingga tampak sangat menakjubkan. Aku tidak menyangka kalau aku adalah pengantinnya dalam acara mewah seperti ini. Seluruh ruangan dipenuhi oleh nuansa hijau dan tanaman serta bunga - bunga asli. Foto pre weddingku dan Bima berjajar rapi di sepanjang jalan menuju pelaminan. Nuansa jawa sangat kental dengan alunan musik yang ditampilkan langsung oleh grup musik tradisional Jogjakarta. Dan sepanjang aku berjalan menuju pelaminan bersama Bima, beberapa anak kecil menebarkan kelopak - kelopak mawar. Aku tidak pernah bermimpi memiliki pesta pernikahan seperti ini karena aku memang bukan perempuan yang lahir dari keluarga yang kaya raya. Setelah Papa meninggal, Ibu memulai usaha catering untuk menghidupiku dan kakakku. Aku bahkan harus berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa supaya aku bisa kuliah sampai selesai. Dan pekerjaanku sebagai model cukup membantu keuanganku selama kuliah. Setelah selesai kuliah, aku pindah ke Jakarta dan mengembangkan karir modelku. Dari tinggal di tempat kost kecil hingga aku bisa tinggal di Apartemen. Dari model majalah remaja hingga aku bisa pergi ke luar negeri dan menjalani pemotretan dengan majalah terkenal. Dan bertemu Bima adalah sesuatu yang tidak pernah aku duga sama sekali. Ia adalah anak laki - laki satunya dari Pengusaha sukses di Jogjakarta yang cukup disegani. Itulah kenapa pesta pernikahan mewah ini harus dilakukan.

Aku dan Bima berdiri di pelaminan. Senyum sama sekali tidak lekang dari bibir kami berdua karena begitu banyak tamu yang datang dan menyalami kami berdua meski sejujurnya aku tidak tahu satupun dari tamu itu. Ada beberapa teman sekolah Bima dulu ataupun teman masa kecilnya, tetapi tetap saja dari sekian banyak temannya hanya Wynda yang aku tahu.

Jam menunjukkan pukul 11 malam saat aku dan Bima sudah berada di kamar hotel yang sama dengan tempat acara. Ia sedang duduk di tempat tidur sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Sementara aku masih sibuk mengeringkan rambut dan memakaikan krim malam pada wajah.

"Besok kamu jadi langsung ke Bitung?" tanyaku sembari mengoleskan krim pada wajah.

"Hmm, lagi banyak kerjaan. Menjelang akhir tahun juga kan?" jawabnya namun matanya tidak juga lekang dari ponselnya.

"Berarti kita barengan aja ya ke Bandaranya." Sahutku yang membuat Bima langsung beralih dari ponselnya dan menatapku.

"Kamu enggak di sini dulu aja sama Mama dan Papa?" tanyanya.

"Ada kerjaan di Jakarta." jawabku berbohong.

"Bukannya kerjaanmu sudah selesai?" Bima tampak menyelidik.

Aku menoleh padanya. "Tidak semudah itu meninggalkan pekerjaan begitu saja, kan?"

"Baiklah, besok kita berangkat bareng ke Bandaranya. Lain kali kalau pekerjaanmu sudah benar - benar selesai, kamu bisa di sini menemani Mama." Ucapnya lalu kembali dengan ponselnya.

Aku menghela napas mendengarnya. Sejujurnya, aku memang tidak begitu nyaman untuk terlalu lama bersama dengan kedua orang tua Bima. Mereka mungkin sudah kaya sejak lahir jadi mereka tidak tahu bagaimana sulitnya untuk bertahan hidup. Jadi, cara hidup, cara berpikir dan semua sikap mereka menunjukkan betapa mereka selalu berada di atas angin. Bahkan Mama Bima pernah terang - terangan mengatakan bahwa ia sebenarnya menginginkan Bima untuk menikah dengan seorang perempuan Jogjakarta yang tidak lain adalah putri dari rekan Papanya. Tetapi karena Bima sudah memilihku dan mereka tidak ingin terlihat memaksakan kehendak pada anak laki - laki satunya akhirnya mereka memutuskan untuk mengalah dan menerimaku. Namun, bukan kah hal semacam itu seharusnya tidak perlu dikatakan langsung kepadaku? Dan sejak saat itu, aku selalu merasa enggan untuk berdua saja dengan Mama tanpa ada Bima di sampingku. Aku hanya takut jika ada fakta lain yang mungkin akan menyakitkanku.

Aku kemudian menarik selimut hingga leherku dan memejamkan mataku dengan posisi memunggungi Bima yang masih sibuk dengan ponselnya. Satu jam kemudian aku merasakan sebuah tangan merangkulku dari belakang.

"I love you istriku." Bisiknya sambil mencium leherku. Lalu ia membangunkanku dengan sentuhannya. Ya, kami berdua memang masih pengantin baru yang masih haus akan kenikmatan sepasang suami istri.

-00-

SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang