PART - EMPAT PULUH

4.4K 300 6
                                    

Bima bersandar pada kursi dan menatap keluar jendela. Ia melirik jam tangannya dan sudah pukul 6 sore. Sudah hampir 30 menit ia duduk di kursi ini dan menunggu seseorang yang telah berjanji bertemu dengannya sore ini. Kopi di depannya pun juga sudah tidak lagi mengepulkan asap putih pertanda sudah mendingin. Suara Bob Dylan menyanyikan Knockin on Heaven’s Door menemaninya sore ini di Café.

“Sorry nunggu nya lama ya Bim.” Wynda yang baru saja datang langsung duduk di depan Bima. “Tadi ngantar Kim pulang dulu.” Lanjut Wynda.

“Tidak apa – apa Wyn. Terimakasih sudah mengantarkan istriku pulang.” Bima tersenyum pada sahabatnya. Ia menarik lengan kemejanya yang sudah digulung dan menyilangkan kedua tangannya di meja.

“Ada apa Bim? Kok tiba – tiba mau ketemu rahasia begini.” Tanya Wynda setelah ia memesan secangkir coklat panas pada waitress yang mendatanginya.

Bima berdeham dan menarik nafas panjang sebelum mengatakan pada Wynda apa yang ia ingin sahabatnya lakukan untuk membantunya.

“Boleh aku tahu kenapa aku harus menjaga Kim seperti itu?” Wynda tentu saja penasaran dengan semua permintaan Bima padanya untuk menjaga Kim jika ia tidak bisa melakukannya karena pekerjaannya yang juga belum bisa ia tinggalkan hingga sekarang.

“Kim mewarisi sakit dari Papanya.” Hanya itu yang Bima ucapkan dan itu sudah cukup untuk membuat Wynda mengerti. Wynda diam namun kedua matanya yang berkaca – kaca cukup menunjukkan kalau ia benar – benar terpukul kali ini. Ia sudah mengenal Kim sejak mereka kuliah dan mereka selalu bersama sejak saat itu hingga sekarang.

“Sejak kapan kamu mengetahuinya?” tanya Wynda. “Baru beberapa hari yang lalu Kim mengatakannya padaku. Tetapi, aku sudah mencurigainya sejak lama.”

Wynda mengangguk – angguk mengerti. Semua pertanyaannya tentang keanehan yang Kim tunjukkan telah ia dapatkan jawabannya. Ketika ia melihat Kim lupa akan sesuatu, ketika ia susah mendesain lagi, ketika ia terkadang menangis sendiri dan ketika ia tiba – tiba menghilang dari Mall, inilah jawabannya. Dan dalam waktu yang lama, sahabatnya itu menyimpan sendiri sakitnya itu.

“Aku akan melakukan semua yang aku bisa untuk membantunya Bim. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Ucap Wynda.

“Kim tidak tahu kalau kamu mengetahuinya Wyn. Dan aku harap akan terus begitu hingga ia mengatakannya sendiri padamu.”

I know.”

Bima tersenyum lega. Ia memang tidak pernah salah mempercayakan Kim pada Wynda. Ia adalah sahabat terbaik yang dimiliki istrinya, bahkan wanita di depannya inilah yang mendampingi istrinya di saat – saat tersulit dalam hidupnya

-00-

Kim bersandar pada tempat tidur dan Nez tidur di sampingnya. Ia sedang membacakan dongeng untuk putrinya. Sejak dulu, ia selalu melakukan ini sebelum Nez tidur. Namun sejak ia terguncang setelah mendengar sakitnya itu, ia absen melakukannya karena yang sering ia lakukan justru melamun dan berpikir tentang banyak hal. Tetapi, ketika sekarang Bima berada di sampingnya, ia tahu kalau ia tidak perlu mengkhawatirkan banyak hal.

Kim menarik selimut dan menyelimuti putri kecilnya yang sudah tertidur lelap. Ia lalu meletakkan buku dongeng di meja dan mematikan lampu sehingga hanya satu lampu tidur yang menyala. Ia berjalan keluar dari kamar dan menutup pintunya.

“Kim.” sebuah suara membuat Kim menghentikan langkahnya dan berjalan ke arah orang yang memanggilnya. Mama sudah duduk di kursi makan dan Kim memilih duduk di depannya.

“Kamu tidak keberatan kalau kita bicara sebentar?”

“Iya Ma.”

“Mama pikir akan lebih baik kalau kamu dan Bima berpisah saja.” Ucapan Mama seperti sebuah hantaman yang sangat kuat di dada Kim saat ini. Ketika ia baru saja merasakan kebahagiaan di dalam rumah tangganya, ada saja hal yang merusaknya.

“Tapi kenapa Ma?”

“Karena Bima berhak bahagia Kim. Mama tidak bermaksud kalau dia tidak bahagia denganmu, tetapi ia akan lebih bahagia jika dia tidak harus menghadapi semua ini.” Jawaban Mama sangat menyakitkanku. Entah sudah keberapa kalinya wanita yang sudah aku panggil Mama sejak 10 tahun yang lalu ini selalu saja membuatku sakit hati. Entah karena ia tidak pernah menginginkanku sebagai menantunya atau karena ia terlalu menyayangi anak semata wayangnya.

“Mama tahu Kim kalau sejak lima tahun yang lalu kamu dan Bima sudah akan bercerai tetapi karena Nez kalian berusaha mempertahankannya. Tetapi apa artinya jika kalian seperti itu? Kalian tidak seperti suami istri pada umumnya. Dan Mama tidak tega melihat anak Mama kamu perlakukan seperti itu.” Lanjut Mama lagi yang sekali lagi menorehkan rasa sakit di hati Kim, namun ia memilih diam.

“Sampai kapan kamu mau mempertahankankan rumah tangga yang sudah hancur? Kalian berdua bisa memulai kehidupan kalian yang baru.”

Kim mengigit bibirnya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis meski sakit yang diakibatkan oleh Mama sudah terlalu besar. Tidakkah Mama tahu apa yang telah anaknya itu lakukan hingga ia memilih untuk mendiamkannya selama lima tahun?

“Aku akan memikirkannya Ma.” Sahut Kim lalu dia beranjak dari duduknya dan berjalan cepat menuju kamarnya. Ia sudah tidak sanggup lagi mendengar semua perkataan Mama mertuanya yang memang sejak awal pernikahan tidak pernah menyukainya.

Mama menatap Kim yang berjalan menaiki tangga dan menghela nafas berat. Ia lalu beranjak dari duduknya saat melihat sepasang mata menatap tajam padanya. Tanpa ia ketahui, Bima sudah berdiri di balik pintu sejak awal.

“Mama kenapa harus ikut campur dengan pernikahanku dengannya?” ucap Bima lirih, namun dari nada bicaranya ia sangat marah saat ini.

“Mama hanya tidak mau kamu menderita, nak.”

“Kalau Mama tidak mau anak Mama menderita akan lebih baik jika Mama tidak mencampurinya. Aku menikah dengan dia karena dia adalah pilihanku dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah menyesalinya. Jadi, Mama salah besar kalau menurut Mama aku akan bahagia jika aku berpisah dengannya.” Bima mengacak rambutnya karena frustasi. Ia tidak percaya jika Mama nya sendiri akan berusaha merusak pernikahannya.

“Tapi buktinya kalian seperti itu selama lima tahun lebih?”

“Mama tahu kenapa kami berdua bertahan selama lima tahun seperti itu? Itu karena kami berdua masih saling mencintai. Kim hanya butuh waktu untuk menyembuhkan lukanya karena anak Mama ini yang telah menyakitinya. Anak Mama ini yang telah berselingkuh. Jadi bukan aku yang berhak bahagia Ma, tapi Kim. Ia berhak bahagia karena aku sudah menghilangkan kebahagiaannya.”

Mama terduduk di tempat tidur. Apa yang baru saja Bima katakan benar- benar di luar dugaannya. Bagaimana bisa anak yang ia besarkan selama ini justru melakukan kesalahan terbesar di dalam sebuah pernikahan?

“Jika saja wanita yang aku nikahi bukan Kim, mungkin anak Mama ini sudah menjadi duda sejak lama.”

“Bagaimana kamu bisa melakukannya, Bim?” tanya Mama dengan isak tangis. Ada penyesalan di dalam hatinya karena sudah memperlakukan menantunya dengan buruk.

“Jadi aku mohon Ma. Bantu aku Ma. Bantu anak Mama ini untuk memperbaiki kesalahan yang telah aku lakukan padanya. Bantu aku untuk memberinya kebahagiaan yang tidak pernah aku berikan padanya dulu.” Bima berlutut di depan Mamanya. Tangannya menggenggam kedua tangan Mamanya. Ia mencium kedua tangan Mamanya. Dadanya sesak saat ini. Ia harus mengatakan ini agar Mamanya tidak lagi menyakiti istrinya. Di dalam hati ia sedang meminta maaf pada Mamanya karena sesungguhnya anaknya ini tidak pernah berselingkuh. Ia hanya melakukan kebaikan pada waktu yang salah dan pada orang yang salah.

-00-

SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang