Catatan Kim Gauri
1 September 2013
Hari ini rumah sangat ramai karena kedatangan banyak sekali tamu. Mama dan kakakku datang dari Surabaya dan kedua mertuaku dari Jogja juga datang. Wynda beserta keluarga kecilnya juga ikut datang. Welly dan teman – temanku di agency semuanya datang untuk merayakan tujuh bulanan bayiku.
Aku duduk di kamar dengan memakai kemben dan hiasan bunga melati di sepanjang pundak dan dada. Aku mengelus perutku yang sudah sangat besar. Sejak keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu, aku terus berdiam diri di rumah dan aku juga memilih untuk mendiamkan Bima. Sementara ia masih tidak tahu apa yang sebenarnya aku tahu karena aku sudah menghapus foto itu setelah melihatnya dulu. Aku pikir aku akan menahannya setidaknya setelah bayi ini lahir.
“Kim, kamu sudah siap?” Mama masuk ke dalam kamar dan membantuku untuk keluar menuju ke tempat acara di belakang rumah. Rumahku memang memiliki halaman yang cukup luas makanya acara siraman diadakan di belakang rumah. Ritual pertama yang akan aku lakukan adalah siraman dimana kedua orang tua Bima, Mama, dan beberapa saudara dari mertuaku akan melakukan prosesi itu. Saat sampai di halaman belakang, aku melihat Bima sudah siap dengan kostum beskapnya. Ia mendatangiku dan menggandengku menuju tempat prosesi siraman. Ada sakit yang mencubitku tepat saat tanganku menyentuh tangannya.
Setelah prosesi siraman, prosesi angreman dimana aku akan berganti tujuh macam kain jarik namun hanya kain ketujuh lah yang aku pakai, sisanya aku hanya mendudukinya saja. Sementara itu, Bima akan memotong tumpeng lalu menyuapiku dengan nasi tumpeng dan bubur merah putih. Prosesi selanjutnya yang aku lakukan adalah duduk diam sembari melihat Bima yang akan memecah kelapa. Dan ketika kelapa yang dipecah menunjukkan kalau aku akan melahirkan bayi laki – laki aku hanya tersenyum tipis, karena dokter mengatakan kalau bayi yang aku kandung kemungkinan besar adalah perempuan. Kemudian, prosesi berlanjut ke acara dimana aku dan Bima duduk didepan sebuah kendi berisi rujak. Dalam prosesi ini, aku dan Bima sedang berjualan rujak dan para tamu membelinya dengan kereweng (uang dari tanah liat). Prosesi ini adalah yang paling tidak aku sukai karena aku harus berlama – lama di sampingnya.
Setelah selesai, Bima membantuku berdiri dan mengantarku ke kamar karena mengeluh padanya kalau aku merasa lelah.
“Kamu istirahat dulu Kim. Mau aku bantu mengganti baju?” tawarnya yang langsung aku tolak. Karena sejak saat itu, sebisa mungkin aku tidak ingin bersentuhan dengannya.
Bima mengangguk lalu meninggalkanku di dalam kamar. Aku mencengkeram sprei dengan kuat saat melihatnya keluar. Rasa sesak di dadaku selalu ingin mencuat keluar setiap kali melihatnya, tetapi aku harus terus menahannya sampai waktunya tiba.
Aku melepas kebayaku perlahan dan mengganti bajuku dengan dress panjang yang longgar. Lalu, aku melihat diriku sendiri di dalam cermin. Aku memang sangat jelek sekali sekarang. Tubuhku terus bertambah besar seiring dengan semakin besarnya kandunganku. Pada awalnya, aku tidak masalah selama anakku di dalam kandungan akan sehat, tetapi ketika aku tahu ada yang salah di sini, aku merasa jelek dengan diriku sendiri. Benarkah aku menjadi tidak semenarik dulu?
Tanganku mengelus perutku seiring dengan airmataku yang mengalir deras dari mataku.
“Maafkan ibumu nak, ibu sudah berpikir seperti itu. Sekarang, yang penting kamu sehat terus ya nak. Ibu tidak peduli apapun yang akan terjadi asalkan kamu lahir dengan sehat karena kamu adalah satu – satunya yang ibu punya sekarang.” Ucapku lirih.
“Kim.” Aku langsung menghapus airmataku saat aku melihat Wynda berdiri di daun pintu. Keningnya mengkerut saat ia melihatku meneteskan airmata. Ia lalu menutup pintu dan berjalan mendekatiku. Seolah tahu dengan apa yang aku rasakan, ia langsung memelukku dengan erat.
“Menangislah Kim. Menangislah.” Ia menepuk punggungku pelan yang membuatku langsung menangis sejadinya. Aku sudah menyimpan tangis ini selama seminggu penuh. Dan ketika Wynda memelukku sekarang, aku ingin menumpahkan semuanya hingga sesak ini hilang.
“Maaf ya Wyn, aku membuat bajumu basah.” Aku berusaha tersenyum setelah hampir 10 menit ia membiarkanku menangis di pundaknya. Tanganku mengusap sisa – sisa airmata di wajahku. Dan berkali – kali aku menarik nafas panjang untuk mengatur nafasku yang sesak.
Wynda malah tertawa kecil mendengarku. “Pundakku ini sewanya mahal lo Kim.”
Aku tertawa mendengar ucapan Wynda. Ia memang sahabat terbaikku. “Apapun itu keputusanmu Kim, aku akan berada di pihakmu dan membantumu kapanpun kamu membutuhkannya.” Ia menepuk pundakku lembut.
“Kamu tahu Wyn?” tanyaku yang hanya dijawab senyuman olehnya. Ia lalu beranjak dari duduknya dan berdiri di depanku.
“Sebagai sahabatmu, aku Cuma ingin yang terbaik buatmu Kim. Dan yang tahu yang terbaik buatmu ya kamu sendiri. Jadi, apapun keputusanmu itu aku akan mendukungmu. Aku hanya ingin mengingatkanmu kalau sakit yang kamu rasakan sekarang, bayi di dalam kandunganmu juga merasakannya. Jadi ketika kamu menangis, dia akan ikut menangis juga. Jadi akan lebih baik kalau kamu bisa menghindarinya, bukankah yang lebih penting sekarang adalah malaikat kecil ini?” Wynda mengelus perutku pelan. Ia menyadarkanku bahwa batin seorang ibu terikat dengan bayi yang ada di dalam kandungan. Maafkan ibumu, nak, batinku.
“Trimakasih ya Wyn.” Aku menepuk punggung tangannya. Dan ia tersenyum padaku. Ia lalu berpamitan pulang. Aku mengikutinya berjalan keluar dari kamar setelah sebelumnya membersihkan wajahku dari bekas tangisanku.
-00-
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE [Complete] [SEGERA TERBIT]
RomanceSaudade adalah tentang perasaan rindu. Rindu pada cinta yang pernah ada. Rindu pada kenangan yang pernah tercipta. Rindu pada sosok yang pernah menjadi bagian kehidupan. Juga, Rindu pada ingatan yang tercipta dari setiap peristiwa.