Malfoy sekarang rajin sekali menanyaiku 'bagaimana?' setiap kali berpapasan. Dan yang bisa aku katakan hanyalah, 'aku tahu, sabar dulu.'
Sebenarnya aku sudah memikirkan berbagai macam cara Malfoy menyatakan cinta, mulai dari yang romantis, sampai yang lucu. Dan sekarang aku bingung, yang mana yang akan kupilih? Karena aku benar-benar ingin perempuan itu menerimanya dan kerja keras aku dan Malfoy berhasil. Well, aku tidak mendapat keuntungan apapun selain terima kasih, tapi aku merasa senang melihat Malfoy senang, itu saja. Jika tidak berhasil, itu akan membuatku merasa bersalah pada Malfoy 100%.
Oke, jujur, aku tidak terlalu senang kalau Malfoy memiliki pacar, tapi aku bisa apa?
.
"Mione! Apa yang membuatmu sangat lama menentukannya?"
"Entahlah, aku bingung Malfoy! Sebenarnya itu tergantung perempuannya, aku harus tahu kriterianya untuk menentukan yang terbaik yang bisa kupikirkan."
"Ugh, oke, baiklah.." katanya menyerah, mendekatkan kepalanya ke dekat telingaku.
"Dia tidak di Hogwarts."
"Hah?"
Aku benar-benar terkejut.
"Maksudmu... Dia sudah tamat, dia sedang tidak di Hogwarts, atau dia tidak bersekolah di Hogwarts?" tanyaku.
"Yang ketiga."
"Tapi... Bagaimana..."
"Sejak kurang lebih 2 tahun lalu, ayahku sering mengajak aku dan ibuku untuk pergi ke pertemuan di rumah temannya. Dan anak dari salah satu teman ayah, dialah targetku, dia bersekolah di Beauxbatons, tingkat yang sama denganku. Sejak masalah 'voldemort' ini mengganggu hidupku dan orangtuaku, kami menjadi jarang bertemu keluarga lain, termasuk keluarganya. Tapi terkadang kami saling berkirim surat."
"Dan siapa namanya?"
"Abrielle,"
Abrielle. She's the lucky girl.
"Maksudmu bukan si Abriella Ravenclaw itu kan?"
"tentu saja bukan!"
"Siapa tahu saja kau mau merahasiakannya dariku jadi kau memalsukan identitasnya."
Bukan Hermione Jean Granger kah?
Bodoh, kalau pikiranku berbentuk manusia, sudah kutampar dia karena berpikiran begitu.
Dan berharap begitu.
"Yasudahlah,"
.
Hagrid akan mengajari kami lagi tentang Skrewt yang sebenarnya telah kami pelajari pada tahun keempat. Kali ini dia meminta kami membawa sarung tangan.
Sialnya, aku lupa membawanya.
Ah, bagaimana aku bisa melupakan sepasang sarung tangan itu?
Pasti tertinggal di meja di kamarku!
Huft.
"Parvati, ada sarung tangan dua tidak?"
Parvati mengangkat kedua tangannya yang berselimut sarung tangan.
"Maaf, Mione. Coba tanya yang lain,"
"Tidak apa-apa. Terima kasih untuk sarannya, sangat berguna." Kataku bermaksud sarkastis. Tidak apa, Parvati sudah biasa dengan itu.
Parvati memberiku tatapan itu.
Dan saat itu dia lewat.
Saat itu juga aku menyebut namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Unwanted Feeling (Completed)
FanfictionShe wants to move But she just doesn't know how. . Bagaimana perasaanmu kalau kau mencintai seseorang tapi kau terlalu segan untuk mengakuinya bahkan kepada dirimu sendiri? Begitulah perasaanku. Kata siapa aku menginginkan perasaan ini? . "You...