Angel

853 107 0
                                    


Aku berdiri sendirian di aula, menyenderkan punggungku ke salah satu tiang sambil membaca bukuku. Saat itulah sudut mataku menangkap sosok Draco yang berjalan ke arahku dan berdiri di sampingku. 

Di sebelah satu lagi, tak jauh dari tempat aku berdiri, satu pasangan kasmaran sedang bermesraan berdua, well aku tidak keberatan, mungkin aku juga akan bersikap seperti itu kalau aku sedang kasmaran, siapa tahu? 

Aku sering melihat mereka berdua, sudah cukup lama, berarti mereka pasangan yang lumayan langgeng. Lalu aku mendengar Draco berbicara. 

"Lihatlah mereka! Mereka pacaran! Dasar mabuk cinta," hinanya. 

Kapan orang akan menghina kita dengan kalimat seperti itu? Aku cukup percaya diri untuk tidak tersinggung.

"kau berbicara denganku?"

Demi masa perpanjang dialog, aku bertingkah bodoh. 

"Tidak, aku berbicara dengan malaikat."

Dia tidak serius mengatakannya, kan? Karena aku mendapat gagasan yang bisa saja akan keluar dari mulutku kapan saja. 

"Jadii, aku adalah seorang malaikat?" tanyaku. 

Yap, itu dia. Keluar sudah isi pikiranku. 

Draco tertawa. Tawa yang sangat pendek namun berhasil membuatku tersenyum lebar meski kelihatannya tidak begitu.  Aku tidak yakin jenis tawa apa yang dikeluarkannya tapi tawa itu bukan jenis tawa yang dikeluarkan saat kau mendengar sesuatu yang lucu. Mungkin dia mengeluarkan tawa hambar? Tawa sinis? Tawa perih? Entahlah. 

"Jangan terlalu mengharap, Mione." katanya. 

Apa maksudnya itu?!

"Aku tidak mengharap ketinggian, itu kenyataannya, aku ini malaikat tanpa sayap," kataku mencoba untuk melucu. 

"Kau tahu, terlalu berharap itu dapat menyakiti hatimu,"

Kurasa aku setuju, aku selalu mengharapkan perasaanmu, tapi tidak pernah, mungkin, bahkan sekalipun, kau melirik sedikit ke dalam hatiku, atau setidaknya tahu dari bagaimana aku memperlakukanmu berbeda dengan cara aku memperlakukan pria lain, atau bagaimana aku memandangmu, atau bagaimana aku berbicara denganmu, bagaimana aku tersenyum saat kita berbicara. Seprofesional itukah aku menyembunyikan perasaanku? 

Dan pada akhirnya, yang bisa kuucap hanya, 

"Tidak juga,"

"Iya!" katanya masih teguh pada pendapatnya. 

"Tidak!"

"Iya, Mione,"

Menjawab 'tidak' hanya akan memperpanjang dialog, tapi dialog yang sangat tidak berbobot. Aku ingin dia berbicara tentang kehidupan pribadinya, perasaannya pada orang yang dia suka, masalah yang sedang dihadapinya, berbicara sebagaimana dua orang sahabat mencurahkan hati mereka ke satu sama lain. 

Jadi aku menjawab, 

"Kenapa kau jadi sangat melankolis akhir-akhir ini?"

Mungkin bisa mengarah ke perasaan pribadi? Mione! Kau baru saja diingatkan, jangan berharap ketinggian! Ah. 

"Aku tidak melankolis."

"Ya, kau melankolis."

"Tidak!"

Ya kembali lagi ke argumen tak berbobot. Baiklah, kalau kau maunya begini, aku hanya mengikuti. 

"Iya!" 

Jangan salahkan aku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. 

"Tidak!"

"Iya!"

That Unwanted Feeling (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang