Aku menghabiskan malam itu dengan membereskan seisi apartemen. Menata furnitur, membersihkan tempat tidur, mengelap permukaan meja, menyikat kamar mandi, menyapu dan mengepel lantai dan beberapa yang lain yang lupa kusebutkan. Satu jam terakhir kuhabiskan dengan duduk di jendela kamar tidurku sambil meneguk segelas coklat panas dan mendengarkan lagu, kau bisa bayangkan betapa nikmatnya berada di posisiku saat itu.
Pukul 7 pagi, aku berencana keluar dari apartemen untuk sekedar berjalan-jalan di luar bangunan, mengenal lingkungan baru yang di masa depan akan menjadi pemandangan hari-hariku.
Setelah merapikan tempat tidur, meneguk segelas susu, mengikat rambut dan menggosok gigi, aku mulai melaksanakan rencanaku.
Berjalan ke pintu apartemen, aku tidak memikirkan apapun. Namun saat aku membuka pintu dan melihat kiri kanan, adegan semalam terulang di kepalaku. Aku mengingatnya sekarang. Apa itu dia?
Draco?
Semoga saja tidak. Ew pasti sangat mengerikan kalau aku menjadi tetangga seorang Draco Malfoy.
Kau bisa membayangkan skenarionya,
"Oh jadi kau mengenal Draco?"
"Ya" itu jawabanku.
"Memangnya dia siapa bagimu?"
"Well, um,"
"mantan musuhku, salah satu teman baikku, mantan teman sebangkuku, mantan teman mencontekku, mantan teman sekelasku, mantan teman seangkatanku, tetanggaku-"
"-dan seseorang yang sangat aku cintai,"
Ugh. Mengerikan.
Karena aku menginginkan pagi pertama di lingkungan baru ini menjadi pagi yang menakjubkan (atau setidaknya tidak menyedihkan), aku mengacuhkan pikiran tentang Draco.
Dan melangkah dengan pasti menuju lift. Menekan tombol. Berdiri dengan tegap.
Pintu terbuka.
Seorang lelaki tua dengan kemeja kotak-kotak yang dimasukkan ke dalam celana dan dasi kupu-kupu berdiri disana, membawa seekor anjing.
"Selamat pagi, nona," katanya sambil memegang ujung topinya sebelum melangkah keluar.
"Selamat pagi, tuan," aku memberikan senyum terbaik yang bisa kuberikan dan melangkah masuk ke dalam lift, memencet tombol, menunggu pintu tertutup.
Aku bisa mendengar langkah kaki yang cepat, semakin lama semakin terasa.
"Selamat pagi, permisi, maafkan aku!"
Adalah suara yang kudengar.
Pintu sudah mau tertutup, tidak ada gunanya aku menolong. Tapi tangan itu berhasil menahan pintu terlebih dahulu.
Hey,
Aku mengenal suara tadi. Tentu saja.
Melangkah masuk, seorang pria jangkung tak berhidung berkepala botak bernama Voldemort.
Musuh abadiku.
Hanya bercanda.
Itu Draco, aku tahu kau sudah menduganya. Aku terkejut, tidak perlu mendramatisir adegan. Mataku terpelotot, lobang hidungku membesar, tubuhku terdorong ke dinding lift, berharap dinding itu meleleh dan aku terjatuh dari ketinggian.
Zap. Dia menangkap tatapanku. Menguncinya. Aku mengkerutkan alisku, dia melakukan hal yang sama.
Pintu menutup. Aku tetap pada posisi karena aku membeku. Kalaupun aku mengalihkan tatapanku, aku tidak tahu harus berkata apa, jadi kubiarkan saja dia yang memulai obrolan.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Unwanted Feeling (Completed)
FanfictionShe wants to move But she just doesn't know how. . Bagaimana perasaanmu kalau kau mencintai seseorang tapi kau terlalu segan untuk mengakuinya bahkan kepada dirimu sendiri? Begitulah perasaanku. Kata siapa aku menginginkan perasaan ini? . "You...