Berjalan di kerumunan siswa yang berbondong-bondong dengan tujuan dan arah yang berbeda-beda, aku bisa melihat Draco bersender di dinding bersama temannya.
Untuk beberapa detik, aku berharap dia akan melihatku. Harapan itu berhenti dan hilang ketika figurnya tidak lagi tampak bahkan dari sudut mataku.
Tidak apa apa.
Itu pikirku.
Seluruh kehidupannya tidak untuk melihatku.
Namun setelah aku kembali beberapa saat kemudian, dan dia masih disana,
Harapan itu muncul kembali. Tidak pernah hilang. Hanya terkubur. Tenggelam dalam seluruh pemikiran rumit di otakku.
Demi janggut Merlin, aku tidak akan menyapanya lebih dahulu, tidak sebelum dia melihatku.
Mataku sesekali melirik sosoknya nun disana, berdiri dan terkadang tertawa, berbicara dan kadang hanya diam.
Mata abu-abu itu menatap dalam padaku. Dia melihatku. Inilah mengapa aku tidak bisa dan tidak mau membunuh harapanku. Karena jika kubunuh, harapan itu akan tumbuh lagi dengan kekuatan yang lebih besar, dan harapan yang lebih tinggi.
Kontak mata antara kami terjadi, meski mungkin hanya kurang dari lima detik.
Jantungku tidak berdebar begitu kencang, tidak seperti yang kau baca di cerita-cerita romansa. Jantungku berdetak dengan normal, namun perasaan aneh yang kurasakan, tidak dapat dihindari, selagi jarak antara kami semakin sedikit, selagi tampaknya wajahnya semakin membesar, hingga mungkin jarak kami hanya lima langkah, barulah aku mengatakannya,
"Hai," kataku sambil terus berjalan.
Kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak terdengar jelas, tapi terdengar lembut. Aku tahu dia mungkin saja hanya mengatakan hai juga, atau menyebut namaku, atau mengatakan dua patah kata yang terbilang bodoh, tapi nadanya sangat lembut. Bukan lembut gemulai seperti seorang perempuan, tetapi lembut dengan kesan hangat.
.
Setelah Prof. Mcgonagall memberitahuku bahwa Emma Sands belum mengumpulkan Kartu Identitas Pertukaran Pelajar Penyihir dan kartu-kartu tersebut akan dikirim ke Ilvermorny sore ini untuk didata ulang disana, aku berjalan dengan cepat menuju asramaku, tidak mempedulikan siapapun yang aku lewati.
Prof. Mcgonagall memerintahkanku untuk memberitahu Emma untuk menyerahkan kartunya sebelum pukul 2 siang ini, dan fakta bahwa sekarang sudah pukul 1 siang membuat langkahku terburu-buru.
Emma bisa saja kehilangan kartu itu dan ia akan mencarinya kemana-mana hingga pukul 2 siang, ia akan terlambat untuk mengumpulkan kartunya.
Tapi suara itu otomatis memperlambat langkahku.
Seperti hari otomatis menjadi malam saat matahari terbenam.
"Lihatlah itu, dia sombong sekali."
Aku mengenal asal suaranya.
Namun, berkat keterburu-buruanku, aku reflek mengangkat tanganku dan melambaikannya padanya. Draco. Lambaian tangan yang sama seperti saat aku melambai pada Ginny.
"Draco!" Teriakku.
Tanpa membuang waktu untuk melihat reaksinya, aku kembali berjalan dengan cepatnya.
Aku bahkan tidak tahu mengapa aku melambaikan tanganku, itu merupakan aksi reflek yang terjadi ketika kau terburu-buru dan tidak memiliki waktu untuk berbelit dengan kata dan frasa.
.Hari ini hari Rabu, seisi Hogwarts merayakan ulang tahun Prof. Mcgonagall dan sayangnya aku tidak bisa hadir, karena kemarin, yakni hari Selasa, aku dan seluruh siswa pertukaran pelajar telah berangkat menuju Ilvermorny, yang berarti hari ini aku berada di Ilvermorny! Dan kami hanya boleh pulang ke Hogwarts paling cepat hari Jumat, yang berarti lusa.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Unwanted Feeling (Completed)
FanfictionShe wants to move But she just doesn't know how. . Bagaimana perasaanmu kalau kau mencintai seseorang tapi kau terlalu segan untuk mengakuinya bahkan kepada dirimu sendiri? Begitulah perasaanku. Kata siapa aku menginginkan perasaan ini? . "You...